Kesaksian Blak-Blakan Muncul Dalam Penyelidikan Pemakzulan Trump
›
Kesaksian Blak-Blakan Muncul...
Iklan
Kesaksian Blak-Blakan Muncul Dalam Penyelidikan Pemakzulan Trump
Penyelidikan pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas skandal menyangkut Ukraina memasuki babak baru. Kesaksian blak-blakan salah satu saksi memperkuat dugaan bahwa Trump menyalahgunakan kekuasaan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU - Penyelidikan pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas skandal menyangkut Ukraina memasuki babak baru. Kesaksian blak-blakan salah satu saksi memperkuat dugaan bahwa Trump menyalahgunakan kekuasaan sebagai presiden untuk kepentingan politik pribadi.
Duta Besar AS untuk Ukraina William B Taylor, Jr, memberikan kesaksian yang cukup “keras” kepada tim investigasi Dewan Perwakilan Rakyat AS, Selasa (22/10/2019). Menurut Taylor, Gedung Putih menahan bantuan internasional untuk Kiev dengan alasan demi politik domestik.
“Utusan AS untuk Uni Eropa (Gordon Sondland) berulang kali mengatakan Trump menuntut Ukraina mengumumkan penyelidikan bakal calon presiden dari Demokrat untuk Pilpres 2020, Joe Biden,” bunyi pernyataan Taylor yang bocor ke media AS.
Taylor melanjutkan, tuntutan itu juga disampaikan oleh pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani, dan beberapa diplomat AS lainnya melalui sebuah jalur komunikasi berbeda ke Ukraina. Menurut dia, Pelaksana Tugas Kepala Staf Gedung Putih Mick Mulvaney membekukan bantuan untuk Ukraina satu pekan sebelum Trump mengontak Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Sondland mengatakan kepada saya bahwa Trump ingin agar Presiden Zelensky memberi pernyataan kepada publik Ukraina akan menyelidiki perusahaan Burisma dan dugaan keterlibatan Ukraina dalam Pilpres AS pada 2016,” ujar Taylor.
Taylor ditunjuk sebagai charge d\'affaires di Ukraina setelah menjabat sebagai Duta Besar AS untuk Ukraina selama 2006-2009. Taylor menggantikan Duta Besar Marie Yovanovitch yang secara mendadak dicabut dari jabatannya pada May 2019. Yovanovitch diduga menolak bekerja sama untuk menekan Ukraina.
Pernyataan Taylor menjadi bukti tambahan atas laporan seorang pembisik bahwa Trump diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk memenangkan Pilpres 2020. Pada 25 Juli 2019, Trump menelepon Zelensky memintanya untuk menyelidiki Joe Biden dan putranya, Hunter.
Sebelum menelepon, Trump menahan pengiriman bantuan senilai hampir 400 juta dollar AS untuk Ukraina. Ukraina membutuhkan dana tersebut untuk melawan pemberontak yang didukung oleh Rusia.
Trump menduga ada keterkaitan antara Joe Biden ketika menjabat sebagai wakil presiden AS dengan penyelidikan kasus korupsi di di perusahaan energi Ukraina, Burisma Holdings, dimana Hunter Biden menjabat sebagai salah satu anggota direksi.
Menurut pembisik tersebut, Trump mulai menekan Zelensky segera setelah Zelensky terpilih sebagai presiden pada April 2019. “Trump dengan jelas telah melakukan sebuah tindakan pidana,” ujar pembisik itu, yang merupakan salah seorang pejabat intelijen.
Kesaksian Taylor semakin mengkonfirmasi tuduhan Trump telah melanggar Undang-Undang Pemilu AS karena melibatkan campur tangan negara asing. Selain itu, ia juga dapat dituduh menghalangi penyelidikan Kongres.
Beberapa bukti lainnya yang telah dikumpulkan oleh tim investigasi DPR adalah dokumen pesan tertulis dan telepon antara sejumlah pejabat diplomat AS. Utusan Khusus AS untuk Ukraina Kurt Volker mengirim pesan kepada Sondland satu minggu sebelum Trump menelepon Zelensky. Pesan itu berbunyi “Hal yang paling penting adalah Zelensky mengatakan akan membantu investigasi”.
Gedung Putih telah menolak untuk memberikan dokumen yang berkaitan dengan Ukraina. Namun, sejauh ini, total sembilan pejabat telah memberikan pernyataan yang mendukung dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Trump.
Beberapa bukti lainnya yang telah dikumpulkan oleh tim investigasi DPR adalah dokumen pesan tertulis dan telepon antara sejumlah pejabat diplomat AS.
Dipercepat
Ketua Komisi Intelijen DPR Adam Schiff mengatakan, wawancara para pejabat pemerintah lainnya akan terus berlanjut. Namun, para penyelidik menyadari harus bergerak cepat.
Setelah penyelidikan selesai, DPR yang dikuasai oleh Demokrat akan merilis transkrip hasil wawancara. Kemudian, mereka akan menyusun pasal-pasal untuk pemakzulan sebagai bentuk dari tuntutan hukum resmi kepada presiden. DPR akan melanjutkannya dengan melakukan pemungutan suara untuk menyetujui pasal-pasal tersebut.
Apabila disetujui, Trump akan menjalani persidangan di Senat. Demokrat membutuhkan dua pertiga suara untuk memenangkan sidang tersebut.
Namun, persidangan tersebut akan sulit karena Senat dikuasai oleh Republik. Baru beberapa anggota senat dari Republik yang menunjukkan ketidaksetujuan atas tindakan Trump.
"Semua anggota Partai Republik harus ingat apa yang mereka saksikan di sini, yaitu hukuman mati tanpa pengadilan. Tetapi kami akan menang,” cuit Trump melalui Twitter.
Gedung Putih mempertanyakan validitas penyelidikan pemakzulan Trump karena DPR belum melaksanakan pemungutan suara yang sah untuk melakukan penyelidikan. Namun, sebagian anggota DPR menyatakan, pemungutan suara belum diperlukan pada tahap awal karena masih dalam proses pengumpulan bukti untuk dakwaan. (AFP/Reuters)