Masyarakat di Kalimantan Barat yang menanam kratom diberikan masa transisi hingga tahun 2022 oleh Badan Narkotika Nasional untuk beralih ke komoditas lain.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Masyarakat di Kalimantan Barat yang menanam kratom diberikan masa transisi hingga tahun 2022 oleh Badan Narkotika Nasional untuk beralih ke komoditas lain. Hal itu dilakukan karena BNN menilai, kratom lebih banyak dampak negatif daripada positif terlebih masuk narkotika golongan 1.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Heru Winarko, dalam forum diskusi membahas kratom di Pontianak, Selasa (5/11/2019), menuturkan, jika berbicara aturan, kratom dikategorikan narkotika golongan 1. Maka, untuk masyarakat yang menanam kratom di Kalimantan Barat diberikan masa transisi sejak 2017 hingga 2022.
“Jalan keluar untuk masa transisi ini dengan mengembangkan komoditas alternatif, misalnya tanaman singkong yang potensial. Alternatif itu bisa dibicarakan ke depan untuk daerah,” ujar Heru.
Heru menuturkan, di masa transisi kratom yang sudah dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk bubuk tidak diperbolehkan. Kalau dalam bentuk tanaman masih boleh. Proses transisi ini pelan-pelan dilakukan. Kratom juga masih akan dibahas antarkementerian.
Jalan keluar untuk masa transisi ini dengan mengembangkan komoditas alternatif, misalnya tanaman singkong yang potensial. Alternatif itu bisa dibicarakan ke depan untuk daerah, ujar Heru
Kepala Laboratorium BNN Brigadir Jenderal Mufti Djusnir, menjelaskan, kratom (Mitragyna speciose) dikenal juga sebagai biak-biak, ketum atau maeng da, merupakan tanaman dari famili kopi-kopian (Rubiaceae) dan tanaman asli Asia Tenggara. Tanaman itu banyak terdapat di Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Penggunaan kratom pertama kali dilaporkan tahun 1836 oleh orang Melayu (Malaysia) sebagai pengganti opium dan hasil diidentifikasi kandungannya, yakni mitragynine dan 7OH-mitragynine tahun 1921.
Survei yang dilakukan European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction pada tahun 2008 dan 2011 menunjukkan kratom merupakan new psychoactive substances (NPS) golongan plants base substance.
Penggunaan kratom dari sejak awal abad ke-19 sebagai pengganti opium ataupun heroin sehingga menimbulkan kecanduan bagi pemakainya. Tumbuhan kratom mempunyai efek yang merugikan jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya (nilai indeks terapi yang kecil).
Di sejumlah negara kratom satu kelas dengan ganja dan heroin. Di Indonesia kratom masih dimasukan dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai pelarangan penggunaan kratom pada produk obat tradisional dan suplemen makanan. Hal itu tertuang dalam Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004.
Suplemen
Terkait kratom sikap BNN adalah melarang kratom dipergunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional. Mitragyna speciosa mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Sebagai contoh, Alkaloid mitragynine yang pada dosis rendah mempunyai efek stimulan dan dosis tinggi dapat memiliki efek sedative-narkotika.
Kemudian 7OH-Mitragynine memiliki efek 13 kali kekuatan morfin yang dapat menimbulkan adiksi, depresi pernapasan serta kematian. Maka BNN mendukung keputusan Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika yang mengklasifikasikan tanaman kratom sebagai narkotika golongan 1.
Masa transisi lima tahun terhitung sejak 2017 hingga 2022. Kemudian melakukan pemberdayaan alternatif serta sosialisasi dan pencegahan bahaya kratom di Indonesia khususnya di Kalimantan. BNN juga mendorong kementerian terkait mempersiapkan kebijakan yang sesuai pasca berakhirnya masa tarsisi.
Bupati Kapuas Hulu AM Nasir, menuturkan, di Kapuas Hulu ada sekitar 10.000 petani kratom. Kratom sudah diusahakan 15-20 tahun lalu. Awalnya kelompok-kelompok kecil. Namun, di era sosial media ini menjadi viral. Masyarakat gelisah dengan situasi sekarang menunggu legalitasnya.
Nasir berharap akan ada pertemuan lanjutan lintaskementerian/lembaga di pusat. Ia juga bingung untuk memberikan alternatif komoditas. “Selama ini kami sudah berikan bibit karet. Namun, harga karet juga anjlok,” ujarnya.
Gubernur Kalbar Sutarmidji, menuturkan, daerah akan mengkaji secara komprehensif sisi positif dan negatif kratom termasuk fungsi medisnya. Pembahasan dilakukan intensif melibatkan BPOM, Kementerian Kesehatan dan BNN.
Pemerintah Provinsi Kalbar juga sedang mengkaji alternatif komoditas pengganti kratom jika memang kratom sudah tidak boleh ditanam. Daerah harus mencari model pengganti komoditas kratom.
Pantauan Kompas, di Kalbar tanaman kratom banyak ditanam di Kabupaten Kapuas Hulu, sekitar 600 km dari Pontianak. Tanaman itu menjadi primadona di tengah anjloknya harga komoditas perkebunan rakyat misalnya karet. Harga kratom yang remahan kering berkisar Rp 20.000-Rp 25.000 per kg. Kratom ada yang dipergunakan masyarakat untuk pengobatan tradisional.