Kongkalikong Proyek Asrama Haji Jambi Rugikan Negara Rp 11 Miliar
›
Kongkalikong Proyek Asrama...
Iklan
Kongkalikong Proyek Asrama Haji Jambi Rugikan Negara Rp 11 Miliar
Kongkalikong tujuh pejabat dan pengusaha membuat proyek pembangunan Asrama Haji Provinsi Jambi mangkrak. Pembangunan gedung hanya selesai 2 dari 5 lantai yang ditargetkan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Kongkalikong tujuh pejabat dan pengusaha membuat proyek pembangunan Asrama Haji Provinsi Jambi mangkrak. Pembangunan gedung hanya selesai 2 dari 5 lantai yang ditargetkan. Negara dirugikan Rp 11,78 miliar akibat proyek itu.
”Pembangunan itu tidak selesai. Kondisi bangunan mangkrak sehingga tidak dapat digunakan oleh jemaah haji,” ujar Komisaris Besar Thein Tabero, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi, dalam jumpa pers di Jambi, Selasa (29/10/2019).
Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Polda Jambi Ajun Komisaris Besar Ade Dirman menambahkan, kongkalikong di antara ketujuh pejabat itu mulai diendus setelah adanya laporan masyarakat. Masyarakat mencium indikasi pembangunan bermasalah.
Pembangunan yang dinamai Proyek Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji Provinsi Jambi itu menggunakan dana APBN Rp 51,05 miliar. Proyek tersebut baru berjalan setahun dan berhenti pada 2017.
Tim penyidik mendapati banyak pekerjaan belum selesai saat mengecek lokasi proyek. Investigasi teknis oleh tim ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pun menyatakan hal serupa. Pekerjaan baru tuntas 64 persen. Pembangunan ditargetkan 5 lantai, tetapi baru selesai untuk 2 lantai. Lift pun belum ada.
Selasa ini, berkas penyidikan dan ketujuh tersangka diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jambi. Ketujuh tersangka itu adalah TR selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jambi periode 2015-2017; D yang menjabat anggota staf Bidang Haji Kanwil Kemenag Provinsi Jambi, ED selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan Kanwil Kemenag, Mul selaku Direktur PT Guna Karya Nusantara (GKN) Cabang Banten, HT selaku subkontraktor proyek, HJA selaku pemilik proyek, dan BM sebagai pemodal proyek itu.
Ade menjelaskan, saat pekerjaan baru tercapai 64 persen, Kemenag sudah mengucurkan lebih dari 92 persen dana kepada PT GKN Cabang Banten selaku kontraktor. ”Jika terlihat dari luar seolah (proyek) sudah selesai dibangun, tapi saat dilihat bagian dalamnya ternyata banyak yang belum dikerjakan,” katanya.
Timnya pun mendapati terpilihnya PT GKN sebagai pemenang tender merupakan hasil persekongkolan antara pejabat dan pengusaha. ”Ini sudah di-setting dari awal,” ucapnya.
Jika terlihat dari luar seolah sudah selesai dibangun, tapi saat dilihat bagian dalamnya ternyata banyak yang belum dikerjakan.
Mantan kepala kanwil selaku kuasa pengguna anggaran terlebih dahulu menggandeng rekanan, yakni subkontraktor, untuk mencari calon pemenang tender. Dari situlah ada kesepakatan agar pemenang tender digiring pada PT GKN. Ketujuh tersangka diketahui lebih dari 10 kali bertemu untuk menyusun proses kemenangan perusahaan itu.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jambi mengaudit kerugian negara atas mangkraknya proyek mencapai Rp 11,78 miliar. Adapun dana yang telah disita oleh negara mencapai Rp 210 juta.
Sesuai dengan KUHP Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 55 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dapat dikenai ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Dendanya paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.