Bekas Lahan Terbakar di Palangkaraya Dibangun Perumahan
›
Bekas Lahan Terbakar di...
Iklan
Bekas Lahan Terbakar di Palangkaraya Dibangun Perumahan
Sejumlah lokasi bekas kebakaran lahan di Kota Palangkaraya diduga akan digunakan untuk pembangunan perumahan. Polisi sudah menangkap satu tersangka yang diduga merupakan agen perumahan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Sejumlah lokasi bekas kebakaran lahan di Kota Palangkaraya diduga akan digunakan untuk pembangunan perumahan. Polisi sudah menangkap satu tersangka yang diduga merupakan agen perumahan.
Kebakaran lahan yang melanda Kota Palangkaraya dan hampir seluruh kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah terjadi sejak Juli 2019 hingga kini. Meskipun demikian, saat ini jumlah titik api berkurang drastis karena hujan yang mulai mengguyur hampir seluruh wilayah Kalteng.
Namun, dari pantauan Kompas, di beberapa lahan bekas terbakar terlihat seperti telah dikaveling atau dibuat petak-petak untuk membuat perumahan. Hal itu diperkuat dengan banyaknya spanduk yang memang dipasang di dekat lokasi bekas terbakar baik spanduk tanah dijual maupun spanduk pemasaran perumahan.
Penelusuran Borneo Institute (BIT), lembaga swadaya masyarakat di Kalteng menunjukkan hal yang sama. Sedikitnya terdapat 15 titik lokasi bekas lahan yang terbakar yang diduga menjadi lahan perumahan atau kaveling tanah milik perseorangan.
“Tak hanya milik warga, ada juga lahan milik pemerintah yang terbakar. Contohnya itu di dekat bandara,” ungkap Direktur BIT Yanedi Jagau di Palangkaraya, Selasa (22/10/2019).
Selain itu, BIT juga menemukan beberapa lokasi bekas terbakar yang dipasang spanduk pemasaran perumahan namun tidak terdapat garis polisi seperti beberapa kebun warga yang sudah diberi garis polisi dan pemiliknya ditahan.
“Ini fenomena baru, orang ramai-ramai bakar lahannya untuk bikin kaveling, perlu ada sanksi dari pemerintah, misalnya jangan diterbitkan surat ijin mendirikan bangunan (IMB),” ungkap Jagau.
Ini fenomena baru, orang ramai-ramai bakar lahannya untuk bikin kaveling. (Yanedi Jagau)
Hal itu dibenarkan oleh pihak kepolisian. Data Polda Kalteng menunjukkan hingga saat ini terdapat 119 tersangka dengan 222 barang bukti yang sudah dikumpulkan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalteng.
“Iya di Polsek Pahandut (Kota Palangkaraya) sebagian besar dugaan pembakarnya memang mereka (pengembang), alasannya karena lalai,” ungkap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Ajun Komisaris Besar (AKBP) Hendra Rochmawan. Tak hanya tersangka yang membakar lahan saja yang sedang diselidiki dan disidik, polisi juga sedang menyelidiki beberapa wilayah konsesi yang terbakar di Kalteng.
Hal itu memperkuat analisis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyatakan sebagian besar kebakaran lahan tidak terjadi di hutan, melainkan lahan tak bertuan dan korporasi.
Menanggapi hal itu Kepala Dinas Permukiman, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Provinsi Kalteng Leonard Ampung mengungkapkan, sampai saat ini belum ada laporan ke pihaknya terkait fenomena baru tersebut. Meskipun demikian, ia mengaku akan melakukan penelusuran terhadap peristiwa tersebut.
“Seharusnya memang para pengembang tidak boleh melakukan pembakaran itu, ini sudah jadi himbauan. Tetapi memang antara terbakar dan dibakar itu beda tipis,” kata Leonard.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sejak 1 Januari hingga 30 September 2019, luas kebakaran hutan dan lahan mencarapi 857.756 hektar.
Kebakaran terdiri atas kebakaran di tanah mineral seluas 630.451 hektar (74 persen) dan kebakaran di area gambut seluas 227.304 ha (26 persen). Dibandingkan luas kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2018 terjadi kenaikan sebesar 68 persen. Pada 2018, luas kebakaran hutan dan lahan 510.564 ha.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Brotestes Panjaitan di Jakarta, Senin (21/10, mengatakan, kebakaran hutan dan lahan tahun ini memuncak pada September. Sepanjang bulan itu, jumlah titik panas (hotspot) mencapai 16.429 titik, melonjak drastis dari Agustus yang berjumlah 3.839 titik. (Kompas.id 21/10/2019).