Pemerintah mengucurkan setidaknya Rp 10,1 triliun untuk lima destinasi wisata prioritas pada 2020. Anggaran berasal dari Kementerian PUPR sebesar Rp 7,6 triliun dan dari Kementerian Perhubungan Rp 2,5 triliun.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengucurkan setidaknya Rp 10,1 triliun untuk lima destinasi wisata prioritas pada 2020. Anggaran untuk infrastruktur pariwisata tersebut akan ditindaklanjuti dalam bentuk menarik investasi swasta, mengemas acara, dan promosi pariwisata.
Anggaran itu berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 7,6 triliun dan dari Kementerian Perhubungan Rp 2,5 triliun.
Lima destinasi wisata atau disebut Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas tersebut adalah Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado Bitung-Likupang.
Akhir pekan lalu, sejumlah menteri bertemu di Jakarta membahas rencana terkait pengembangan pariwisata Indonesia. Menteri yang hadir antara lain Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Minggu (27/10/2019), pada Januari-Agustus 2019 ada 10,87 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Jumlah kunjungan ini meningkat 2,67 persen secara tahunan.
Basuki mengatakan, infrastruktur lima destinasi wisata tersebut tidak mulai dari nol. Sebelumnya, pemerintah telah membangun sarana dan prasarana pendukung. Pada 2019, Kementerian PUPR telah mengucurkan Rp 1,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur.
Melalui pertemuan dengan beberapa menteri terkait pariwisata tersebut, Basuki berharap para menteri yang lain mengerti program pembangunan yang telah dan akan dikerjakan. Dengan informasi tersebut, diharapkan program yang disusun dengan memanfaatkan infrastruktur tersebut dapat segera dibuat.
”Pembangunan di lima destinasi itu harus selesai pada akhir tahun 2020. Ini bukan berangkat dari nol. Investasi ini harus bisa dimanfaatkan Kementerian BUMN dan Pariwisata agar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Basuki.
Menurut Budi Karya, rencana kegiatan untuk mendukung pengembangan lima destinasi wisata telah disusun. Dengan pertemuan bersama, kemungkinan inisiatif baru pada masa mendatang lebih terbuka. Inisiatif itu, misalnya, rencana pengembangan di satu destinasi wisata yang dapat diterapkan di lokasi yang lain.
Sesuai budaya
Wishnutama menyampaikan, pihaknya akan membuat konsep atau ide acara yang sesuai dengan setiap destinasi wisata. Sebab, yang diperlukan bukan hanya membuat acara, melainkan juga harus disesuaikan dengan budaya setempat.
”Itu, kan, bukan hanya kegiatan, melainkan juga bagaimana mengemasnya, lalu mempromosikan destinasi itu dengan cara berbeda di era digital ini. Kira-kira perlu waktu dua bulan untuk memikirkan semua itu,” kata Wishnutama.
Menurut Erick, BUMN tidak hanya menjadi lokomotif pembangunan, tetapi juga harus membangun hal yang sehat dengan pihak swasta, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk itu, sinergi diperlukan agar investasi berupa infrastruktur yang telah dibangun berfungsi maksimal.
Sementara itu, menurut Bahlil, pembangunan infrastruktur oleh pemerintah akan diikuti dengan kepastian investasi bagi swasta. Melalui peta jalan dan arah yang jelas, Bahlil meyakini pembangunan dapat dilaksanakan.
Secara terpisah, Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati berpandangan, pengembangan pariwisata untuk mendorong ekonomi sudah tepat. Sebab, kendati perekonomian global melambat, mobilitas orang di dunia tetap besar. Sementara Indonesia memiliki modal wisata yang kuat, terutama alam dan budaya.
Meski demikian, menurut Enny, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, misalnya koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Hal yang tak kalah penting adalah menambah penerbangan langsung menuju destinasi wisata untuk menyingkat waktu tempuh wisatawan.
Enny juga mengingatkan untuk membangun budaya pariwisata bagi pelaku atau masyarakat sekitar destinasi wisata. Dengan cara itu, masyarakat akan lebih ramah atau bersahabat terhadap wisatawan. Begitu juga harga produk di kawasan wisata mesti seragam atau tidak berbeda jauh dengan harga di luar kawasan wisata.
”Muaranya adalah nilai tambah. Sebab, tujuan dari wisata adalah pengeluaran wisatawannya. Jadi, lama waktu menjadi penting. Kalau datang hanya sehari dan dengan menggunakan maskapai asing, ya, manfaatnya kecil,” kata Enny.
Data BPS menunjukkan, rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel bintang di Indonesia mencapai 1,84 hari pada Agustus 2019. (NAD)