Neraca perdagangan tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan defisit lima tahun terakhir. Sejumlah pihak menilai pembangunan sektor pertanian ke depan perlu lebih fokus pada kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan defisit lima tahun terakhir. Sejumlah pihak menilai pembangunan sektor pertanian ke depan perlu lebih fokus pada kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan.
Khusus tanaman pangan, defisit perdagangan cenderung meningkat, secara volumetrik bertambah dari 18,8 juta ton tahun 2015 menjadi 21,5 juta ton tahun 2018. Padahal, subsektor ini menjadi salah satu fokus kerja Kementerian Pertanian lima tahun terakhir.
Tiga komoditas yang jadi sasaran program, yakni beras, jagung, dan kedelai, juga masih impor. Defisit neraca perdagangan subsektor tanaman pangan selama 2015-2018 sebesar 6,75 miliar dollar AS per tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian, dari delapan komoditas tanaman pangan yang diimpor, ada empat komoditas yang kuantitasnya sangat besar, yakni beras-berasan, gandum, jagung, dan kedelai. Keempat komoditas rata-rata menyumbang 19,7 juta ton atau 95 persen dari seluruh impor subsektor tanaman pangan.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/11/2019), berpendapat, kedaulatan pangan sudah menjadi visi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Namun, visi itu terlalu disederhanakan dalam pelaksanaannya, antara lain, melalui penetapan target swasembada pajale (padi, jagung, dan kedelai).
Selain itu, petani masih sekadar jadi obyek. ”Petani mesti dilibatkan dalam pengambilan kebijakan dan implementasi program sehingga mereka menjadi subyek,” kata Henry.
Intervensi pemerintah untuk menekan harga produk pertanian serta subsidi dan bantuan juga jadi catatan. Intervensi harga dinilai menyebabkan transfer pendapatan keluar dari sektor pertanian dalam jumlah besar. Sementara subsidi dan bantuan dinilai tidak sepenuhnya tepat sasaran sehingga tak efektif memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan petani.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa berpendapat, pembangunan pertanian perlu difokuskan ke peningkatan kesejahteraan dan kedaulatan petani. Pemerintah perlu merombak kebijakan, program, dan kegiatan yang terbukti gagal.
Selain menghentikan intervensi harga produk pertanian, pemerintah dinilai perlu mengalihkan anggaran subsidi dan bantuan untuk perlindungan harga dan transfer langsung ke petani. Dengan demikian, petani diharapkan menerima manfaat yang lebih besar.
Permintaan bergeser
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, impor pangan menjadi salah satu indikator bahwa produksi dalam negeri tidak cukup. Namun, selain soal kuantitas, permintaan bahan pangan juga bergeser mengikuti perubahan selera konsumen.
Impor kopi, teh, kakao, dan buah-buahan, misalnya, sebagian digerakkan oleh pergeseran permintaan konsumen. ”Pertumbuhan kelas menengah, populasi urban, dan gaya hidup membuat permintaan bahan pangan makin variatif dan tersegmentasi. Pemerintah perlu membaca fenomena ini, antara lain, dengan memperkuat hulu, yakni dengan meningkatkan kapasitas petani,” ujarnya.
Isu lain yang jadi catatan adalah soal data pangan. Ketidakakuratan data selama ini memicu polemik yang menguras energi sekaligus melatari pengambilan keputusan yang kurang tepat. Oleh karena itu, perbaikan data perlu diteruskan, termasuk untuk komoditas nonberas.
Soal koordinasi antarlembaga juga jadi sorotan. Selama ini sejumlah kementerian dan lembaga terkait pangan dinilai sering tidak sinkron, seperti antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Perum Bulog.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, perbaikan data menjadi salah satu fokus di awal kerjanya. Dia berharap ada data pangan tunggal yang menjadi rujukan seluruh elemen pemerintah untuk menentukan kebijakan.
Selain itu, dia juga berencana mengoptimalkan teknologi untuk mengakselerasi pembangunan sektor pertanian. (MKN/IWN)