JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah partai politik akan segera memulai proses pergantian antarwaktu untuk mengisi kekosongan jabatan di DPR akibat anggotanya yang ditunjuk menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju. Sejauh ini, ada lima anggota DPR dari empat partai yang menjadi menteri dan harus melepas jabatannya di Senayan.
Kelima orang itu adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dari Fraksi Partai Nasdem, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dari Fraksi PDI-P, Menteri Sosial Juliari Batu Bara dari Fraksi PDI-P, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali dari Fraksi Golkar, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari Fraksi Gerindra.
Sejauh ini, belum ada partai yang sudah menentukan nama pengganti kelima orang tersebut. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, partainya akan mengadakan rapat DPP, pekan depan, untuk mencari pengganti Edhy. Edhy merupakan anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I dengan perolehan 121.108 suara saat pemilihan legislatif.
Menurut mekanisme PAW yang diatur dalam Pasal 242 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), anggota DPR yang berhenti antarwaktu digantikan oleh calon anggota DPR yang memperolah suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai yang sama dan dapil yang sama. Mekanisme penggantian itu melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan diproses lewat DPR.
"Kami akan segera memproses PAW itu. Nanti nama yang sudah ada akan diusulkan partai kepada KPU, yang berikutnya akan diproses di DPR," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Posisi Edhy sebagai Ketua Fraksi Partai Gerindra juga segera diganti. Dasco mengatakan, posisi itu digantikan oleh Ahmad Muzani, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Gerindra dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Setali tiga uang dengan PDI-P, yang memiliki dua kader anggota Dewan yang dipilih menjadi menteri. Wakil Ketua Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengatakan, keputusan mengenai anggota pengganti Yasonna dan Juliari akan ditentukan lewat keputusan politik DPP PDI-P. Oleh karena itu, anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak kedua di dapil yang sama belum tentu otomatis masuk ke Senayan.
Meskipun aturan pada UU MD3 menyebut PAW digantikan berdasarkan urutan suara saat pemilu, tetapi keputusan akhir ada di tangan DPP partai. Itu karena partai juga harus memerhatikan kompetensi dan kapabilitas anggota pengganti serta kebutuhan partai di DPR.
"Memang seperti itu, tetapi ini kewenangan partai untuk memutuskannya," kata Arif.
Dihubungi terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily juga belum tahu siapa nama yang akan menggantikan Zainudin Amali sebagai anggota DPR nantinya. Zainudin yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di MPR adalah anggota DPR dari dapil Jawa Timur XI yang meraup 121.351 suara saat pemilu.
"Kami mengikuti sistem PAW yang ada. Pada nantinya, caleg yang mendapat suara terbanyak setelah Zainudin Amali yang berhak untuk mengisi posisi kekosongan jabatan tersebut," ucapnya.
Partai Nasdem menjadi satu-satunya partai yang sudah menyiapkan pengganti Johnny G Plate. Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, pengganti Johnny adalah Julie Sutrisno. Johnny meraih suara sebanyak 122.290 dari Dapil NTT, sedangkan Julie Sutrisno mendapat 35.781 suara.
"Jika dilihat melalui mekanisme PAW, Julie Sutrisno yang mendapat suara terbanyak setelah Johnny," ucapnya.
Pengajar politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengingatkan agar pergantian posisi tersebut jangan sampai berlarut-larut. "Sudah hampir satu bulan para anggota DPR dilantik dan akan menerima gaji pertamanya. Namun, mereka belum efektif bekerja,"ujarnya.
Adi juga mengingatkan agar proses penentuan PAW dapat berjalan transparan serta mengikuti mekanisme PAW yang berlaku. Jika tidak, celah praktik mahar politik akan muncul. Para caleg yang berharap masuk ke DPR bisa saja memberi uang kepada partai agar ia bisa masuk menggantikan anggota DPR yang menjadi menteri.
"Hal ini tentunya harus dihindari. Selain itu, akan menimbulkan konflik internal dalam parpol. Jika mengikuti mekanisme PAW sebagaimana seharusnya, relatif akan lebih lancar prosesnya," ucapnya.