Perizinan yang berbelit dan panjang menjadi salah satu kendala berinvestasi di Indonesia.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri hulu minyak dan gas bumi nasional mengaku bahwa perizinan yang berbelit dan panjang menjadi salah satu kendala berinvestasi di Indonesia. Pemangkasan perizinan dan penyederhanaan birokrasi oleh pemerintah belum cukup. Kalau tak ada perbaikan, Indonesia bisa dianggap tak menarik di mata investor hulu minyak dan gas bumi.
”Pemerintah memang sudah melakukan perbaikan dalam hal pemangkasan perizinan ataupun sistem perizinan satu pintu, tetapi faktanya masih banyak izin yang harus kami urus dengan tidak ada kepastian kapan izin itu selesai,” ucap Direktur Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Nanang Abdul Manaf, Selasa (22/10/2019), di Jakarta.
Menurut Nanang, apabila tidak ada perbaikan berarti untuk masalah perizinan di sektor hulu migas Indonesia, investor bisa berpaling ke negara lain yang lebih menarik dan memberikan banyak kemudahan. Di satu sisi, Indonesia sangat butuh penambahan produksi minyak di dalam negeri untuk menutup defisit produksi dan konsumsi minyak nasional. Produksi minyak di dalam negeri yang sekitar 800.000 barel per hari belum cukup menutupi kebutuhan nasional yang mencapai 1,5 juta barel per hari.
”Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak, bukan lagi net eksportir. Bayangkan, berapa banyak devisa yang harus dibelanjakan untuk kebutuhan impor minyak? Harus diperhitungkan pula dampaknya bagi neraca perdagangan kita,” kata Nanang.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, periode Januari-September 2019, neraca perdagangan Indonesia defisit 1,945 miliar dollar AS. Defisit terjadi akibat defisit di neraca migas 6,441 miliar dollar AS yang tidak bisa ditutupi dengan surplus neraca nonmigas 4,496 miliar dollar AS (Kompas, 16/10/2019).
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong menambahkan, untuk mendongkrak produksi migas harus diawali dengan meningkatkan daya tarik investasi hulu migas di dalam negeri. Investor akan selalu membandingkan kondisi investasi hulu migas di sejumlah negara. Beberapa hal yang dibandingkan adalah kebijakan fiskal, regulasi, dan kepastian hukum.
”Kalau Indonesia tidak bisa memberikan kepastian (hukum), bakal ditinggalkan (investor). Begitu pula kontrak yang sejatinya harus dihormati karena investasi hulu migas adalah investasi yang bersifat jangka panjang hingga 30 tahun,” ujar Marjolijn.
Terkait isi pidato Presiden Joko Widodo dalam upacara pelantikan pada Minggu (20/10/2019), menurut Marjolijn, sangat relevan dengan kondisi di sektor hulu migas. Beberapa poin yang menjadi target dalam program kerja periode kedua Joko Widodo adalah pemangkasan perizinan dan penyederhanaan birokrasi. Dari catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sampai semester I-2019, sebanyak 56 regulasi dan perizinan sektor migas yang dicabut.
”Memang sudah ada yang diperbuat pemerintah (dalam hal pemangkasan perizinan). Tetapi, faktanya kami masih harus berjuang keras untuk mendapatkan izin-izin tersebut. Di Kementerian ESDM sudah dipangkas, tetapi bagaimana di kementerian dan instansi lainnya,” tanya Marjolijn.
Sejak 2014, investasi sektor migas merosot dari 21,7 miliar dollar AS menjadi 11 dollar AS pada 2017. Nilai investasi naik menjadi 12,6 miliar dollar AS pada tahun 2018. Tahun ini, pemerintah menargetkan investasi migas 13,4 miliar dollar AS.