Asmadi Menyusun Puing Sejarah Di Sungai Musi
Asmadi (24) memiliki hasrat kuat untuk mencari harta karun yang tenggelam di Sungai Musi. Salah satu tujuannya, dia ingin menyusun kembali puing-puing sejarah yang berserak di dalamnya.
Di dalam rumahnya yang berada di kawasan Pulau Kemaro, Palembang, Sabtu (28/9/2019), Asmadi memperlihatkan sejumlah peninggalan yang ditemukan di Sungai Musi. Mulai dari tembikar, keramik, dayung, perhiasan, dan koin. Koleksi itu tersimpan rapi di etalase dan buku koleksi untuk koin.
Jumlah koleksinya tidak terhitung lagi. "Semua koleksi ini berasal dari dalam Sungai Musi dan merupakan hasil menyelam sejak tahun 2017 hingga Juni 2019," katanya.
Di rumahnya, Asmadi setidaknya telah mengumpulkan 40 kilogram koin. Satu kilogram berisi sekitar 275 keping koin. Kumpulan koin tersebut beragam ada yang dari Cina yang diperkirakan berasal dari abad ke-2 sebelum masehi hingga yang termuda adalah koin Cina dari abad ke 18. Asmadi juga menemukan koin dari India, Spanyol, dan Belanda. Koin tersebut terbuat dari perak dan perunggu.
Untuk kerajaan di nusantara, Asmadi mengumpulkan koin dari beberapa kerajaan seperti Kesultanan Siak Inderapura, Kesultanan Demak, dan Kesultanan Palembang Darussalam, sampai ke Kedatuan Sriwijaya pada rentang waktu abad ke-6 sampai abad ke-13. Hal ini terlihat dari tulisan yang ada di dalam koin.
Selain itu, Asmadi juga menemukan sejumlah bebatuan atau artefak seperti jimat yang terbuat dari perunggu kemungkinan berasal dari era Kedatuan Sriwijaya. “Biasanya, bebatuan dan jimat itu digunakan untuk kegiatan peribadahan ,” katanya. Ada lagi sejumlah perhiasan seperti cincin, kalung, dan cermin.
Asmadi mengaku, tujuan awal menyelam adalah untuk mencari peninggalan masa lalu di dalam Sungai Musi dan menjualnya kepada kolektor barang antik. Harga barang antik memang cukup tinggi. Berdasarkan katalog barang kuno, harga koin Cina bisa mencapai Rp 70 juta per keping. Harga koin bisa sangat bergantung dari keunikan, kelangkaan, umur, dan keindahan. "Semakin unik dan tua koin itu, semakin mahal harganya,"katanya.
Tahun 2017, dia mulai mengikuti warga yang lebih dulu menyelam dan masuk dalam kelompok. Kebetulan hampir sebagai besar warga di tempat tinggalnya di kawasan Pulau Kemaro adalah pemburu barang antik di Sungai Musi. Ini mereka lakukan sembari menunggu musim tanam padi satu tahun sekali.
Dalam satu kelompok, lanjut Asmadi, minimal berisi 4-6 orang. Setiap orang memiliki tugas, mulai dari mengoperasikan kapal, memilah pasir dengan benda yang ditemukan, dan menyelam.
Di masa awal, Asmadi masih bertugas di atas kapal untuk memilah barang dari pasir. "Saya masih memperhatikan teknik menyelam karena ini menyangkut keselamatan,"katanya. Merasa yakin dengan kemampuannya, tiga bulan berselang, Asmadi, memberanikan diri untuk menyelami Sungai Musi.
Bukan tanpa kendala, sungai dengan panjang hingga 750 kilometer ini memang sangat berbahaya. Arus sungai sangat deras dan jarak padang di dalam sungai nol. "Saya hanya bisa meraba dasar sungai karena memang di dalam sungai tidak bisa melihat apa-apa,"ujar Asmadi.
Mencari harta karun harus didasari perkiraan dan data. Setiap kali menyelam, Asmadi harus memetakan apa yang ada di dasar sungai. "Modalnya hanya perasaan dari hasil perabaan di dasar sungai," katanya. Itulah sebabnya, area penyelaman tidak mungkin lebih dari 4 meter persegi.
Selain itu, ungkap Asmadi, dirinya harus berhati-hati dalam menyelam karena jika salah perkiraan, ia bisa mengalami pendarahan. Hal ini wajar karena kedalaman Sungai Musi berkisar 15 meter sampai 40 meter. Asmadi hanya mengandalkan kompresor untuk pernafasan. " Sekali menyelam saya bisa menghabiskan waktu hingga 2,5 jam,"katanya.
Mencari harta karun di Sungai Musi layaknya mengantarkan nyawa. "Berani nyelam, berani tenggelam," kata Asmadi. Nyaris mati itu sudah dialaminya hampir setiap hari.
Wilayah yang paling sering diselami oleh pemburu harta karun adalah kawasan 1 ilir-3 ilir, termasuk di kawasan Pulau Kemaro. Kawasan itu diincar karena merupakan tempat berdirinya pusat pemerintahan. Tidak hanya pada masa Kesultanan Palembang Darusalam, bahkan kawasan ini diperkirakan menjadi pusat pemerintahan Kedatuan Sriwijaya.
"Kemungkinan kawasan ini menjadi keraton atau benteng pemerintahan masa itu. Dengan begitu, Asmadi memperkirakan banyak aktivitas di sana. "Semakin padat aktivitas penduduk masa itu, maka peninggalannya akan semakin banyak,"ucapnya.
Bahkan Pulau Kemaro diperkirakan menjadi benteng terdepan masa Kesultanan Palembang Darusalam sebelum akhirnya ditembus oleh Belanda pada masa kolonial. "Di kawasan Pulau Kemaro banyak bangkai kapal Belanda yang tenggelam disana,"ungkap Asmadi.
Selain itu, dengan banyaknya barang dari luar negeri seperti Cina, India, Spanyol, dan Arab, Sungai Musi dapat dipastikan sebagai jalur perdagangan internasional. "Sejak masa Pra Sriwijaya sampai Kolonial, Sungai Musi merupakan jalur utama pergerakan ekonomi masyarakat hingga saat ini,"kata Asmadi.
Barang juga mencerminkan status pemiliknya. Asmadi mencontohkan karya tembikar, kebanyakan yang ditemukan di dalam Sungai Musi terbuat dari tanah liat. Biasanya itu hasil karya dari penduduk biasa. “Semakin banyak motif, maka semakin tinggi kedudukan sang pemilik,” jelas Asmadi. Barang-barang tersebut bisa jatuh ke dasar sungai dengan berbagai kemungkinan, yakni peristiwa tenggelamnya kapal akibat perang, atau musibah, atau mungkin bencana alam.
Membuat museum
Sejak Juni 2019, Asmadi memutuskan untuk berhenti menyelam. Dia merasa tekadnya telah berganti dari mencari harta karun sekarang adalah melestarikan peninggalan.
Terutama peninggalan dari dalam negeri. Itulah sebabnya, dia tidak pernah mau menjual hasil peninggalan dari dalam negeri pada kolektor.
Asmadi ingin sekali memperlihatkan peradaban masa lalu melalui barang antik yang sudah dia temukan. Untuk itu, dia bertekad untuk membangun museum mini di depan rumah kayunya. Sebuah pondasi beton dengan ukuran 8 meter x 12 meter sudah berdiri. "Pelan-pelan saya kumpulkan uang untuk bangun museum mini. Diperkirakan butuh modal lebih dari Rp 100 juta," ucapnya.
"Saya ingin menamai museum ini dengan Museum Harta Karun Sungai Musi. Semoga mimpi ini terwujud,"kata Asmadi.
Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan Budi Wiyana mengatakan aktivitas penyelaman di dalam Sungai Musi sulit untuk dicegah. Hal ini berkaitan dengan perekonomian masyarakat.
Namun demikian pihaknya berharap agar masyarakat mau untuk mendaftarkan penemuannya itu kepada pemerintah. "Kami tentu tidak bisa kerja sendiri karena personel yang terbatas karena itu peran aktif masyarakat sangat diperlukan," katanya.
Pendaftaran hasil temuan ini penting untuk mendata penemuan apa saja yang dipegang oleh masyarakat dan apabila diperlukan dapat segera diketahui keberadaannya.
Ketua Komunitas Palembang Antik Kreatif Sriwijaya (KOMPAKS) Hirmeyudi mengatakan, banyaknya harta karun di Sungai Musi menjadi pertanda sungai ini memiliki peran penting untuk perjalanan kerajaan Sriwijaya saat itu.
Kini dirinya sedang berupaya untuk meningkatkan kesadaran para pencari harta karun untuk mencintai penemuannya bukan sekedar untuk mencari materi tetapi memiliki keinginan untuk menyelamatkan sejarah.
Asmadi
Lahir : Palembang 07 Desember 1995
Pendidikan:
SD YR Musi Palembang
SMP Negeri 16 Palembang
SMK YP Gajah Mada Palembang
Stisipol Candradimuka Palembang jurusan Administrasi Negara