SRINAGAR, JUMAT— Meskipun sejumlah anggota parlemen Uni Eropa pekan lalu mengunjungi Kashmir, situasi wilayah itu masih belum kondusif. Dalam berita yang diunggah Reuters, Jumat (1/11/2019), disebutkan, para pekerja migran yang selama ini bekerja di wilayah Jammu dan Kashmir, India, memilih meninggalkan area tersebut. Alasan mereka, kelompok separatis Kashmir mulai menarget warga asing yang bekerja di sektor infrastruktur dan perkebunan.
Selasa lalu dikabarkan, anggota kelompok separatis menerobos masuk ke sebuah rumah di Kashmir selatan dan menggiring enam pria yang baru saja datang untuk bekerja di kebun dan sawah. Enam pria itu disuruh berbaris dan kemudian mereka ditembak.
Dalam beberapa minggu terakhir, 11 warga asing terbunuh, termasuk 5 korban pada Selasa lalu.
Sebanyak lima orang tewas. Korban keenam yang berhasil selamat menceritakan kisah bagaimana gerilyawan separatis menembak mereka. Insiden ini memicu ketakutan adanya serangan lebih lanjut terhadap warga asing. Dalam beberapa minggu terakhir, 11 warga asing terbunuh, termasuk 5 korban pada Selasa lalu.
Vikas Kumar Bharti (18) dari Uttar Pradesh, India utara, merasa hidupnya dalam bahaya. Dia terikat kontrak kerja sebulan untuk membangun parkir mobil bertingkat di pusat Kota Srinagar. Kontrak itu baru selesai 20 hari lagi. ”Setelah itu, aku akan pergi,” kata Bharti yang mengenakan ikat kepala putih. Keluarganya beberapa kali menelepon karena mencemaskan kondisinya.
Separatis
Pemberontakan di Kashmir dimulai tiga dekade lalu, tetapi kerusuhan terbaru terjadi setelah keputusan Perdana Menteri Narendra Modi pada Agustus 2019 menghapus status otonomi khusus Jammu dan Kashmir.
Pemerintah India berniat membuka wilayah itu bagi warga India lainnya untuk memacu pembangunan ekonomi. Pencabutan itu memungkinkan siapa pun warga India bisa terlibat dalam pekerjaan pemerintah dan juga bisa berkuliah di sana.
Teroris dan pendukung mereka di Pakistan ingin mencegah agar Kashmir tidak kembali ke keadaan normal.
Pencabutan status khusus itu juga diarahkan untuk menghilangkan rasa tidak aman bagi warga India lain yang ingin datang ke Kashmir untuk mencari nafkah. ”Teroris dan pendukung mereka di Pakistan ingin mencegah agar Kashmir tidak kembali ke keadaan normal. Yang menjadi sasaran Selasa lalu adalah para pekerja miskin,” kata seorang pejabat tinggi keamanan di New Delhi.
Pakistan membantah tuduhan India bahwa mereka memberikan dukungan material kepada militan di Kashmir. Menurut Pemerintah India, selama tiga dasawarsa kekerasan di Kashmir telah merenggut 40.000 korban jiwa. Namun, menurut kelompok- kelompok hak asasi manusia, jumlah korban tewas bisa mencapai lebih dari dua kali lipat dari angka itu.