Jadwal kompetisi yang pasti, regulasi mengenai pemanggilan pemain ke tim nasional, serta pembinaan pemain usia muda menjadi hal mendesak yang perlu diperhatikan oleh pengurus baru PSSI.
Oleh
Herpin Dewanto Putro/Yulvianus Harjono
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS - Klub dan para pemain sangat berharap kepengurusan PSSI periode 2019-2023 mampu segera memperbaiki kompetisi yang saat ini masih bermasalah. Perbaikan perlu segera dilakukan terutama dalam hal penjadwalan laga dan regulasi mengenai pemanggilan pemain ke tim nasional. Dua hal itu yang menjadi masalah besar terutama bagi klub-klub yang tampil di Shopee Liga 1 musim 2019.
Kongres Luar Biasa PSSI di Jakarta, Sabtu (2/11/2019) telah memilih Mochamad Iriawan Ketua Umum PSSI periode 2019-2023. Iriawan mendapat 82 suara dari 85 pemilik suara yang hadir, dengan tiga suara dianggap tidak sah.
KLB juga memilih dua wakil ketua umum dan 12 anggota komite eksekutif. Dua wakil ketua umum adalah Iwan Budianto dan Cucu Somantri. Adapun anggota komite eksekutif adalah AS Sukawijaya, Dirk Soplanit, Endri Erawan, Haruna Soemitro, Hasnuryadi Sulaiman, Pieter Tanuri, Sonhadji, Juni Rahman, Ahmad Riyadh, Yunus Nusi, Hasani Abdulgani, dan Vivin Cahyani.
Di tangan para pengurus baru PSSI ini tersandar harapan dan tuntutan untuk segera memperbaiki sepak bola Indonesia. Klub-klub yang tampil di Liga 1 termasuk yang paling merasakan kekacauan pengelolaan kompetisi sepak bola nasional.
Mereka menghadapi jadwal yang tidak pasti dan sering mengalami penundaan laga karena masalah keamanan. Tidak mengherankan jika melihat klasemen sementara Liga 1 saat ini, ada klub yang sudah berlaga sebanyak 26 laga dan ada yang baru menjalani 24 laga.
Pemanggilan para pemain untuk mengikuti pelatnas juga menjadi masalah karena kompetisi tetap berjalan meski ada jeda internasional atau ketika kompetisi antarnegara bergulir sesuai kalender FIFA. Di Eropa, liga-liga kasta tertinggi akan diliburkan agar para pemain bisa fokus memperkuat timnas masing-masing. Hal itu tidak terjadi di Indonesia.
Kualitas kompetisi yang berjalan seperti di Indonesia ini, menurut Pelatih Persija Jakarta Edson Tavares, tidak akan pernah bisa menghasilkan timnas yang bagus.
”Jika klub-klub yang berkompetisi tidak kuat, tim nasional hanya akan jadi omong kosong saja,” katanya usai Persija mengalahkan Tira Persikabo, 2-0, pada laga Shopee Liga 1 di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Minggu (3/11/2019).
Pesimistis
Tavarez masih pesimistis ketika PSSI menggelar Kongres Luar Biasa di Jakarta, Sabtu (2/11) dan menetapkan para pengurus baru, mulai dari ketua umum hingga anggota komite eksekutif.
”Jujur saya tidak banyak berharap. Tidak banyak yang akan berubah,” katanya.
Sama seperti Tavarez, pelatih Tira Persikabo Rahmad Darmawan juga berharap PSSI bisa memperbaiki jadwal liga dan aturan mengenai pemanggilan pemain timnas.
”Jujur saya kritik soal itu karena pemain-pemain (yang dipanggil ke timnas) juga sangat dibutuhkan klub,” katanya.
Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru sekaligus anggota Komite Eksekutif PSSI periode 2019-2023, Dirk Soplanit, mengatakan pihaknya sudah berusaha menyusun jadwal sebaik mungkin agar tidak bertabrakan dengan kepentingan timnas. Namun, jadwal jadi kacau ketika sejumlah laga tidak mendapat izin karena masalah keamanan.
Pada musim 2019, jadwal liga juga mundur dari seharusnya pada Maret menjadi pertengahan Mei 2019 karena ada Pemilihan Presiden. ”Untuk musim depan, kami akan berkoordinasi lagi dengan kepolisian dan mengantisipasi adanya pemilihan kepala daerah serentak,” kata Dirk.
Pemain muda
Selain masalah kepastian jadwal kompetisi dan kegiatan tim nasional, pengurus baru PSSI juga didesak untuk lebih memperhatikan pembinaan pemain muda.
Hadi Rahmadani, pegiat sepak bola usia dini sekaligus dosen Ilmu Olahraga Universitas Negeri Jakarta, mengatakan perhatian PSSI terhadap sekolah-sekolah Sepak Bola (SSB) masih minim. Selain Elite Pro Academy, nyaris tidak ada kompetisi usia dini, yaitu untuk kelompok umur 16 tahun ke bawah yang diadakan PSSI. Kompetisi untuk kelompok umur tersebut mayoritas diadakan oleh pihak swasta.
Tidak ada pula bantuan fasilitas yang mengalir ke SSB. “Padahal, selama ini SSB telah melahirkan banyak pemain nasional,” kata Hadi.
Pelatih Sekolah Sepak Bola Bina Taruna, Dody Sahetapy, mengatakan PSSI perlu memperhatikan kompetisi pemain usia dini dengan memperbanyak lapangan.
”Tidak ada gunanya punya banyak pemain muda berbakat tetapi tidak ada lapangan untuk bermain. Jika perlu minta Presiden untuk membantu menyediakan lapangan,” katanya.