JAKARTA, KOMPAS - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio mengatakan, penyediaan infrastruktur dasar dan infrastruktur pasar dibutuhkan untuk menarik investasi, termasuk penanaman modal asing, ke Indonesia. Reformasi birokrasi, deregulasi, dan penyiapan sumber daya manusia kompetitif akan kian melengkapi kedua syarat tersebut.
"Infrastruktur dasar ini berkaitan dengan aksesibilitas bahan bahan baku dan energi; termasuk listrik dan gas industri," kata Andry di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Terkait infrastruktur pasar, Andry menuturkan, investasi asing diharapkan tidak hanya menyasar pasar domestik tetapi juga pasar ekspor. "Investasi berorientasi ekspor dapat didukung market intelligence cukup kuat yang biasanya dipelopori beberapa kedutaan besar atau atase perdagangan," katanya.
Menurut Andry, kedutaan besar atau atase perdagangan dapat memetakan pasar potensial di luar negeri bagi produk industri dalam negeri.
Andry menambahkan, investasi berorientasi peningkatan nilai tambah atau hilirisasi industri sumber daya alam dan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja masih dibutuhkan Indonesia.
Terkait RCEP Andry mengatakan skema tersebut merupakan bagian keinginan China tidak berdagang sendirian, tetapi juga mengajak ASEAN masuk ke dalamnya. "Permasalahannya saya belum melihat strategi yang cukup baik dari Indonesia untuk menghadapi RCEP ini," ujarnya.
Andry berpendapat yang perlu dikejar sekarang, saat perdagangan tidak lagi mengarah ke globalisasi, tetapi cenderung protektif, adalah membangun perjanjian perdagangan bebas bilateral dengan mitra dagang potensial.
"Peta perdagangan sudah berubah lagi. Perjanjian regional, menurut saya, cenderung mulai dilihat sebagai ketidakuntungan bagi beberapa negara. Mereka ingin bilateral," kata Andry.
Dia menuturkan langkah ini juga dilakukan negara lain. Amerika Serikat, misalnya, pun mulai meninggalkan TPP (Trans Pacific Partnership) yang berbasis regional.
Melalui perjanjian kemitraan ekonomi menyeluruh Indonesia dan Australia, Andry mencontohkan, kedua negara dapat saling menguntungkan. Di sisi lain kesesuaian produk industri dalam negeri harus dipenuhi apabila ingin menyasar pasar negara mitra.
"Ketika ingin memasuki pasar Australia, misalnya, produk otomotif Indonesia harus memenuhi standar emisi yang sesuai di sana," kata Andry.(CAS)