Pemangku Kepentingan Berkolaborasi Membuka Ruang Diskusi Pengelolaan Cagar Budaya
›
Pemangku Kepentingan...
Iklan
Pemangku Kepentingan Berkolaborasi Membuka Ruang Diskusi Pengelolaan Cagar Budaya
Mereka juga akan mendukung aktivitas pelestarian cagar budaya secara tepat dan bertanggung jawab. Hal itu untuk mendukung upaya menjaga keragaman budaya di Indonesia.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Empat organisasi profesi lintas sektor mendeklarasikan kesepakatan untuk pelestarian cagar budaya berkelanjutan. Langkah tersebut menjadi pintu masuk terbangunnya kolaborasi dan ruang-ruang diskusi dalam pengelolaan cagar budaya di daerah.
Keempat organisasi tersebut ialah Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI), Perkumpulan Ahli Arkeolog Indonesia (IAAI), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI). Mereka merasa memiliki kepentingan bersama melestarikan cagar budaya di Indonesia.
Ketua Umum IAAI W Djuwita S Ramelan di Jakarta, Senin (28/10/2019), mengatakan, dalam upaya pemajuan kebudayaan, dibutuhkan sebuah komitmen dan semangat bersama dari lintas sektor. Khususnya, komitmen yang menyangkut pelestarian cagar budaya berkelanjutan.
“Di tengah kemajuan teknologi dan ekonomi, kami melihat pemajuan cagar budaya di Indonesia berjalan lambat. Hal ini yang perlu dijadikan perhatian,” katanya Djuwita.
Untuk itu, AAI, IAAI, IAI, dan MSI merasa perlu mendeklarasikan kesepakatan. Pertama, mereka akan mempromosikan kepedulian dan rasa memiliki terhadap cagar budaya. Kesadaran tersebut, akan disebarkan melalui pendidikan pelestarian ke seluruh Indonesia.
“Kami akan mendorong para perwakilan di daerah untuk berkontribusi dalam pendidikan pelestarian, baik ditujukan kepada masyarakat maupun pemerintah,” kata Sekretaris Umum MSI Restu Gunawan.
Selain itu, mereka juga akan mendukung aktivitas pelestarian cagar budaya secara tepat dan bertanggung jawab. Hal itu untuk mendukung upaya menjaga keragaman budaya di Indonesia. Mereka juga sepakat untuk mengidentifikasi, melindungi, dan mempromosikan nilai-nilai kebhinekaan dalam upaya pelestarian tersebut.
“Kami akan memajukan proses berbagi pengetahuan tentang Cagar Budaya dan penyebarannya untuk peningkatan keilmuan dan keahlian masing-masing,” kata Ketua IAI Ahmad Djuhara.
Kesepakatan selanjutnya, mereka akan berperan aktif dalam advokasi kebijakan dan mengawasi praktik pelestarian. Selain itu, mereka berkomitmen untuk saling menghormati antarprofesi sesuai bidang dan keahliannya masing-masing dalam proses pelestarian budaya.
Perbedaan pandangan
Restu mengatakan, saat ini banyak bangunan cagar budaya di Indonesia yang kelestariannya terancam sebagai dampak pembangunan secara masif. Terlebih, eksis atau tidaknya cagar budaya kerap dipengaruhi oleh perbedaan pandangan dari masing-masing sektor.
"Kadang-kadang ada yang bertentangan mengenai cagar budaya. Apakah harus dihancurkan atau dilestarikan. Kesepakatan ini memberi ruang diskusi,” ujarnya.
Restu mengungkapkan, selama ini banyak bangunan cagar budaya di daerah seperti pasar atau situs yang dibongkar dengan alasan pembangunan. Oleh sebab itu, ia berharap agar tim ahli dari cagar budaya rela terjun memberikan pengertian kepada para pemangku kebijakan.
Kesepakatan ini memungkinkan masing-masing sektor yang kerap terlibat dalam urusan cagar budaya memiliki ruang untuk bermusyawarah. Hal tersebut dimaksudkan, agar ke depan muncul penyelesaian bersama terkait kisruh pengelolaan cagar budaya, terutama di daerah.
Restu menambahkan, peran organisasi profesi sejarah penting dalam memberikan narasi-narasi kepada para pemangku kebijakan. Sebab, ada nilai-nilai historis di balik sebuah peristiwa yang melekat dalam sebuah bangunan cagar budaya.