Segelintir pengusaha melalui monopoli barang dinilai telah "membajak" tol laut. Akibatnya, harga barang di tingkat konsumen di Indonesia bagian timur tetap tinggi.
Oleh
FX LAKSANA AS / FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Segelintir pengusaha melalui monopoli barang dinilai telah "membajak" Tol Laut. Akibatnya, harga barang di tingkat konsumen di Indonesia bagian timur tetap tinggi. Padahal, program yang dimulai sejak 2016 itu dimaksudkan untuk menekan tingginya harga barang-barang di wilayah tersebut.
Persoalan tersebut sampai ke Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerjanya di Provinsi Maluku, beberapa hari lalu. Selanjutnya, Presiden mengangkatnya pada rapat terbatas tentang kemaritiman dan investasi di Kantor Presiden, Rabu (30/10/2019). Hadir Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju.
Dalam pengantar rapat Presiden menyatakan, program Tol Laut diapresiasi masyarakat dan pemerintah daerah. Masyarakat dan pemerintah daerah meminta tambahan armada, rute, dan frekuensi.
”Tetapi ada keluhan. Setelah ada Tol Laut, inflasi turun. Sudah sempat turun sampai separuh. Harga juga turun 20-30 persen. Namun, akhir-akhir ini, barang-barang di rute yang ada itu dikuasai oleh swasta tertentu sehingga harga barang ditentukan oleh perusahaan ini. Saya belum dapat ini swastanya siapa,” kata Presiden.
Presiden meminta para menteri untuk mengusutnya sekaligus memberikan solusi agar persoalan serupa tidak terulang lagi. Salah satu wacana, misalnya, adalah dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara untuk menjadi kompetitor yang mengendalikan harga agar terjangkau.
”Tol Laut itu dibangun untuk menurunkan biaya logistik, biaya transportasi kita, sehingga harga jadi turun. Tapi kalo dikuasai oleh satu perusahaan, ya munculnya beda lagi. (Artinya) Kita memberikan fasilitas kepada dia. Ini yang tidak kita kehendaki,” kata Presiden.
Menjawab pertanyaan Kompas usai rapat, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, menyatakan, tol laut secara fungsial membaik dan makin dibutuhkan masyarakat. Namun demikian, ia mengakui ada segelintir pihak yang memanfaatkannya dengan cara monopoli.
”Memang ini ada oknum menguasai pasar. Jadi dia dominasi pasar dari Surabaya hingga penyebarannya. Oleh karena itu, saya akan gunakan sistem pemasaran terbuka sampai ke daerah. Jadi orang bisa menggunakan sistem itu untuk membawa barang mereka dari Surabaya ke wilayah timur,” kata Budi.
Surabaya, menurut Budi, adalah pusat pengambilan barang untuk didistribusikan ke wilayah Indonesia bagian timur. Daerah tujuan distribusinya antara lain adalah Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Maluku, dan Papua.
Terhadap persoalan tersebut, Budi berjanji akan mengusut. Manakala terdapat pegawai instansi di bawah Kementerian Perhubungan terbukti ikut bermain, tindakan tegas akan diberlakukan. Demikian pula dengan perusahaan swasta yang melakukan monopoli.
”Kalau ada oknum, orang kami yang terlibat, kami akan lakukan tidakan. Kalau orang saya, kan bisa pidana karena melakukan pembiaran. Yang luar nanti kita lihat. Sejauh itu perdata, kita lakukan perdata. Kalau memang dimungkinkan pidana, kita akan lakukan pidana,” kata Budi.
Agar persoalan monopoli tidak terjadi lagi, Budi akan membuat aturan yang mengikat. Ia juga akan membuka akses pasar pengusaha lokal ke pasar di Surabaya. Guna mengatasi keterbatasan skala pengusaha kecil di daerah, maka pemesanan barang bisa dilakukan dengan menggabungkan dalam satu kontainer. ”Paling baik, ini difasilitasi Badan Usaha Milik Daerah,” kata Budi.
Tol laut adalah program prioritas Presiden. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus barang sekaligus menekan harga barang di wilayah Indonesia bagian timur. Skemanya adalah dengan memberikan subsidi angkutan. Total anggaran subsidi tol laut dalam tiga tahun terakhir mencapai Rp 1,26 triliun.
Harian Kompas telah berulang kali mengangkat persoalan monopoli tersebut. Sejak tol laut diberlakukan per 2016 hingga kini, harga barang di sejumlah daerah di Indonesia bagian timur masih tinggi. Contohnya di Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
Tokoh masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nicko Ngeljaratan, mengatakan, pengawasan barang tol laut lemah. Hal itu yang menyebabkan para pengusaha seanaknya menetapkan harga barang. Dengan, demikian tol laut terkesan menguntungkan pengusaha. Ia menyayangkan kondisi itu masih terus berlangsung sepanjang tol laut beroperasi sejak awal 2016 lalu.
Padahal, di daerah banyak perangkat negara yang berkewengan mengawasi program tersebut di antaranya pemerintah daerah dan aparat kepolisian. Nicko menganggap, kurangnya komitmen pihak-pihak terkait untuk menyukseskan program unggulan Presiden Joko Widodo itu. "Program ini bagus sekali. Jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, masyarakat akan menikmati hasilnya," kata Nicko.
Eduard Davids, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Maluku Barat Daya mengatakan, jadwal tol laut sering kali molor. Seperti pada Oktober ini, kapal tol laut dari Surabaya baru tiba di Moa, ibu kota kabupaten itu pada Senin (28/10/2019). Sesuai jadwal, kapal berangkat dari Surabaya, Jawa Timur, awal Oktober dengan waktu perjalanan tidak lebih dari lima hari.
Molornya jadwal kapal itu menyebabkan banyak barang rusak atau mendekati masa kedaluarsa. Hal itu merugikan para pengusaha. Ia juga mengelukan mahalnya tarif administrasi jasa ekspedisi yang hampir sama dengan tarif satu peti kemas, yakni antara Rp 4 juta hingga Rp 5 juta. "Banyak pengusaha mempertanyakan biaya lain-lain yang ditetapkan jasa ekspedisi," kata Eduard. (FRN/LAS)