Pesan Harmoni dari Ambon, Kota Musik Dunia
Seni tarik suara dan bermusik selalu melekat dalam siklus kehidupan orang Ambon, seolah mengalir dalam aliran darah dan tarikan napas mereka. Bukan sekadar hiburan, musik juga melintasi sekat-sekat perbedaan dan menjadi jembatan perdamaian di kota nan indah itu. Selamat datang di kota musik dunia!
Di Desa Tuni, Kota Ambon, Jumat (1/11/2019), Niels Brouwer dan Monica Akihary, musisi grup Boi Akih asal Amsterdam, Belanda, sengaja berimprovisasi memancing harmoni. Niels memetik dawai gitar dengan irama klasik diikuti dengungan Monica yang melankolis. Tak lebih dari lima detik, Alle Noa dan Riluke Noa, dua remaja asal Tuni, menyambar irama gitar itu dengan tiupan suling bambu.
Variasi pukulan dan nada yang dilepas dari senar Niels dengan mudah ditebak Alle dan Riluke yang terus berusaha menjaga irama agar tidak sumbang. Inilah ujian kekuatan intuisi seperti diceritakan sutradara Kirsten Sheridan dalam film August Rush, nominator Academy Award 2007. Di film itu, seorang bocah yang diperankan aktor Freddie Highmore dengan intuisi musiknya berusaha mengimbangi permainan gitar ayahnya yang diperankan Jonathan Rhys Meyers.
Niels dan Monika, yang sering bertemu dengan musisi muda di puluhan negara itu, mengaku kagum dengan intuisi Alle dan Riluke, remaja yang tidak belajar khusus tentang musik. Alle dan Riluke mulai belajar suling bambu sejak bergabung dengan Molucca Bamboo Wind Orchestra, orkestra musik etnik pimpinan pegiat musik Ambon, Maynard Raynolds Nathanael Alfons yang biasa disapa Rence. "Mereka akan jadi musisi hebat nanti," ujar Niels memuji.
Alle dan Riluke mewakili wajah musisi dan penyanyi di Ambon. Kota berpenduduk 376.152 jiwa itu seperti bernyanyi dan bermusik sepanjang waktu. Sambil bekerja, orang biasanya menghibur diri dengan bernyanyi, atau paling tidak bersiul. Seiring perkembangan teknologi, mereka mendengar lagu lewat gawai pemutar musik.
Di Ambon, musik dengan mudah ditemui di mana-mana, mulai dari rumah hingga jalanan. Mobil angkutan kota pun bak diskostik berjalan, full-music. Coba datang ke pesta orang Ambon. Soundsystem merupakan perangkat wajib yang disediakan tuan pesta untuk memeriahkan acaranya.
Tanpa perangkat tata suara yang bagus, pesta seolah kehilangan makna. Tak jarang, mereka juga menyiapkan keyboard dan pemainnya. Undangan yang datang pun selalu dipersilakan menyanyi. Pesta dan musik adalah satu tarikan napas di kota tersebut.
Karena kultur musik yang kuat itu, tak heran jika Ambon selalu melahirkan penyanyi-penyanyi emas pada setiap generasi, baik di kancah nasional maupun internasional. Mulai dari legenda seperti Broery Marantika, Harvey Malaihollo, Utha Likumahuwa, dan Franky Sahilatua hingga era Andre Hehanussa, Glenn Fredly, dan Barry Likumahuwa. Ada pula Daniel Sahuleka yang berkarier di luar negeri.
Suara penyanyi Ambon kebanyakan beroktaf tinggi. Bahkan, banyak penyanyi laki-laki yang setara dengan suara perempuan, yang secara alamiah lebih tinggi oktafnya ketimbang laki-laki. Penyanyi Ambon lebih suka menyanyikan lagu bergenre pop dengan suara lirih dan mendayu-dayu. Tema lagu kebanyakan berkisah tentang ibu, alam, dan cinta.
Menurut Direktur Ambon Music Office Ronny Loppies, karakter suara penyanyi Ambon dipengaruhi oleh topografi alam. Suara lirih itu dipengaruhi deburan ombak perlahan dan semilir angin laut yang berembus sepoi-sepoi. "Ketenangan alam semacam itu yang membuat warna suara orang Ambon tidak meledak-ledak. Suara mereka mendayu dan merayu," kata Ronny.
Menurut dia, masyarakat Ambon memiliki intuisi harmoni yang tinggi. Bila menyanyi dalam satu kelompok, mereka dapat membagi suara sopran, alto, tenor, dan bas. "Orang Jerman, yang merupakan kiblat paduan suara dunia, tidak bisa membagi suara tanpa membaca notasi. Orang Ambon bisa melakukan itu secara alamiah," kata Ronny yang pernah belajar di Jerman selama dua tahun itu.
Musik perdamaian
Kultur musikal juga memengaruhi perilaku orang Ambon. Salah satunya saat musik dan lagu menjadi media untuk menyampaikan pesan perdamaian ketika konflik sosial melanda Maluku dua dekade lalu. Pesan itu disisipkan dalam lirik lagu.
"Orang Ambon lebih tersentuh dengan pesan lagu ketimbang omongan lisan. Pesan itu dengan mudah diterima, sebab di saat ia mendengar, hatinya sedang gembira karena sedang mendengarkan musik," kata Rence.
Bahkan, sering kali dibuat kolaborasi musik toto buang (belasan gong kecil), tifa, dan rebana yang dimainkan oleh pemuda Islam dan Kristen. Kolaborasi itu biasanya dimainkan pada saat hari raya keagamaan. Terompet dan toto buang pemuda gereja kerap mengiringi gema takbir pada malam menjelang Ramadhan. Tepukan rebana remaja masjid juga pernah mengiringi prosesi peresmian gereja.
Bakat bernyanyi, bermusik, serta menjadikan musik sebagai media perdamaian itulah yang mendorong Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan Ambon sebagai salah satu kota kreatif berbasis musik di dunia.
Penetapan itu berlangsung pada Rabu (30/10) oleh Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay. Ambon menjadi satu-satunya kota yang mendapat predikat itu di Asia Tenggara.
Penetapan tersebut membuka semakin lebar pengembangan industri musik di ibu kota Maluku itu. Tujuan akhir adalah musik dapat menjadi lokomotif baru pertumbuhan ekonomi daerah yang selama ini bertumpu pada sektor perdagangan dan jasa itu.
Predikat sebagai kota musik dunia menjadi tiket bagi Ambon untuk menggelar kegiatan musik berskala regional, nasional, hingga internasional. Setidaknya, hal itu akan membuat ekonomi kreatif bergairah dan memberi efek domino.
Wakil Wali Kota Ambon Syarif Hadler di Ambon, Kamis (31/10), mengatakan, pemerintah sedang menyempurnakan peta jalan pengembangan industri musik. Itu mulai dari penyiapan sumber daya manusia. Bakat olah vokal dan bermain musik yang dimiliki anak muda Ambon akan ditempa lagi lewat pendidikan formal. "Nanti akan dibangun sekolah musik di Ambon," ujar Syarif.
Ruang ekspresi bagi musisi juga akan diperluas lewat penambahan tempat pementasan di sejumlah sudut jalanan. Ruang ekspresi semacam itu saat ini masih terbatas di komples Kantor Wali Kota dan Taman Pattimura. Pihak swasta, seperti pengelola hotel dan restoran, akan diwajibkan menyediakan ruang itu. "Nanti akan diatur dalam payung hukum," ucapnya.
Pemilihan sebagai kota musik dunia juga memberi pesan bahwa Ambon dapat menciptakan harmoni. Ambon seperti halnya musik yang berpadu nada sehingga menghasilkan harmoni. Sebagai satu-satunya kota musik dunia di Indonesia, Ambon dapat memberikan harmoni bagi Indonesia yang majemuk dan beragam ini.