Saat Ini Peradaban dan Budaya Indonesia di Titik Terendah
›
Saat Ini Peradaban dan Budaya ...
Iklan
Saat Ini Peradaban dan Budaya Indonesia di Titik Terendah
Peradaban Bangsa Indonesia saat ini dinilai mengalami kemunduran sangat drastis. Kemunduran ini tidak hanya dari cara berperilaku melainkan juga material budaya yang dihasilkan seperti puisi, tarian dan karya seni lain.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Peradaban Bangsa Indonesia saat ini dinilai mengalami kemunduran pada tingkat yang sangat drastis. Kemunduran ini tidak hanya dari cara berperilaku melainkan juga material budaya yang dihasilkan seperti puisi, tarian, dan karya budaya lainnya.
Kondisi ini mengundang keprihatinan sejumlah tokoh yang terdiri dari cendekiawan, rohaniawan, tetua adat, budayawan, dan ilmuwan. Mereka menyatakan kondisi peradaban dan kebudayaan Bangsa Indonesia saat ini sudah kritis. Mereka pun berupaya dengan mufakat mengidentifikasi persoalan dasar yang terjadi untuk mengembalikan jati diri bangsa dalam berbudaya.
Pendiri dan Koordinator Mufakat Budaya Indonesia Radhar Panca Dahana menyatakan, produk budaya Indonesia saaat ini mengalami kemerosotan pada tingkat yang sangat drastis, bahkan berada di tingkat terendah dalam peradaban bangsa ini.
“Kegentingan yang terjadi sekarang sudah terjadi di seluruh sektor kehidupan masyarakat. Keadaban bangsa Indonesia itu merosot dan hancur. Bangsa ini harus tahu kondisi sebenarnya sehingga bisa bergerak dan berubah untuk kembali menjadikan budaya sebagai pondasi dalam berkehidupan, mulai dari berbisnis, beragama, berilmu, berinteraksi, dan berpolitik,” ujarnya di sela-sela pembukaan Temu Nasional 2019 yang diselenggarakan Mufakat Budaya Indonesia di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Pada acara yang diselenggarakan selama tiga hari, mulai Selasa sampai Kamis (31/10/2019) ini akan membahas lima pokok pikiran yang dinilai menjadi masalah krusial di Indonesia. Lima hal itu tekait dengan papua, radikalisme, keunggulan sumber daya manusia, dunia baru dalam industri 4.0, serta adab dan budaya Indonesia.
Melalui pertemuan yang dihadiri sekitar 50 tokoh dari seluruh Indonesia ini diharapkan bisa mengidentifikasi persoalan dasar di Indonesia dan mendapatkan solusi praktis berbasis budaya. Solusi tersebut kemdian akan direkomendasikan ke penyelenggara utama negara.
Bangsa ini harus tahu kondisi sebenarnya sehingga bisa bergerak dan berubah untuk kembali menjadikan budaya sebagai pondasi dalam berkehidupan, mulai dari berbisnis, beragama, berilmu, berinteraksi, dan berpolitik
Menurut Radhar, kondisi kritis kebudaya bangsa kita dapat terlihat melalui keadaban masyarakat yang kian rusak. Pada pemberitaan di media misalnya, tidak jarang diperlihatkan seorang anak yang membunuh orangtuanya karena hal sepele seperti salah dibelikan jenis telepon genggam. “ Masyarakat harus disadarkan dengan realitas kondisi yang terjadi. Jangan malah terbuai dengan kemakmuran dan kemajuan serta harapan-harapan masa depan yang sifatnya hanya ilusi,” ucapnya.
Gusti Kanjeng Ratu Hemas, permaisuri Sultan Hamengku Buwono X, yang turut hadir dalam Temu Nasional Mufakat Budaya Indonesia tersebut berpendapat, fenomena yang terjadi di masyarakat tidak terlepas dari kontrol budaya yang semakin merenggang. Pembangunan sumber daya manusia Indonesia tidak boleh dilepaskan dari dasar budaya yang telah terbentuk sejak bangsa ini lahir.
Ia menuturkan, penanaman nilai budaya seharusnya lebih diperkuat dengan pendekatan keluarga. “Pemerintah saat ini gencar membicarakan sumber daya manusia yang unggul. Namun, jika tidak berbudaya akan percuma. Masyarakat harus kembali menggali budaya sendiri. Semua harus berperan, terutama dari masing-masing keluarga,” katanya.
Ketua Umum Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat, Puti Reno Raudhatuljannah Thaib menambahkan, pendakatan budaya adalah solusi terbaik dalam mengatasi berbagai persoalan di Indonesia. Keyakinan akan keragaman budaya merupakan kunci pemersatu bangsa.
“Pendekatan yang difokuskan pada aspek ekonomi akan berujung pada untung-rugi. Sebagian kecil masyakat akan diuntungkan tetapi sebagian besar lainnya akan dirugikan. Begitu pula dengan pendekatan politik yang cenderung berujung pada kekuasaan. Sementara pendekatan budaya akan berujung pada silaturahmi. Untuk itu, persoalan bangsa harus diselesaikan dengan pendekatan budaya yang spesifik yang tidak bisa disamaratakan antarsatu daerah ke daerah lain” tuturnya.