Rumah makan di Jepang mempunyai keunikan yang tak dimiliki rumah makan dari negara lain. Keunikannya adalah memajang contoh makanan atau makanan tiruan di depan rumah makan.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·4 menit baca
Rumah makan di Jepang mempunyai keunikan yang tak dimiliki rumah makan dari negara lain. Keunikannya adalah memajang contoh makanan atau makanan tiruan di depan rumah makan. Makanan tiruan memiliki bentuk, tekstur, dan warna sangat mirip dengan makanan asli. Saking miripnya bisa membuat air liur mengucur karena memang itu tujuannya.
Membuat makanan tiruan menjadi paket wisata di Tokyo. Wisatawan dapat belajar membuat makanan tiruan di workshop bernama Ganso Shokuhin Sample-ya yang terletak di Kappabashi, Asakusa, Tokyo. Kappabashi adalah sentra pertokoan peralatan memasak yang sangat komplet di Tokyo.
Kompas bersama rombongan dari Honda Prospect Motor mengunjungi Ganso Shokuhin Sample-ya, Selasa (22/10/2019), di Kappabashi.
Budaya membuat makanan tiruan di Jepang sudah berlangsung puluhan tahun. Orang yang mendirikan bisnis makanan tiruan di Jepang adalah Takizo Iwasaki (1895-1965).
Buku biografi Takizo Iwasaki berjudul Flowers of Wax (Ro no Hana) karya Eitaro Takada menyebutkan, pada 1932 Takiso berhasil membuat makanan tiruan pertama, yaitu telur dadar atau omelet lengkap dengan saus persis seperti aslinya.
”Suzu, saya berhasil menciptakannya.”
”Oh, saya tidak bisa membedakan mana yang asli.”
Itu adalah percakapan antara Takiso dan istrinya, Suzu, yang dikutip dari buku Flowers of Wax setelah Takiso berhasil membuat replika telur dadar. Takiso menemukan cara membuat makanan tiruan setelah berkali-kali melakukan percobaan. Takiso memakai lilin sebagai bahan membuat makanan tiruan.
Takiso lalu merintis bisnis makanan tiruan yang diawali tahun 1932 di Osaka. Bisnis Takiso berkembang pesat hingga ke seluruh Jepang dan menjadi perusahaan besar di bidang makanan tiruan. Takiso dijuluki ”Bapak makanan tiruan” atas jasanya.
Takiso lalu merintis bisnis makanan tiruan yang diawali tahun 1932 di Osaka. Bisnis Takiso berkembang pesat hingga ke seluruh Jepang dan menjadi perusahaan besar di bidang makanan tiruan. Takiso dijuluki ”Bapak makanan tiruan” atas jasanya.
Asal-usul makanan tiruan di Jepang masih diperdebatkan karena kurang dokumentasi yang kuat. Namun, budaya membuat makanan tiruan di Jepang diperkirakan lahir pada akhir era Kaisar Taisho (1912-1926) dan awal era Kaisar Showa atau Hirohito (1926-1989).
Membuat tempura tiruan
Para wisatawan yang datang ke Ganso Shokuhin Sample-ya, Kappabashi, untuk belajar membuat makanan tiruan harus membuat janji sebelumnya. Setiap hari ada tiga sesi belajar membuat makanan tiruan.
Lantai bawah gedung Ganso Shokuhin Sample-ya di Kappabashi adalah toko suvenir yang memajang berbagai jenis makanan tiruan. Sedangkan workshop membuat makanan tiruan terletak di lantai dua.
Setiap wisatawan diajari cara membuat dua macam tempura dan sayur daun lettuce tiruan. Karena staf Ganso Shokuhin Sample-ya tidak mahir berbahasa Inggris, perlu penerjemah berbahasa Inggris atau Indonesia untuk mendampingi. Staf Ganso Shokuhin Sample-ya akan memberikan contoh, kemudian wisatawan mencoba satu per satu.
Bahan membuat makanan tiruan masa kini tidak lagi menggunakan lilin, tetapi dari bahan silikon. Alasannya, lilin tidak tahan lama kalau terkena suhu tinggi.
”Boleh memotret, tetapi tidak boleh membuat video (cara pembuatan),” kata salah satu staf Ganso Shokuhin Sample-ya dengan ramah.
Untuk membuat tempura ”bohongan” caranya sangat gampang. Adonan silikon warna kuning dituang ke dalam air hangat menggunakan gelas plastik dari jarak sekitar 60 sentimeter. Cairan silikon di dalam air hangat bereaksi menjadi gumpalan. Letakkan udang tiruan di tengah adonan yang menggumpal. Gulung udang tiruan dan cairan silikon di dalam air hangat, kemudian diangkat.
Untuk membuat tempura ”bohongan” caranya sangat gampang. Adonan silikon warna kuning dituang ke dalam air hangat menggunakan gelas plastik dari jarak sekitar 60 sentimeter. Cairan silikon di dalam air hangat bereaksi menjadi gumpalan. Letakkan udang tiruan di tengah adonan yang menggumpal. Gulung udang tiruan dan cairan silikon di dalam air hangat, kemudian diangkat.
Cara membuat daun lettuce tiruan agak lebih susah. Prosesnya hampir sama dengan membuat tempura, tetapi menggunakan dua adonan silikon warna putih dan hijau. Adonan warna hijau dan putih dituangkan perlahan ke dalam air hangat dengan sendok besar. Setelah adonan menggumpal, kemudian direndam sebentar, lalu dilipat dan digulung dengan tangan hingga menyerupai daun lettuce.
Wisatawan yang baru pertama mencoba biasanya akan grogi sehingga bentuk tempura atau daun lettuce kurang sempurna. Namun, pengalaman membuat makanan tiruan di Ganso Shokuhin Sample-ya menjadi pengalaman yang menyenangkan.
Jangan lupa melihat toko suvenir di Ganso Shokuhin Sample-ya, Kappabashi. Suvenir yang dijual adalah aneka makanan dan minuman tiruan, antara lain aneka makanan Jepang, steik, spageti, burger, nasi goreng, es krim, keik, salad, dan masih banyak lagi. Tidak ada makanan yang tidak bisa dibuat tiruannya.
Harga makanan tiruan mulai dari puluhan ribu rupiah untuk ukuran sebesar gantungan kunci atau magnet kulkas hingga seharga jutaan rupiah untuk ukuran besar. Harganya mahal karena makanan tiruan adalah karya seni yang dibuat dengan tangan dan butuh keahlian khusus. Oleh sebab itu, tidak ada lebih dari satu macam makanan tiruan yang sama persis.
Semangkuk sup wortel tiruan dijual dengan harga 100.000 yen (Rp 12,9 juta). Seekor ikan kakap hitam tiruan dijual seharga 180.000 yen (sekitar Rp 23,3 juta). Perlu diingat, meskipun membuat ngiler, makanan tiruan tidak bisa dimakan!