Mengincar Ceruk Pasar dari Fenomena Generasi ”Sandwich”
›
Mengincar Ceruk Pasar dari...
Iklan
Mengincar Ceruk Pasar dari Fenomena Generasi ”Sandwich”
Penetrasi jumlah pemegang asuransi di Indonesia tergolong rendah. Kendati demikian, pemain asuransi dana pensiun menilainya sebagai pasar yang masih besar dan bisa digarap.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetrasi jumlah pemegang asuransi di Indonesia tergolong rendah. Kendati demikian, pemain asuransi dana pensiun menilainya sebagai pasar yang masih besar dan bisa digarap. Fenomena generasi sandwich juga dioptimalkan untuk meningkatkan penjualan polis asuransi.
Kesadaran masyarakat Indonesia untuk memiliki asuransi tergolong rendah. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, pertumbuhan total tertanggung industri asuransi jiwa mencapai 53 juta orang pada kuartal I-2019. Jumlah tersebut turun 9,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 58 juta orang.
Kondisi serupa terjadi pada asuransi dana pensiun. Berdasarkan dokumen ”Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi III/2019” yang dirilis Badan Kebijakan Fiskal, disebutkan total dana pensiun hanya sekitar Rp 850,78 triliun.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Suheri menyatakan, pertumbuhan dana kelolaan investasi dana pensiun tidak terlalu signifikan. Menurut dia, kesadaran atau kemauan masyarakat terhadap produk asuransi masih sangat lemah.
Mengacu pada laporan Otoritas Jasa Keuangan, total dana investasi dana pensiun pada September 2019 sebesar Rp 2,74 triliun, meningkat dibandingkan dengan September 2018 yang sejumlah Rp 2,54 triliun.
Di tengah situasi rendahnya minat masyarakat untuk membeli produk asuransi, BCA dan AIA, Rabu (30/10/2019), meluncurkan produk asuransi dana pensiun Proteksi Retirement Maksima atau RetirePlan di Jakarta. Kepemilikan asuransi di antara Bank BCA juga tergolong rendah. Dari 16 juta nasabah BCA, baru 400.000 nasabah yang memiliki polis asuransi. Kehadiran produk dana pensiun baru itu diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk memiliki polis asuransi.
”Kami membuat produk ini untuk memproteksi perlindungan bagi pekerja usia produktif agar punya income ketika pensiun,” ujar Senior Executive Vice President Wealth Management BCA Christine Setyabudhi.
Wakil Presiden Direktur Bank BCA Suwignyo Budiman mengatakan, penetrasi penjualan polis asuransi yang rendah merupakan ceruk pasar yang besar dan masih potensial digarap. Oleh sebab itu, BCA dan PT AIA Financial memutuskan merilis produk asuransi dana pensiun Proteksi Retirement Maksima atau RetirePlan di Jakarta.
Secara khusus, AIA dan BCA berniat memanfaatkan fenomena generasi sandwich untuk mendongkrak penjualan asuransi dana pensiun itu. Generasi sandwich merupakan sebuah generasi (umumnya di usia produktif) yang terjepit di antara dua tugas utama, yaitu membesarkan anak dan juga merawat orangtua, bahkan keluarga besar.
Presiden Direktur AIA Sainthan Satyamoorthy mengatakan, AIA melihat ada kebutuhan yang tinggi untuk produk proteksi pensiun di Indonesia. Berdasarkan AIA Market Landscape Survey 2018, sebanyak 63 persen masyarakat merasa khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan finansial untuk menunjang kebutuhan hidup di hari tua.
”Produk dana pensiun dapat membantu mengurangi fenomena generasi sandwich. Tapi ini tidak bisa dilakukan sendiri,” ucap Satyamoorthy.
Dengan membeli produk asuransi dana pensiun, mereka diharapkan memiliki modal untuk menunjang kebutuhan hidup saat memasuki masa tidak produktif. Dengan begitu, nantinya mereka tidak akan membebani anak-anak atau anggota keluarga mereka.
Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, berpendapat, fenomena generasi sandwich bisa digunakan penyedia jasa layanan keuangan untuk menjual produk asuransi dana pensiun. Terlebih, generasi milenial, menurut Mike, punya kesadaran mengelola keuangan yang lebih baik. Dengan beragam produk yang ditawarkan penyedia jasa keuangan, mereka bisa menghindar dari fenomena generasi sandwich.
Menurut Mike, lembaga keuangan juga akan menjadi lebih realistis dalam pendekatan pemasaran. Masyarakat, kata Mike, semakin menyadari bahwa mereka punya beragam situasi keuangan. Karena itu, kebutuhan mereka tidak hanya bisa dijawab oleh satu produk keuangan, tetapi bisa memiliki beberapa produk keuangan.
”Komunikasi pemasarannya bisa lebih diterima masyarakat karena menjadi bagian dari rencana keuangan mereka,” ujar Mike.