Anggaran Pengadaan ”Septic Tank” di Raja Ampat Diduga Disalahgunakan
›
Anggaran Pengadaan ”Septic...
Iklan
Anggaran Pengadaan ”Septic Tank” di Raja Ampat Diduga Disalahgunakan
Kejaksaan Tinggi Papua menemukan adanya penyalahgunaan anggaran pengadaan 223 ”septic tank” atau sarana pengolah limbah rumah tangga di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Oleh
FABIO COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Papua menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran pengadaan 223 septic tank atau sarana pengolah limbah rumah tangga di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 3,5 miliar.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua Alex Sinuraya di Jayapura, Minggu (3/11/2019), mengatakan, pihaknya menemukan penyalahgunaan anggaran pengadaan septic tank dari penyelidikan pada September 2019. Proyek pengadaan septic tank ini bersumber dari dana alokasi khusus APBD Kabupaten Raja Ampat tahun 2018. Bersifat swakelola di bawah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat, nilai proyek mencapai Rp 7,8 miliar.
Total ada 223 septic tank yang akan dibangun untuk tiga distrik di Kabupaten Raja Ampat. Tujuannya, agar masyarakat tak sembarangan membuang limbah rumah tangga.
Alex mengatakan, proyek ini ternyata tidak dikerjakan secara swakelola atau diberikan kepada kelompok masyarakat setempat. Proyek dikerjakan oknum salah satu pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat berinisial MNU.
”MNU adalah Kepala Bidang Bina Marga di Dinas PU Raja Ampat yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek swakelola ini. Saat ini, kami telah menetapkan dirinya sebagai tersangka. Dari hasil temuan kami di tiga distrik, ternyata hanya ada 26 septic tank. Padahal, seluruh anggaran proyek tersebut sudah dicairkan,” tuturnya.
Ia menambahkan, penyidik Kejati Papua telah memeriksa 40 orang yang terkait dalam kasus ini. Tujuannya, mengungkap fakta lain dalam proyek tersebut. ”Menurut rencana, kami akan memanggil MNU untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Tidak tertutup kemungkinan ada tambahan tersangka lain dalam kasus ini,” ujarnya.
Dari hasil temuan kami di tiga distrik, ternyata hanya ada 26 septic tank. Padahal, seluruh anggaran proyek tersebut sudah dicairkan.
Pemerhati hukum di Papua, Anthon Raharusun, mengatakan, kasus korupsi rentan menghambat implementasi program pembangunan infrastruktur. Ia menilai, masih terdapat peluang untuk oknum pejabat dan kontraktor bekerja sama walaupun sistem pengadaan barang dan jasa sudah berbasis elektronik.
”Selama ini masih ada aroma nepotisme antara pejabat dan rekan pengusahanya di daerah. Hal ini dapat dicegah apabila jajaran inspektorat bersikap independen dan tegas ketika menemukan adanya penyalahgunaan anggaran di instansi pemerintah,” kata Anthon yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia Provinsi Papua itu.