Piala Dunia U-20 2021 bisa menjadi momentum kebangkitan sepakbola nasional. Sebagai tuan rumah, harkat bangsa dipertaruhkan dalam ajang bergengsi dunia itu.
Oleh
Yulvianus Harjono & Rony Ariyanto Nugroho
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia diharapkan tidak semata sukses sebagai tuan rumah penyelenggara, melainkan juga tim peserta Piala Dunia U-20 pada 2021 mendatang. Butuh kerja ekstra keras untuk membuat tim nasional U-20 Indonesia mampu menegakkan kepala di panggung global itu.
Kepastian terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara Piala Dunia U-20 2021 ibarat oase di tengah anjloknya prestasi timnas Indonesia asuhan Simon McMenemy. Di saat tim “Garuda” belum mampu mewujudkan mimpi besar tampil di Piala Dunia, Indonesia mendapatkan “tiket emas” bermain di panggung akbar serupa, yaitu kelompok usia muda.
Sebagai tuan rumah, timnas U-20 Indonesia berhak tampil otomatis di turnamen akbar yang pernah melahirkan sejumlah pesepak bola termasyhur dunia seperti Diego Maradona, Lionel Messi, Michael Owen, Sergio Aguero, dan Paul Pogba itu. Kali terakhir tim “Garuda Muda” tampil di ajang yang dulu dinamai Kejuaraan Dunia Sepak Bola Muda itu adalah pada 1979 silam di Jepang.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto berharap berbagai pihak mampu meniru keberhasilan Indonesia di Asian Games 2018 silam. Saat itu, Indonesia diakui tidak hanya sukses sebagai tuan rumah pekan olahraga terbesar di Asia itu, melainkan juga dalam hal prestasi. Indonesia finis keempat dengan mengumpulkan 31 medali emas. Ini merupakan loncatan prestasi dibandingkan empat tahun sebelumnya, yaitu finis ke-17 dengan empat medali emas, di Korea Selatan.
“Seperti pernah dikatakan Pak Jokowi (Presiden RI) saat Asian Games, harus ada dua semangat yang sejalan, yaitu sukses penyelenggaraan dan juga prestasi. Maka itu, kita jangan hanya siap sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2012, melainkan juga meraih prestasi (oleh timnas U-20). Ini bisa menjadi momentum positif (kebangkitan sepak bola nasional),” tutur Gatot di Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Hal senada disampaikan Bambang Nurdiansyah, mantan pemain dan pelatih timnas Indonesia. Menurut Bambang, yang pernah tampil di Piala Dunia U-20 1979 silam, PSSI dan tim Garuda Muda harus kerja ekstra keras untuk menjaga harkat Indonesia di Piala Dunia U-20 dua tahun mendatang. Upaya itu tidak akan mudah mengingat tingginya kualitas peserta-peserta lainnya di Piala Dunia U-20.
“Waktu tersisa (persiapan timnas) hanya dua tahun. Padahal, tim-tim yang datang adalah kelas dunia. Untuk itu, kita tidak bisa berharap banyak pada timnas. Namun, di dalam sepak bola, tidak ada yang tidak mungkin. Paling tidak, mereka (timnas U-20 Indonesia) bisa membuat lawan susah payah atau kalah dengan kepala tegak,” ujar Pelatih PSIS Semarang itu.
Nurdiansyah mengingatkan mahaberatnya tantangan Garuda Muda di Piala Dunia U-20. Ia menceritakan pengalaman timnya tampil di Piala Dunia U-20. Saat itu, mereka lolos ke turnamen itu menggantikan Irak yang mundur. Pada laga pertamanya di penyisihan grup B, Indonesia dipukul Argentina 0-5. Diego Maradona, bintang muda Argentina, menyumbang dua gol saat itu.
Selain diperkuat Maradona, legenda sepak bola dunia, tim muda Argentina saat itu juga diasuh Cesar Luis Menotti, pelatih termasyhur juara Piala Dunia 1978. Pada laga-laga berikutnya, Garuda Muda juga dikalahkan Polandia 0-6 dan Yugoslavia 0-5. Indonesia tidak mampu membuat satu gol pun dan kebobolan total 16 gol sehingga menjadi juru kunci di grup itu.
“Saat itu, Maradona sudah tenar lebih dulu dan membela timnas senior Argentina. Kami pun sempat berfoto bareng dengannya. Adapun para pemain (U-20) Yugoslavia dan Polandia saat itu lantas menjadi tulang punggung timnas. Mereka semua para pemain kelas dunia yang membela klub-klub top Eropa. Jadi, bisa dibayangkan sulitnya,” tuturnya.
Tidak jauh berbeda dengan Indonesia saat itu, negara tetangga—Malaysia—juga tidak mampu berbuat banyak di ajang yang menjadi panggung dua tahunan para pesepakbola hebat masa depan dunia itu. Berstatus tuan rumah pada edisi 1997, Malaysia dipermalukan tim-tim yang menjadi tamunya seperti Uruguay, Belgia, dan Maroko. Mereka selalu kalah di tiga laga penyisihan dan menjadi juru kunci di grup A.
Pisau bermata dua
Fakta-fakta itu menjadi catatan bagi Pelatih Timnas U-19 Indonesia Fakhri Husaini. Diakuinya, tantangan di Piala Dunia U-20 sangat berat. Selain itu, status sebagai tuan rumah bak pisau bermata dua bagi Garuda Muda. “Dukungan penonton sendiri bisa menjadi energi ekstra bagi anak-anak. Namun, di lain pihak, itu bisa menjadi bumerang karena anak-anak ini masih sangat muda, usia 17 hingga 18 tahun. Mereka harus bisa mengontrol diri,” ujarnya di sela-sela latihan timnas U-19 di Stadion Pakansari, Bogor.
Ia berkata, kepastian sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 memacu antusiasme dan semangat tinggi pasukannya menghadapi kualifikasi Piala Asia U-19 2020 yang digelar mulai 6 November mendatang di Jakarta. Kualifikasi itu sedianya menjadi jalan awal Garuda Muda menuju tujuan akhir, yaitu Piala Dunia U-20 2021. “Kami bakal bekerja lebih keras dan gigih di lapangan,” ujarnya.
Meskipun demikian, ia enggan berbicara lebih banyak soal Piala Dunia U-20 2021. Ia berkata, tanggung jawabnya saat ini adalah memimpin Garuda Muda di kualifikasi Piala Asia. “Bisa jadi akan ada pemain atau pelatih baru (untuk Piala Dunia U-20) nantinya mengingat bakal segera ada pergantian pengurus baru PSSI. Namun, saya berharap, sebisa mungkin pelatih (timnas U-20) itu nantinya adalah orang Indonesia yang memang mengenal potensi anak-anak,” ujar Fakhri kemudian.