Visi Presiden, Hak Veto, dan Prabowo
Saat rapat perdana Kabinet Indonesia Maju di Istana, Kamis (24/10/2019), sehari berselang, Presiden kembali menegaskan, tidak ada visi-misi menteri.
Presiden Jokowi menekankan tak ada visi-misi menteri, tetapi yang ada ialah visi-misi presiden-wapres. Presiden memberi hak veto kepada menteri koordinator apabila ada kebijakan menteri yang tak sesuai visi-misi presiden.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama para menteri dalam Kabinet Indonesia Maju duduk di tangga Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Saat itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan pesan bahwa, dalam menjalankan roda pemerintahan, tidak ada visi-misi menteri, yang ada ialah visi-misi presiden dan wakil presiden.
Presiden Jokowi tidak hanya sekali menyinggung perihal visi-misi menteri. Saat rapat perdana Kabinet Indonesia Maju di Istana, Kamis (24/10), sehari berselang, Presiden kembali menegaskan, tidak ada visi-misi menteri.
Presiden Jokowi juga sempat menyebutkan, pada pemerintahan periode 2015-2019, ada beberapa menteri yang belum memahami hal itu. Setelah itu, Presiden Jokowi juga meminta agar semua kementerian tidak bekerja sendiri, saling bekerja sama, dan tidak mengedepankan ego sektoral.
Tidak hanya sampai di situ, Presiden juga memberi hak veto kepada para menteri koordinator (menko). Para menko, yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto; Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan; Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy; dan Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, bisa sewaktu-waktu mengintervensi kebijakan para menteri di bawah naungannya jika dipandang bertentangan dengan konsep dan visi-misi presiden-wapres.
Terkait hal itu, di Kabinet Indonesia Maju, salah seorang menteri yang mendapat perhatian pengamat ialah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang dinilai berbeda dari menteri-menteri lainnya. Ia memimpin partai politik yang selama lima tahun terakhir menjadi simbol ”oposisi” terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Sebagai calon presiden (capres), Prabowo juga pernah berkompetisi dengan Presiden Jokowi di Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.
Dengan latar belakang sebagai kandidat capres, Prabowo memiliki konsep pemikiran dan visi-misi sendiri di bidang pertahanan dan keamanan. Konsep itulah yang selama proses lobi-lobi Partai Gerindra ke Presiden Jokowi dijadikan faktor penentu dalam memutuskan apakah Gerindra bergabung ke pemerintahan Jokowi-Amin.
Mengutip kata-kata elite Partai Gerindra sebelum ada kepastian Gerindra masuk ke dalam pemerintahan Jokowi, ”jika konsep yang diajukan Prabowo diterima Presiden Jokowi, Gerindra menjadi bagian dari pemerintah. Jika tidak, Gerindra akan tetap mengambil posisi sebagai penyeimbang di luar pemerintahan”.
Kini, Gerindra dan Prabowo sudah masuk ke pemerintahan. Dengan pesan khusus dari Presiden Jokowi agar menteri tidak mengusung visi-misi sendiri, bagaimana ruang gerak Prabowo ke depan?
Kepala Pusat Kajian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menilai, langkah Presiden memberikan hak veto kepada para menko itu secara umum dapat dilihat sebagai upaya untuk menjamin efektivitas dan kelancaran pemerintahan periode keduanya. Apalagi, ia memiliki target yang ambisius untuk lima tahun ke depan.
Namun, secara politis, langkah itu juga bisa menunjukkan bahwa Presiden Jokowi juga sedang mengantisipasi konsekuensi dan risiko yang bisa saja dihadapinya dengan mengajak rival politiknya, Prabowo, masuk dalam pemerintahan.
Apalagi, Prabowo memegang pos kementerian strategis dengan anggaran paling tinggi pada 2020, yakni Rp 127,3 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu Rp 120,2 triliun.
”Ini semacam peringatan bahwa Anda adalah pembantu Presiden. Ini bisa dilihat sebagai salah satu cara Jokowi mengingatkan untuk tidak kebablasan,” kata Firman.
Bukan pengendalian
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto meyakini, dalam sistem presidensial, semua menteri, termasuk Prabowo, menyadari posisinya sebagai pembantu presiden yang otomatis juga harus tunduk kepada presiden. Namun, ia menampik anggapan bahwa hak veto yang diberikan kepada menteri koordinator menjadi bentuk pengendalian Presiden Jokowi agar para menterinya tidak memakai visi-misi sendiri.
”Kalau ada spekulasi bahwa ini sebagai bentuk pengendalian, itu berlebihan karena konstruksi sistem yang ada menegaskan bahwa, toh, menteri itu memang pembantu presiden dan harus tunduk pada presiden. Mereka menjabarkan visi-misi presiden, bukan visi-misinya sendiri,” katanya.
Terkait konsep yang pernah ditawarkan Prabowo ke Jokowi dalam proses lobi-lobi sebelum ini, Hasto mengatakan, tidak ada masalah jika konsep Prabowo diterima. Karena pada dasarnya tak ada perbedaan visi-misi pertahanan dan keamanan antara Prabowo dan Jokowi. ”Pak Prabowo mempertajam visi-misi Pak Jokowi, tidak mengubah,” kata Hasto.
Namun, arah fokus konsep pertahanan Prabowo dengan Presiden Jokowi saat kampanye Pemilu 2019 tampak sedikit berbeda. Jika berkilas balik pada momen debat capres putaran keempat seputar isu pertahanan-keamanan, 30 Maret 2019, Jokowi dan Prabowo sempat berdebat seru terkait konsep masing-masing.
Misalnya, Jokowi menyampaikan, invasi dari negara lain ke Indonesia dapat dikatakan tidak ada dalam waktu 20 tahun ke depan. Pernyataan itu langsung disambut kritikan Prabowo, yang beranggapan, dalam pertahanan keamanan, tidak boleh ada anggapan bahwa tidak akan ada perang. Prabowo memakai adagium dalam bahasa Latin, si vis pacem, para bellum yang artinya ”kalau menghendaki damai, bersiaplah untuk perang”.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menuturkan, dengan dilantiknya Prabowo menjadi menteri di kabinet Jokowi-Amin, artinya, Presiden sudah menerima konsep dan visi-misi yang disodorkan Prabowo. Visi-misi Prabowo, menurut Dasco, sudah menjadi visi-misi Jokowi sehingga tak bisa lagi disebut sebagai konsep menteri.
Ia menjamin Prabowo tidak akan bergerak sendiri dan akan segera menyusun program-program kerja di bidang pertahanan keamanan yang akan dilaporkan dan dikonsultasikan secara berkala ke Presiden Jokowi.
Dasco juga meyakini ruang gerak Prabowo tidak akan jadi terbatas. ”Tidak ada pembatasan karena konsep (Pak Prabowo) sudah diterima. Tinggal didiskusikan bagaimana pematangan konsep dan implementasinya. Sebagai pembantu Presiden, Pak Prabowo tentu akan berkoordinasi dengan Presiden,” kata Dasco.
Akhir debat capres keempat tentang pertahanan, Maret 2019, ditutup dengan manis. Prabowo dan Jokowi saling melempar pujian dan menyebut satu sama lain sebagai sahabat. Jokowi mengatakan, persahabatannya dengan Prabowo tidak akan pernah berakhir, tidak seperti rantai sepeda yang bisa putus.
Debat itu ditutup dengan keduanya bertemu di tengah panggung dan saling bersalaman. Seolah menggenapi gestur saat itu, delapan bulan kemudian, dari lawan debat, pengkritik, dan rival politik, Prabowo kini bertransformasi menjadi menteri di kabinet Jokowi. Lantas bagaimana kinerja Prabowo nantinya sebagai Menteri Pertahanan? Waktu yang akan menjawabnya....