Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta pelaku industri kelapa sawit nasional selalu berupaya meningkatkan produktivitas. Dia secara khusus mengarah pada perkebunan kelapa sawit rakyat.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta pelaku industri kelapa sawit nasional selalu berupaya meningkatkan produktivitas. Dia secara khusus mengarah pada produktivitas perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh petani.
Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola rakyat diperkirakan mencapai 42 persen. Rata-rata tingkat produktivitas kebun rakyat sekitar 20 ton tandan buah segar (TBS) per hektar per tahun atau kurang. Sementara rata-rata tingkat produktivitas lahan kelapa sawit milik perusahaan berskala besar mencapai 25 ton TBS per hektar per tahun.
”Saya minta Menteri Pertanian agar peremajaan perkebunan kelapa sawit terus ditingkatkan. Target luas lahan yang harus diremajakan sampai akhir tahun 2019 sekitar 185.000 hektar harus dapat terealisasi. Hambatan-hambatan administrasi bisa diselesaikan,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada Konferensi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Ke-15 (Indonesia Palm Oil Conference/IPOC) 2019 di Nusa Dua, Bali, Kamis (30/10/2019) pukul 09.00 Wita.
Wakil Presiden mengapresiasi upaya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) yang memberikan penghargaan kepada petani yang berhasil meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit. ”Upaya seperti ini perlu dilanjutkan,” ujarnya.
Wakil Presiden juga menyinggung perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit secara menyeluruh sehingga produktivitas menjadi tinggi. Pemerintah daerah mesti berperan serta untuk mendorong petani bermitra dengan perusahaan agar produktivitas lahan meningkat.
Selain produktivitas lahan kelapa sawit, hilirisasi industri kelapa sawit dinilai penting. Beberapa produk hilir berbahan baku minyak kelapa sawit, seperti biofuel dan makanan, memiliki peluang pengembangan dan pasar. Oleh karena itu, pemerintah menjanjikan dukungan di sisi iklim investasi.
”Pemakaian minyak kelapa sawit untuk mendukung kebutuhan energi terbarukan penunjang listrik dan green gasoline, misalnya,” kata Wapres.
Sejauh ini, lanjut Wapres, kebijakan pemanfaatan minyak kelapa sawit untuk B20 berjalan dengan baik. Sebagai gambaran, serapan minyak kelapa sawit untuk B20 saat ini mencapai sekitar 4 juta ton dan sampai akhir tahun diperkirakan mencapai 6,4 juta ton. Sementara terkait program B30, realisasi kebijakannya dimulai awal tahun 2020 dan diharapkan bisa menyerap produksi minyak kelapa sawit mencapai sekitar 3 juta ton.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menambahkan, pascamoratorium pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, meningkatkan produktivitas menjadi keharusan. Produktivitas kebun rakyat bisa ditingkatkan melalui kemitraan dengan perusahaan.
Petani yang sebelumnya sudah melakukan cara itu bisa memperbarui kemitraan. ”Penggunaan lahan kelapa sawit yang ada bisa melalui cara ekstensifikasi agar produktivitas lahannya pun naik,” ujarnya.
Salah satu kendala pengembangan industri kelapa sawit adalah soal status lahan. Yayasan Auriga Nusantara antara lain menemukan 528 hak guna usaha (HGU) milik korporasi berada di kawasan hutan. Peninjauan ulang perizinan dan penegakan hukum yang tegas bisa menjadi preseden dan lahan tersebut prospek menjadi obyek reforma agraria bagi masyarakat sekitar perkebunan yang memiliki lahan kecil.
Data Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan terdapat 16,9 juta ha perkebunan sawit yang sebagian tumpang tindih HGU dengan izin pertambangan (3,01 juta ha), izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman industri (534.000 ha), izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (349.000 ha), dan kubah gambut (801.000 ha). Dari total kebun sawit tersebut, 3,4 juta ha berada di kawasan hutan (Kompas, 27/8/2019).