Antarpemeluk Agama Harus Bersedia Pahami Inti Pokok Ajaran Satu Sama Lain
›
Antarpemeluk Agama Harus...
Iklan
Antarpemeluk Agama Harus Bersedia Pahami Inti Pokok Ajaran Satu Sama Lain
Umat Buddha dan Islam di Asia Tenggara harus bersedia untuk lebih memahami inti pokok ajaran agama. Tidak hanya agama masing-masing, tetapi juga agama yang lain. Harapannya, mereka akan saling melindungi.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
BATU, KOMPAS — Umat Buddha dan Islam di Asia Tenggara harus bersedia untuk lebih memahami inti pokok ajaran agama, tidak hanya agama masing-masing, tetapi juga agama yang lain. Harapannya, mereka akan saling melindungi yang berujung pada keharmonisan antarumat beragama.
Hal itu dikatakan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat menjadi pembicara kunci pada pembukaan Konferensi Internasional Buddha bertema ”Harmonisasi Hubungan Buddha dan Islam”, di Batu, Jawa Timur, Selasa (5/11/2019). Kegiatan yang berlangsung 4-7 November, antara lain, bertujuan memberikan perspektif baru tentang hubungan Buddha dan Islam serta pemahaman tentang hubungan keduanya.
Konferensi ini digagas Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Kertarajasa dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha. Hadir pada kesempatan ini, antara lain, Direktur Dirjen Bimas Buddha Kemenag Caliadi, Ketua STAB Kertarajasa Santacitto, dan Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso.
Ada juga Imtiyas Yusuf, cendekiawan Muslim dari Bangkok yang memahami Buddha—sekaligus penulis buku Perjumpaan Islam dan Buddha. Selain itu, sejumlah akademisi, tokoh agama, dan aktivis dari Indonesia, Myanmar, Thailand, dan Malaysia juga ikut meramaikan acara tersebut.
”Muslim harus mampu memahami inti pokok ajaran Buddha apa, dan sebaliknya karena inti pokok agama sama sebenarnya. Apalagi di Indonesia, Islam sangat dekat dengan tradisi yang dikembangkan umat Buddha sebelumnya,” ujar Lukman.
Pada kesempatan ini, Lukman menyebut harmoni kedua agama bergantung pada keduanya bisa memberikan kontribusi nyata. Umat paham bahwa agama hadir di muka bumi dalam rangka agar kehidupan manusia semakin membaik. Agama dihadirkan oleh Tuhan yang mahasempurna. Persoalannya, kemudian manusia dengan kemampuan terbatas punya perspektif sendiri-sendiri memahami ajaran yang sempurna ini.
”Di sini dituntut kearifan dalam menyikapi keberagaman itu. Dengan keterbatasan yang kita miliki, kita diberi keberagaman, opsi, pilihan dalam menjalani kehidupan,” katanya.
Ketua Yayasan Dhammadipa Arama, Bhikkhu Jayamedho, mengatakan, Buddha dan Islam di Asia Tenggara memiliki persentase yang berimbang, sekitar 40 persen. Jika keduanya saling mendukung dan bekerja sama, kedamaian di Asia Tenggara akan terpelihara. Saat kedamaian terpelihara, kemakmuran dan kesejahteraan manusia akan semakin besar.
”Karena itu, kehidupan yang moderat harus dikembangkan. Buddhis yang moderat juga harus dikembangkan, begitu pula Islam. Karena itu, Buddhis harus memahami Islam, demikian pula sebaliknya karena banyak persamaan, terutama di Indonesia, akar budaya di Indonesia banyak yang berasal dari nilai Buddhis dan Hindu,” ujarnya.
Menurut Jayamedho, pemahaman di antara keduanya selama ini belum terjadi. Di negara-negara Buddhis juga belum memahami Islam. Sedangkan di Indonesia relatif lebih mudah karena budaya lokal ada kaitannya dengan nilai-nilai Buddhisme.