OJK: Evaluasi Menyeluruh Internal Bank Korban Pembobolan
›
OJK: Evaluasi Menyeluruh...
Iklan
OJK: Evaluasi Menyeluruh Internal Bank Korban Pembobolan
Skandal pembobolan BNI Cabang Ambon, yang diduga diotaki oleh Faradiba Yusuf, salah satu pimpinan bank itu sendiri, mengindikasikan lemahnya pengawasan dan pengendalian internal. OJK pun meminta evaluasi menyeluruh.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS - Skandal pembobolan Bank Negara Indonesia Cabang Ambon, yang diduga diotaki oleh Faradiba Yusuf, salah satu pimpinan bank itu sendiri, mengindikasikan lemahnya pengawasan dan pengendalian internal. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi menyeluruh, termasuk penguatan aspek monitoring dan evaluasi perbankan. Pelanggaran hukum tersebut pun harus diproses hingga tuntas.
Hal itu diungkapkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku Bambang Hermanto, di Ambon, Rabu (23/10/2019). Dia mengatakan, selain sistem pengendalian, faktor penting yang menyebabkan pembobolan bank oleh pihak internal sendiri adalah moral dari oknum pegawai bank. Dua hal itu menjadi tanggung jawab pihak bank selaku penyedia layanan jasa keuangan untuk membenahinya.
Kita tidak ingin hal ini terulang kembali. Kita juga ingin masalah hukum ini diproses sampai tuntas, termasuk mengungkap siapa yang terlibat.
"OJK dalam kasus ini akan meminta agar sistem pengendalian internal dievaluasi kembali. Kita tidak ingin hal ini terulang kembali. Kita juga ingin masalah hukum ini diproses sampai tuntas, termasuk mengungkap siapa yang terlibat," ujar Bambang. Kasus itu kini diproses Kepolisian Daerah Maluku hingga tahap penyidikan.
Bambang mengatakan, pengawasan OJK terhadap BNI Ambon diambil alih langsung oleh OJK di tingkat pusat. OJK mengenal dua bentuk pengawasan, yakni langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan dengan mendatangi bank satu kali dalam satu tahun. Adapun pengawasan tidak langsung itu lewat laporan yang dikirim pihak bank ke OJK secara periodik. Terhadap kasus pembobolan itu, Bambang enggan berkomentar banyak.
Dibantu sejumlah oknum pegawai lain bank itu, termasuk seorang bernama Soraya, Faradiba berhasil membobol dana sehingga menimbulkan kerugian sebesar Rp 58,9 miliar. Faradiba dan Soraya, yang sempat menghilang, ditangkap polisi pada Sabtu pekan lalu. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Sejumlah pegawai BNI yang ikut terlibat pun kini diselidiki polisi dan juga berpotensi menjadi tersangka.
Pemimpin BNI Kantor Wilayah Makassar Faizal A Setiawan, saat ditanya lebih jauh mengenai prosedur pengawasan internal bank, enggan menjelaskan. Menurut dia, pihak BNI sudah menyerahkan kasus tersebut kepada polisi untuk diproses.
Jangan titip dokumen seperti buku tabungan dan slip transaksi yang sudah ditandatangani. Uang Anda bisa dipindahkan.
Seorang pimpinan bank swasta yang ditemui Kompas di Ambon, Rabu petang, mengatakan, sistem pengawasan di bank berlapis. Pengawasan berlapis itu untuk meminimalisasi penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, jika terjadi kejahatan, berarti dilakukan oleh lebih dari satu orang. "Proses transaksi itu dikontrol beberapa orang pada tingkatan masing-masing," katanya.
Sumber tersebut juga mengurai sejumlah potensi kejahatan yang dapat dilakukan oleh oknum pegawai bank. Salah satunya yakni ketika ada nasabah yang mewakilkan proses transaksi kepada oknum pegawai bank. Itu biasanya terjadi lantaran rasa saling percaya. "Jangan titip dokumen seperti buku tabungan dan slip transaksi yang sudah ditandatangani. Uang Anda bisa dipindahkan," katanya.
Terus diburu
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat menuturkan, polisi terus memburu harta Faradiba yang dititipkan atau diberikan kepada orang lain. Harta itu diduga merupakan bagian dari hasil kejahatan.
Selain UU Perbankan, polisi juga menjerat Faradiba dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tiga unit mobilnya disita polisi. "Harta yang lain masih diburu," kata Roem.
Seperti diberitakan sebelumnya, Faradiba memulai aksinya dengan mendekati nasabah potensial, yang berdasarkan catatan perbankan memiliki simpanan dengan nilai fantastis. Faradiba lalu menawarkan produk perbankan dengan berbagai keuntungan, termasuk bunga tinggi dan hadiah uang kembali atau cashback. Faradiba memainkan peran itu sesuai tugasnya sebegai pimpinan yang membidangi pemasaran. Hal itu dilakukan Faradiba sejak April 2019.
Para nasabah potensial itu pun percaya dan memberikan sejumlah uang. Namun, uang itu oleh Faradiba tidak disetor ke kas masuk bank sebagai simpanan. Ia malah mentransfer dana itu ke rekening penampung atas nama Soraya, pegawai BNI Cabang Ambon di bagian umum. Soraya, yang juga anak angkat Faradiba itu, oleh Faradiba diminta membuat rekening baru. Ketika para nasabah dimaksud meminta uang mereka, Faradiba kelabakan.
Ia lalu memerintahkan lima pimpinan cabang pembantu yang berada di bawahnya untuk mentransfer sejumlah uang secara fiktif. Faradiba berhasil membobol kata sandi dalam sistem yang mengatur pencatatan transaksi. Secara administratif, terjadi transaksi transfer, tapi pada kenyataannya tidak terjadi perpindahan uang.
Audit internal BNI menemukan kasus tersebut dengan total kerugian Rp 58,9 miliar. Pihak BNI melaporkan kasus tersebut kepada polisi pada 8 Oktober.