Papua mulai memasuki musim hujan sejak akhir Oktober. Enam kabupaten diproyeksi rawan dilanda bencana hidrometeorologi ketika hujan turun dengan intensitas tinggi.
Oleh
Fabio M. Lopes Costa / Ismail Zakaria
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Papua mulai memasuki musim hujan sejak akhir Oktober. Enam kabupaten diproyeksi rawan dilanda bencana hidrometeorologi ketika hujan turun dengan intensitas tinggi.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Petrus Demon Sili mengatakan, enam kabupaten di kawasan pegunungan Papua yang tergolong rawan bencana hidrometeorologi meliputi Jayawijaya, Tolikara, Lanny Jaya, Yahukimo, Puncak Jaya, dan Nduga. ”Dari pengalaman selama ini, curah hujan dengan intensitas tinggi sering terjadi di enam daerah ini. Daerah ini rawan banjir bandang dan longsor,” kata Petrus, Senin (4/11/2019).
Masyarakat yang bermukim di bawah perbukitan dan dekat daerah aliran sungai harus mewaspadai kerawanan bencana. Warga diimbau tetap memperhatikan kondisi curah hujan. ”Apabila terjadi hujan yang sangat deras, mereka harus memikirkan upaya untuk menyelamatkan diri ke tempat yang aman,” katanya. Dalam beberapa hari terakhir, hujan mulai turun di wilayah selatan Papua, seperti di daerah Mappi dan Merauke. Kedua daerah ini sebelumnya dilanda kebakaran hutan.
Daerah ini rawan banjir bandang dan longsor.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Papua Welliam Manderi mengatakan, timnya terus menyosialisasikan kewaspadaan akan bencana banjir bandang dan longsor. Sosialisasi di antaranya dilakukan bersama Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tolikara, guna meningkatkan mitigasi bencana saat curah hujan tinggi.
Bencana banjir dan longsor tercatat melanda Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura pada 16 Maret 2019. Banjir bandang dan longsor mengakibatkan 105 korban di Kabupaten Jayapura dan 7 korban di Kota Jayapura tewas. Fasilitas publik, meliputi 7 jembatan, jalan sepanjang 21 kilometer, 21 sekolah, 115 ruko, dan 5 tempat ibadah, rusak. Sejumlah 291 rumah mengalami rusak berat, 209 rumah rusak sedang, dan 1.288 rumah rusak ringan. Selain itu, 1.639 rumah warga di pinggiran Danau Sentani tergenang air.
Nusa Tenggara Barat
Sejumlah daerah di Nusa Tenggara Barat juga termasuk rawan bencana hidrometeorologi. Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat Luhur Tri Uji Prayitno mengatakan, NTB akan memasuki musim hujan pada pertengahan November, khususnya di wilayah Kota Mataram, sebagian Lombok Barat, dan sebagian Lombok Tengah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB Ahsanul Khalik di Mataram mengatakan, mengingat makin dekatnya musim hujan, pihaknya mulai mempersiapkan langkah antisipasi. Di antaranya, masyarakat diimbau membersihkan parit, drainase, dan sungai serta memangkas ranting dan pohon.
Pohon lapuk atau dikhawatirkan tumbang sebaiknya dipangkas.
”Pada musim hujan sering kali disertai badai yang mengakibatkan pohon tumbang. Oleh karena itu, pohon lapuk atau dikhawatirkan tumbang sebaiknya dipangkas,” kata Juru Bicara Kantor SAR Mataram I Gusti Lanang Wiswananda.
Sejumlah bencana hidrometeorologi pernah melanda wilayah NTB pada 2006 dan 2012. Saat itu terjadi banjir bandang di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur. Pada 2016, banjir bandang juga terjadi di Bima. Lalu tahun 2018, banjir menerjang Sumbawa Barat dan merendam sekitar enam desa.
Selain banjir, longsor juga rawan terjadi, terutama di jalur-jalur perbukitan di Lombok, seperti di Jalur Pusuk yang menghubungkan Mataram dengan Lombok Utara, serta di kawasan Sembalun, Lombok Timur.