JAKARTA, KOMPAS – Penangkapan sekitar 50 teroris dalam dua pekan terakhir dinilai berpotensi hadirkan serangan balasan jaringan teroris, terutama serangan yang dilakukan secara tunggal. Oleh karena itu, langkah penegakkan hukum yang telah dilakukan selama ini perlu dibarengi dengan pendekatan lunak untuk meredam radikalisme di masyarakat.
Selama akhir pekan ini, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI menangkap enam terduga teroris di sejumlah lokasi berbeda di Depok dan Bekasi, Jawa Barat. Mereka adalah BS (41), JF (34), AR alias Ali (27), RU (39), HC (33), dan SG (38). Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Minggu (27/12/2019), mengungkapkan, penangkapan mereka terkait sejumlah persiapan aksi teror yang telah dilakukan jaringan teroris itu.
Seluruh terduga teroris itu diketahui telah melakukan sumpah sebagai pengikut kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Selain itu, mereka juga telah melakukan pelatihan paramiliter di Gunung Ciremai, Bogor, Jawa Barat, 29 Maret lalu. Untuk perencanaan aksi teror, jaringan teroris itu juga telah merakit bahan peledak.
Terkait sejumlah penangkapan itu, pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menuturkan, sejumlah penangkapan itu tidak akan meredam keinginan jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) lain untuk melakukan aksi teror. Perencanaan aksi teror itu, lanjutnya, merupakan bentuk kebersamaan.
“Membalas penangkapan itu pasti dilakukan. Tetapi gerakan mereka lebih kepada aksi spoadis yang tidak terstruktur rapi dan tanpa komando,” ujar Huda.
Lebih lanjut, perencanaan aksi teror itu, tambahnya, dominan dikomunikasikan melalui kanal tertutup di aplikasi pesan instan, Telegram. Huda menilai, serangan pelaku tunggal dan sporadis cenderung lebih sulit diantisipasi dibandingkan serangan teror yang dilakukan secara berkelompok.
Pendekatan lunak
Menurut pengamat terorisme, Al Chaidar, negara terkesan lebih menyukai melakukan program deradikalisasi kepada narapidana teroris ataupun keluarga teroris. Padahal, lanjutnya, kelompok masyarakat yang belum terpapar radikalisme juga perlu diberikan pemahaman yang menyeluruh tentang paham kebangsaan dan keagamaan yang moderat.
Di tengah kondisi masyarakat urban yang tengah rajin melakukan pendidikan agama, katanya, jangan sampai masyarakat salah memahami esensi nilai keagamaan, sehingga memiliki pemahaman agama yang radikal.
“Pendekatan lunak lebih banyak lebih baik, sebab langkah kontra radikal lebih efektif untuk meredam masyarakat dari paparan radikalisme,” kata Chaidar.
Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adisaputra mengungkapkan, anak pelaku penusukan terhadap mantan Menteri Koordinator Polirik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Abu Rara, yakni RA (14) telah menjalani program deradikalisasi.
“Kami berharap melalui program itu, RA dapat kembali memiliki pemikiran yang baik dan tidak lagi berpemahaman radikal seperti orang tuanya,” ujar Asep.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.