Para calon Ketua Umum PSSI bisa saja mengeluarkan berbagai gagasan untuk memperbaiki pengelolaan sepak bola. Namun, masih ada pesimisme bahwa gagasan-gagasan itu bisa terealisasi.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Upaya melakukan perubahan besar dan pembersihan di tubuh PSSI menjadi harapan penggemar sepak bola Tanah Air sejak lama. Janji-janji manis untuk menuntaskan misi itu pun sudah disampaikan oleh 9 dari 11 calon Ketua Umum PSSI periode 2019-2023, Rabu (30/10/2019) di Jakarta. Kini, publik tinggal menagih janji perubahan itu.
Janji-janji itu disampaikan dalam diskusi ”Mencari Ketua PSSI yang Ideal” yang diselenggarakan oleh Seksi Wartawan Olahraga Persatuan Wartawan Indonesia Pusat dan PSSI Pers di Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta. Ini menjadi panggung bagi para calon untuk menyampaikan visi dan misi mereka sebelum digelarnya Kongres Luar Biasa PSSI dengan agenda utama pemilihan pengurus baru, Sabtu (2/11/2019) di Jakarta.
Sembilan calon yang hadir adalah Arif Putra Wicaksono, Aven S Hinelo, Benhard Limbong, Benny Erwin, Fary Djemy Francis, Rahim Soekasah, Sarman, Vijaya Fitriyasa, dan Yesayas Oktavianus. Dua calon lainnya, yaitu La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Mochamad Iriawan, tidak hadir.
La Nyalla sudah menarik diri dari bursa pemilihan sedangkan Iriawan atau Iwan Bule berhalangan hadir.
Gagasan perubahan
Kesembilan calon yang hadir masing-masing menyampaikan gagasan perubahan. Arif, misalnya, berencana menggandeng klub-klub Eropa untuk asistensi dan menerapkan video asisten wasit (VAR).
Bernhard ingin membuat kawah candradimuka bagi para pemain lokal di Papua, sedangkan Benny ingin mewajibkan setiap klub memiliki akademi untuk mencetak pemain baru.
Para calon juga mencoba mencari solusi untuk mengatasi persoalan lama sepak bola nasional seperti pengaturan skor, kerusuhan suporter, dan jebloknya prestasi tim nasional. Terkait pengaturan skor, Aven mengatakan PSSI harus lebih dulu menyehatkan klub-klub yang berkompetisi dan memperhatikan integritas di dalam organisasi.
Adapun Yesayas mengingatkan, ”Soal pengaturan skor jangan dilihat puncaknya saja, lihat juga prosesnya. Pangkas dari akarnya sehingga bisa hilang.”
Semua calon juga sepakat, berbagai kerusuhan yang terjadi bukan semata-mata kesalahan suporter. Kerusuhan di Yogyakarta ketika PSIM bertemu Persis Solo pekan lalu, disusul saat Persebaya Surabaya menjamu PSS Sleman, Selasa (29/10) adalah contohnya.
Sarman mengatakan suporter adalah jantung sepak bola, sehingga perlu dirangkul. Adapun Rahim menilai edukasi terhadap suporter tidak boleh terputus.
Para calon sudah mengeluarkan gagasan-gagasan untuk perubahan walaupun beberapa di antaranya belum sampai pada langkah-langkah konkretnya. Namun, muncul pesimisme bahwa gagasan tersebut bakal sulit terwujud.
Pesimisme
“Jujur saya pesimistis karena lingkungan di PSSI sudah telanjur dikuasai orang-orang lama yang terbukti sudah gagal,” kata Ketua Forum Diskusi Suporter Indonesia, Helmi Atmaja, yang menjadi salah satu panelis dalam acara tersebut. Orang-orang lama itu bahkan muncul dalam daftar orang-orang yang akan dipilih sebagai pengurus baru dalam KLB nanti.
Pesimisme ini sebenarnya sudah muncul di benak publik sejak PSSI menggelar KLB pada Juli lalu di Ancol, Jakarta. Waktu itu PSSI membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan yang diisi orang-orang lama. Merekalah yang kemudian menangani proses pemilihan calon pengurus baru untuk dipilih pada KLB Sabtu ini.
Situasi ini bisa menjadi ganjalan bagi wajah-wajah baru yang ikut bertarung dalam pemilihan nanti. Merebut hati para pemilik suara dalam KLB bakal menjadi tugas yang sulit. Vijaya merasa menjadi salah satunya, meski ia sudah lama berkecimpung di sepak bola dan kini menguasai mayoritas saham Persis Solo. Meski demikian, ia mengklaim bisa membersihkan orang-orang yang sudah tidak layak di PSSI.
”Saya yakin tidak semua orang Indonesia itu bejat. Yang masih punya hati nuranilah yang akan saya gugah untuk melakukan perubahan,” kata Vijaya.
Ketika ingin melakukan revolusi dengan bersih-bersih di organisasi, menurut dia, orang-orang lama terutama yang bermasalah harus disingkirkan dan sekitar 30 persen orang baru harus masuk.
Upaya pembersihan ini menjadi sangat mendesak setelah PSSI diterpa kasus mafia bola dan sejumlah pengurus terjerat hukum termasuk mantan pelaksana tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono. Pengaturan skor dilakukan secara terstruktur dengan bantuan para pengurus PSSI. Hal ini membuat kepercayaan publik terhadap PSSI tergerus dan kini bahkan sudah hilang.
Bagi Rahim yang merupakan orang lama, kemunculannya sebagai calon ketua umum merupakan hal yang tidak perlu dipermasalahkan. Ia merasa memiliki rekam jejak yang bagus dan justru bisa lebih mudah membersihkan organisasi.
”Saya sudah tahu siapa saja (pengurus) yang bermasalah dan saya bisa meminta mereka pergi jika jadi ketua,” kata Rahim yang pernah menjabat sebagai Ketua Badan Tim Nasional PSSI itu.