Ketika Kaum Difabel Melengkapi Konferensi...
Sebuah ”standing banner” yang menggambarkan isyarat-isyarat untuk memesan minuman ditempatkan persis di samping meja gerai.
Your coffee is served by deaf barista
Tulisan itu terpampang di depan meja penyedia minuman kopi dan cokelat. Sebuah standing banner yang menggambarkan isyarat-isyarat untuk memesan minuman ditempatkan persis di samping meja gerai.
Satu gerai di bagian tengah ruangan luas pusat media KTT ke-35 ASEAN dan KTT terkait di Impact Exhibition & Convention Center, Bangkok, Thailand, menyediakan minuman kopi dan cokelat serta beragam penganan coklat. Ada yang disediakan gratis, ada pula yang dijual.
Bagian minuman betul-betul dilayani oleh barista yang tidak bisa mendengar. Karenanya, para peliput ataupun anggota delegasi harus memesan dengan bahasa isyarat.
Di meja sebelahnya, beberapa anggota staf membuat cokelat. Melelehkan, mencetak, serta memberikan topping pada cokelat. Di sisi lain, ada juga yang mengemas cokelat yang sudah siap. Air mancur cokelat dengan beragam biskuit dan marshmallow bisa dinikmati pengunjung gerai secara gratis. Namun, gerai ini juga menjual beragam jenis cokelat batangan dan kue waffle.
Sama seperti di bagian minuman, para pekerja di sini juga difabel dengan beragam jenis kekurangan. Saat jam makan siang, mereka saling membantu rekannya untuk mencapai lokasi makan siang dan mengambil makanan.
Christopher Benjakul, Humas APCD, menjelaskan, mereka semua bagian dari Asia-Pacific Development Center on Disability. Biasanya, masalah para difabel di Thailand adalah kesulitan berinteraksi di masyarakat dan mendapatkan pekerjaan. Karenanya, APCD membantu para difabel untuk itu.
Baca juga: Asean Diminta Tak Menutup Mata
Salah seorang staf di bagian cokelat, Por (19), merasa sangat terbantu karena kini mempunyai banyak teman dan semakin banyak berinteraksi dengan orang.
”Sebelumnya saya tidak punya teman. Setelah bekerja, jadi punya banyak teman, banyak pengalaman baru, berbicara dengan banyak orang, bahkan bisa menjelaskan soal cokelat mulai dari biji cokelat, menghancurkan bijinya, sampai jadi batangan cokelat,” tutur Por dalam bahasa Thai yang diterjemahkan Christopher ke bahasa Inggris.
Por sudah beberapa bulan bergabung dan dia masih ingin belajar seluk-beluk keramahtamahan pelayanan di hotel. Ke depannya, Por juga berharap bisa membuka toko kopi sendiri.
Sebelumnya saya tidak punya teman. Setelah bekerja, jadi punya banyak teman, banyak pengalaman baru, berbicara dengan banyak orang, bahkan bisa menjelaskan soal cokelat....
The Foundation of APCD, kata Direktur Eksekutif APCD Piroon Laismit, sesungguhnya sudah berdiri 18 tahun lalu. Awalnya, yayasan hasil kerja sama Pemerintah Thailand dan Jepang ini membentuk semacam pusat pelatihan bagi difabel. Harapannya, semua difabel semakin berdaya dan mandiri. Yayasan ini juga bergerak di kawasan Asia Pasifik.
Khusus di Thailand, awalnya disiapkan program 60+project pada 2015 dalam rangkaian peringatan ulang tahun ke-60 Putri Maha Chakri Sirindhorn. APCD bekerja sama dengan perusahaan roti dan memberi pelatihan membuat kue dan roti.
Ikuti pelatihan
Setelah berjalan satu-dua tahun, pelatihan mulai bertambah ke sektor minuman. Anggota APCD belajar cara mengolah kopi dan beragam minuman.
APCD kemudian bekerja sama dengan perusahaan cokelat Thailand MarkRin. Para anggota pun belajar cara mengolah kopi sampai menjadi beragam produk. Terakhir, tahun ini APCD mulai memberi pelatihan dalam jasa pelayanan hotel.
Pilihan industri jasa makanan dan hotel, menurut Piroon, sangat baik untuk menciptakan pekerjaan, mendorong para difabel memiliki pendapatan serta jiwa kewirausahaan. Selain itu, komunikasi melalui makanan dan minuman lebih mudah.
Pemerintah Thailand pun mendukung gerakan ini. Saat ini, tambah Piroon, mereka sudah memiliki cabang di kantor Perdana Menteri Thailand. Selain itu, para lulusan pelatihan APCD bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain. Ada pula yang membuka kafe kecil dan menjual kue serta minuman.
Baca juga: Para Pemimpin Terus Upayakan Stabilitas
Di Indonesia, kafe yang mempekerjakan atau didirikan warga difabel juga mulai muncul kendati tidak terorganisir dalam satu yayasan tertentu. Sebut saja Deaf Cafe Fingertalk, Sunyi House of Coffee and Hope, serta Kopi Tuli.
Semua mencari terobosan mendorong difabel mampu bersama-sama warga lain memiliki kehidupan setara. Memiliki pekerjaan, bisa berkomunikasi, menikmati fasilitas umum dan akses untuk semua.
Para pekerja difabel dari APCD pun percaya diri berada di tengah-tengah para peliput dan delegasi KTT ke-35 ASEAN. Menunjukkan keahlian serta melayani warga lain.
Semua mencari terobosan mendorong difabel mampu bersama-sama warga lain memiliki kehidupan setara.
Dengan kegiatan ini, kata Christopher yang orangtuanya berasal dari Thailand dan Amerika ini, diharapkan masyarakat semakin menerima difabel sebagai bagian tak terpisahkan. Difabel bisa bekerja dan berada di tengah masyarakat!