Komitmen Pemerintah Perbaiki Tata Ruang Kalteng Dinilai Rendah
›
Komitmen Pemerintah Perbaiki...
Iklan
Komitmen Pemerintah Perbaiki Tata Ruang Kalteng Dinilai Rendah
Persoalan tata ruang di Kalimantan Tengah mengganggu kebutuhan ruang hidup masyarakat namun, pemerintah daerah dan pusat masih belum ada upaya maksimal untuk menyelesaikannya. Komitmen pemerintah daerah juga minim.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Persoalan tata ruang di Kalimantan Tengah mengganggu kebutuhan ruang hidup masyarakat namun, pemerintah daerah dan pusat masih belum ada upaya maksimal untuk menyelesaikannya. Komitmen pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan itu dinilai rendah.
Hal itu terungkap dalam Diskusi Publik tentang Pembangunan Daerah di Kepemimpinan Sugianto Sabran dan Habib Said Ismail yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Senin (28/10/2019). Diskusi serupa sebelumnya juga dilaksanakan di berbagai sektor seperti di Dinas Pendidikan, Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kepala Bappeda Yuren S Bahat mengungkapkan, persoalan utma tata ruang di Kalimantan Tengah adalah komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang minim. Selain itu, ia juga mengkritisi lambatnya pembuatan rancangan tata ruang di kabupaten.
“Memang kawasan hutan Kalteng 82 persen, ini masih jadi persoalan. Investasi juga terbentur ini,” ungkap Yuren.
Pada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015, kawasan hutan meningkat menjadi 82 persen sedangkan kawasan non hutan menyusut hingga 18 persen. Padahal pembukaan hutan dan lahan terus terjadi.
Memang kawasan hutan Kalteng 82 persen, ini masih jadi persoalan. Investasi juga terbentur ini, ungkap Yuren.
Yuren menambahkan, peraturan tersebut belum dirubah meskipun sudah ada perencanaan untuk direvisi pada tahun 2015 namun tidak berjalan. Pembahasan RTRWP baru akan dibahas kembali pada tahun 2020/
“Kami selalu berjuang, paling tidak ada yang namanya outline dari SK Kementerian Kehutanan, ada beberapa persen dikonversikan namun harus persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada mata rantai yang luar biasa panjang,” ungkap Yuren.
Meskipun demikian, Yuren optimis kalau persoalan tata ruang di Kalteng akan bisa selesai palagi salah satu putra terbaik Kalimantan Tengah menjadi Wakil Menteri LHK, yakni Alue Dohong.
“Kita sama-sama berdoalah, semoga 2020 Perda ini bisa ditinjau lagi, karena memang akan banyak menghambat,” ungkap Yuren.
Persoalan klasik
Menanggapi hal itu, dosen kajian politik pembangunan Universitas Palangka Raya Paulus Danang mengungkapkan, persoalan tata ruang merupakan persoalan klasik dari Kalteng menjadi provinsi hingga saat ini. Komitmen pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini pun ia nilai sangat minim karena persoalan dibiarkan berlarut-larut.
Tata ruang itu substansinya ada di kata tata-nya itu, jadi kalau ingin ditata maka harus diidentifikasi kebutuhan masyarakat, ini tidak terjadi, kata Paulus
Kawasan hutan yang ada dalam perda, lanjut Paulus, tidak menunjukkan kondisi ril di lapangan. “Tata ruang itu substansinya ada di kata tata-nya itu, jadi kalau ingin ditata maka harus diidentifikasi kebutuhan masyarakat, ini tidak terjadi,” ungkapnya.
Paulus mengungkapkan, tata ruang yang ada dibuat berdasarkan kepentingan investasi bukan kepentingan masyarakat. Di berbagai daerah masyarakat tidak bisa mengelola lahannya karena masuk dalam kawasan hutan, di satu sisi banyak juga ijin konsesi yang masuk dalam kawasan hutan meski sudah beroprasi.
“Karena dibuat seperti itu, dampaknya daya dukung lingkungan tidak lagi bisa menyangga kebutuhan masyarakat,” ungkap Paulus.
Di Desa Ulu Jejabo, 100 persen kawasan desa masuk dalam kawasan hutan. Warga desa pernah ditegur oleh aparat dan pemerintah daerah karena menggarap kebunnya sendiri.
"Iya kami sudah beberapa kali minta agar desa kami beserta wilayah kelola kami dikeluarkan dari hutan lindung dari pada semua warga desa ditangkap," ungkap Kepala Desa Ulu Jejabo Malano.