Kerja Sama dengan Huawei, BSSN Jamin Keamanan Siber Indonesia
›
Kerja Sama dengan Huawei, BSSN...
Iklan
Kerja Sama dengan Huawei, BSSN Jamin Keamanan Siber Indonesia
Kerja sama dengan Huawei pun dikatakan untuk menjaga netralitas teknologi. Sebelumnya pada 2018, BSSN juga telah menjalin kerja sama serupa dengan perusahaan teknologi Amerika Serikat, Cisco.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Badan Siber dan Sandi Negara dengan PT Huawei Tech Investment, perusahaan teknologi China resmi menjalin kerja sama bidang keamanan siber. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu mengembangkan kompetensi teknologi.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian menyampaikan, kerja sama Indonesia bidang teknologi harus tetap sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan politik luar negeri bebas aktif. Artinya, Indonesia akan bekerja sama dengan semua negara dan industri selama tidak membahayakan dan merugikan negara.
Paparan ini disampaikan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara BSSN dengan Huawei dalam rangka “Pengembangan Keamanan Siber”. Acara ini juga dilanjutkan dengan workshop “Early Warning System in Cyberspace: A Fully Connected and Intelligent Indonesia” di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Hadir sebagai narasumber, antara lain, Direktur Deteksi Ancaman BSSN Sulistyo, CEO Huawei Indonesia Jeckie Chen, Global Cybersecurity and Privacy Protection Office Huawei Technologies Robin Wang, Kepala Subdirektorat III Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Kurniadi, dan Pelaksana Tugas Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemkominfo Anthonius Malau.
Hinsa mengatakan, selama setahun ke depan, kerja sama dengan Huawei akan berfokus pada pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan workshop. Selain itu, menjadi sarana kolaborasi dalam pengembangan riset di bidang keamanan siber.
“Penandatanganan nota kesepahaman menjadi komitmen BSSN dalam upaya meningkatkan keamanan siber nasional dan melakukan kolaborasi serta sinergitas dengan semua pihak. Sebab, era revolusi industri 4.0 tidak serta-merta meningkatkan produktivitas tetapi potensi ancaman di ruang siber juga meningkat,” ujar Hinsa.
Kurniadi memaparkan, data tindak pidana siber di Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahun. Mulai dari 2.069 kasus (2015), 3.110 kasus (2016), 3.109 kasus (2017), 4.360 kasus (2018), dan hingga Agustus 2019 sudah ada 3.429 kasus.
Jeckie Chen mengatakan, kehadiran kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) juga dapat membawa risiko dalam bidang keamanan komputasi. Namun, AI juga dapat dimanfaatkan sebagai peranti dasar membangun sistem pertahanan siber.
“Mulai dari pengembangan sistem deteksi dini malware hingga mengantisipasi serangan ke jaringan komputasi sehingga dapat memperkokoh strategi keamanan siber dan meningkatkan respon terhadap ancaman keamanan. Sebab, AI mampu menganalisis, mengobservasi, dan mendeteksi kejanggalan di jaringan secara cerdas,” kata Chen.
Tingkatkan kewaspadaan
Sulistyo tidak menampik bahwa kerja sama dengan Huawei bukan tanpa risiko, juga kerja sama dengan negara-negara lain. Oleh sebab itu, BSSN akan terus waspada dan meningkatkan kapabilitas untuk menjamin keamanan siber negara.
“BSSN akan meningkatkan kapabilitasnya untuk menguji peralatan-peralatan (elektronik dari Huawei) itu ada backdoor-nya atau tidak. Kami tidak mau mempertaruhkan hal ini untuk menjaga keamanan ruang siber kita,” tuturnya.
Secara sederhana, backdoor merupakan portal rahasia yang digunakan oleh peretas atau badan intelijen untuk mendapatkan akses gelap ke sebuah laman atau sistem komputer. Melalui backdoor, pencurian data dapat terjadi.
Menurut Sulistyo, penandatanganan nota kesepahaman juga untuk memberikan kesempatan bertukar informasi, termasuk soal backdoor dari Huawei. “Bagaimana kami bisa memastikan ini benar atau salah (soal backdoor), ini akan menjadi ruang dialog. Kalau kita tidak melakukan kerja sama, maka ruang itu menjadi tertutup,” ucapnya.
Kerja sama dengan Huawei pun dikatakan untuk menjaga netralitas teknologi. Sebelumnya pada 2018, BSSN juga telah menjalin kerja sama serupa dengan perusahaan teknologi Amerika Serikat, Cisco.
“Perang dagang di luar itu adalah antara dua negara, China-AS, tetapi kita tidak mau juga peluang bekerja sama dengan kedua negara ini jadi lewat begitu saja. Maka mengenai kekhawatiran isu backdoor itu tetap menjadi sebuah kewaspadaan pemerintah, dalam hal ini BSSN,” tegas Sulistyo.
Catatan Kompas, pada Mei 2019, Google Inc menghentikan kerja sama bisnis dengan Huawei setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memasukkan Huawei dalam daftar hitam perdagangan AS. Meski Huawei telah membantah, namun AS menuduh peranti jaringan Huawei bisa dimanfaatkan China untuk memata-matai AS.
Robin Wang menegaskan, keamanan siber merupakan prioritas utama dari Huawei. Menurutnya, ekosistem dalam menjaga keamanan siber memerlukan kolaborasi, termasuk antara Huawei dengan BSSN.
“Kami (Huawei) sangat ahli dalam inovasi teknologi, mulai dari industri, pengetahuan, hingga potensi-potensi risiko yang dapat muncul. Sementara Indonesia memiliki sumber daya manusia yang besar sehingga kita bisa saling berbagi pengetahuan,” ujarnya.
Sebagai sebuah perusahaan, Wang menyatakan komitmennya untuk membangun kepercayaan dan kualitas tinggi dalam setiap infrastruktur teknologi. Solusi dari setiap permasalahan yang muncul pun akan terus dikembangkan.