Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali berkomitmen rutin memantau langsung pemusatan latihan nasional untuk mengetahui secara valid dinamika persiapan atlet, termasuk kendalanya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dalam kunjungan Menteri Pemuda dan Olahraga 2019-2024 Zainudin Amali ke lokasi pemusatan latihan nasional, tiga cabang olahraga mengungkapkan sejumlah kendala yang dirasakan selama ini. Mereka berharap Menpora yang baru bisa mengatasi semua permasalahan tersebut demi performa atlet yang lebih optimal.
Setelah serah terima jabatan di Kemenpora, Jakarta, Kamis (24/10/2019), Zainudin memulai langkahnya dengan memeriksa pelatnas tiga cabang olahraga yang berada di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Tiga cabang itu adalah pelatnas panahan (PB Perpani), atletik (PB PASI), dan karate (PB FORKI).
Ketua Umum PB Perpani Kelik Wirawan mengatakan, ada 16 atlet di pelatnas panahan yang disiapkan untuk SEA Games 2019 Filipina dan kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Idealnya, semua atlet memiliki dua busur panah. Namun, sejauh ini, ada dua atlet yang masing-masing hanya memiliki satu busur panah.
Dua atlet yang hanya punya satu busur panah adalah Asiefa Nur Haenza di nomor recurve putri dan Arif Dwi Pangestu di nomor recurve putra. Busur panah milik Asiefa, yang buatan 2015, patah ketika dipakai berlatih di Korea Selatan sebulan lalu. Akhirnya, dia meminjam busur panah dari rekannya di Pelatda Jawa Timur. Adapun Arif hanya punya satu busur panah yang sudah dia pakai sejak empat tahun lalu.
Menurut Manajer Pelatnas Panahan Taufan Tri Anggoro, anggaran pelatnas yang ada sekarang sangat terbatas. Mereka mengajukan anggaran pengadaan peralatan Rp 1,6 miliar tetapi yang direalisasikan hanya Rp 600 juta. ”Padahal, bagi atlet, minimal punya dua busur per orang. Riskan sekali kalau mereka hanya punya satu karena sewaktu-waktu bisa rusak atau patah yang bisa menghambat latihan maupun pertandingan,” ujarnya.
Busur panah itu tidak bisa dibeli serta merta. Sebab, setiap atlet menggunakan busur panah yang spesifikasinya sesuai dengan tubuh mereka. Kalau memakai busur yang tidak sesuai, hal itu akan menyulitkan atlet. Asiefa misalnya. Busur miliknya tipe 66 dengan bobot 42 pound. Karena patah, dia meminjam busur milik rekannya dengan tipe 66 tetapi bobot 44 pound.
”Dari segi ukuran mungkin tidak terlalu bermasalah karena sama dengan busur yang pernah saya punya. Tetapi dari bobot, ini berbeda. Busur pinjaman ini lebih berat jadi cukup melelahkan ketika dipakai. Ini pasti memengaruhi konsentrasi ketika mau melepas anak panah,” kata Asiefa.
Masalah tempat latihan
Di pelatnas atletik, Ketua Umum PB PASI Bob Hasan menuturkan, mereka tidak pernah bisa berlatih leluasa selama ini. Selama ini, pelatnas di Stadion Madya, Senayan, selalu terganggu dengan agenda selain atletik, seperti sepak bola hingga kegiatan lain di luar olahraga. Bahkan, para atlet tidak bisa melangsungkan latihan di sana pada Jumat pagi karena ada kegiatan anak sekolah yang menyewa stadion tersebut.
”Kompleks GBK ini dibangun oleh Presiden Soekarno untuk Asian Games 1962 dan untuk pembinaan olahraga nasional. Stadion Madya ini dibangun untuk kegiatan atletik. Tapi, sejak Kompleks GBK dikelola sebagai Badan Layanan Umum (BLU), pengelola justru lebih mengutamakan rekanan yang membayar. Bahkan, itu justru sering mengorbankan pelatnas. Ini sangat memprihatinkan, apalagi kami ini berlatih untuk mengharumkan Indonesia,” ujar Bob.
Adapun tempat pelatnas lari jarak jauh di Perkebunan Teh Pangalengan, Jawa Barat terakhir direnovasi di pertengahan 1990an. Bahkan, pada Selasa (22/10/2019), penginapan atlet dan pelatih serta sejumlah rute latihan rusak karena dihantam pohon tumbang akibat diterpa angin kencang.
Atlet maupun pelatih sudah bertanya dengan pemangku desa dan pejabat perkebunan teh setempat agar jalur latihan dibenahi. ”Namun, pihak-pihak terkait itu tidak bisa berbuat banyak untuk membantu membenahi rute yang memang milik pihak perkebunan, tetapi sering pula dimanfaatkan warga setempat itu,” ujar atlet jalan cepat peraih tiga emas SEA Games Hendro Yap.
Bob menambahkan, mereka selama ini selalu berupaya mandiri untuk mengatasi setiap masalah-masalah yang masih bisa ditangani sendiri. Namun, untuk tempat latihan, mereka tidak bisa berbuat banyak. Untuk itu, mereka sangat butuh bantuan dari pemerintah. ”Tempat latihan ini sangat penting. Bagaimana atlet bisa mengembangkan kemampuannya kalau tidak bisa berlatih dengan nyaman dan tenang,” katanya.
Sementara itu, manajer pelatnas karate Jafar Djantang menyampaikan, mereka berharap program anggaran pelatnas dari pemerintah langsung ke cabang bisa terus dipertahankan. Selain itu, ia berharap pemberian anggaran yang dibagi dua tahap, yakni 70 persen dan 30 persen bisa lebih lancar. Saat ini, mereka masih menanti anggaran pelatnas 30 persen untuk membeli peralatan baru, membayar gaji atlet maupun pelatih, serta membayar kebutuhan akomodasi.
Akan mencari solsui
Zainudin mengutarakan, dirinya akan rutin melakukan kunjungan ke pelatnas. Hal itu penting untuk benar-benar mengetahui secara detail apa saja masalah ataupun kekurangan yang dirasakan selama pelatnas.
”Selama ini, kami mungkin sering mendengar masalah atau kekurangan yang ada di pelatnas. Sekarang, kami ingin mengeceknya secara langsung, mengetahui secara detail langsung dari sumbernya agar dapat informasi secara valid,” tutur Zainudin.
Dari semua masalah yang didengar dari tiga cabang itu, Zainudin menambahkan, apa yang bisa diselesaikan di tingkat Kemenpora akan segera diatasi. Anggaran untuk membeli peralatan latihan dan lomba di pelatnas panahan misalnya. Hal itu bisa diatasi dengan anggaran pelatnas 30 persen yang akan segera dicairkan dalam waktu dekat.
Namun, untuk yang tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat Kemenpora, Zainudin akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait lainnya. Penggunaan arena di Kompleks GBK, misalnya, perlu koordinasi dengan Kementerian Sekretaris Negara yang menaungi Pusat Pengelolaan Kompleks GBK.
Adapun penggunaan rute latihan di kawasan Pangalengan, itu perlu koordinasi dengan Kementerian BUMN karena perkebunan teh di sana di bawah naungan BUMN. ”Kami akan cari jalan keluar atas semua masalah itu. Namun, kami tidak bisa memutuskannya sekarang. Kami harus koordinasi internal maupun eksternal dengan pihak terkait yang lain. Yang jelas pelatnas tidak boleh terganggu karena itu ujung tombak pembinaan prestasi olahraga nasional,” ujar Zainudin.