Keberadaan para teroris yang berbaur bersama masyarakat sangat berbahaya. Oleh karena itu, interaksi dan kepedulian sosial antarwarga perlu dibangun dan ditingkatkan agar saling mengenal.
Oleh
Aguido Adri
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Detasemen Khusus 88 Kepolisian Negara RI menangkap tiga terduga teroris di Kota Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (26/10/2019). Penangkapan terduga teroris diduga berhubungan dengan penyerangan terhadap mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Kabupaten Pandeglang, Banten, 10 Oktober lalu.
Warga Perairan Umum di Jalan Letjen Sarbini, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dikejutkan dengan penangkapan terduga teroris T (39). Totok (45), warga Perairan Umum yang melihat polisi mengejar terduga teroris mengatakan, polisi mengendarai 5 sepeda motor dan 2 mobil saat menangkap T di sekitar Giant Mega Hyper Mall.
”Ciri-ciri orang yang ditangkap kulit agak putih dan rambut keriting tipis. Dia sering parkir di sini (Masjid Al-ikhlas) untuk mengantar istrinya bekerja di mal,” ujar Totok. Ia dan warga setempat memastikan, terduga teroris bukan warga Perairan Umum.
T diketahui merupakan warga Pekayon Jaya, Bekasi Selatan. Ia diduga pengikut Abu Bakar Albaghdadi dan terlibat dalam kegiatan latihan paramiliter yang dilakukan di Gunung Ciremai, 29 Maret 2019. Selain itu, T juga diduga mengetahui pembuatan bahan peledak rakitan yang dilakukan oleh Endang alias Pak Jenggot.
Pengamat terorisme, AL Chaidar, mengatakan, tiga terduga teroris di Bekasi, Sabtu pagi, merupakan jaringan Abu Bakar. Para tersangka diduga terkait dengan peristiwa penusukan Wiranto.
”Setelah tertangkapnya Abu Bakar, ada penangkapan kelompok lainnya secara berturut-turut. Mereka mempersiapkan diri membuat bom untuk menyerang. Setahu saya mereka belum melakukan aksi apa pun meski ditemukan alat rakit peledak,” kata Al Chaidar.
Ia melanjutkan, dirinya belum bisa memastikan di mana lokasi para teroris akan meledakkan bom. Namun, pilihan lokasi yang mereka incar tentu di Jakarta. Daerah strategis seperti instansi pemerintahan bisa menjadi target peledakan bom.
Saling mengenal warga
Chaidar mengatakan, keberadaan para teroris yang berbaur bersama masyarakat sangat berbahaya. Oleh karena itu, interaksi dan kepedulian sosial antarwarga perlu dibangun dan ditingkatkan agar saling mengenal.
”Agar jika ada kasus seperti ini cepat diredam karena bahaya buat warga sekitar yang tinggal berdampingan dengan teroris. Mereka merakit bom di pemukiman padat warga. Di dalam kepala mereka adalah agenda mereka tanpa memikirkan dampaknya sekitarnya,” tutur Al Chaidar.
Selain itu, kata Al Chaidar, untuk mencegah gerakan dan aktivitas para teroris, pemerintahan dan masyarakat juga perlu lebih serius bekerja sama.
”Mereka mendapat pengetahuan membuat bom dan doktrin dari media sosial. Nah, pemerintah perlu membuat kontrawacana terkait doktrin itu dan cara membuat bom yang mudah dicari di media sosial harus diblokir,” lanjutnya.