Tingginya biaya logistik untuk pengiriman ikan ke luar Maluku dikeluhkan pengusaha perikanan. Kondisi itu membuat mereka terpaksa harus membeli ikan dari nelayan dengan harga murah.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Tingginya biaya logistik untuk pengiriman ikan ke luar Maluku dikeluhkan pengusaha perikanan. Kondisi itu membuat mereka terpaksa harus membeli ikan dari nelayan dengan harga murah. Pemerintah diharapkan dapat membuat regulasi yang mendukung semakin berkembangnya iklim investasi pada sektor andalan di Maluku itu.
Kun Kusno pengusaha perikanan di Maluku kepada Kompas di Ambon pada Selasa (5/11/2019) menuturkan, total biaya pengiriman ikan dari Ambon ke Surabaya menggunakan kapal laut sebesar Rp 2.200 per kilogram ikan. Dengan begitu, dalam satu peti kemas berukuran 20 feet yang diisi sekitar 15.000 kilogram, pengusaha harus menyiapkan dana sekitar Rp 33 juta.
Kun enggan merinci biaya-biaya itu. Namun, menurut penelusuran Kompas dan sejumlah sumber, biaya dimaksud mulai dari ongkos angkutan dari tempat penampungan, tambahan biaya administrasi di dalam pelabuhan, ongkos angkutan kapal, pengawalan oleh aparat, dan biaya-biaya tak terduga. Kondisi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu membuat pengusaha perikanan menjerit.
Menurut Kun, pilihan akhir yang diambil pengusaha adalah menurunkan harga beli ikan dari nelayan lokal. Sebagai contoh, harga cakalang yang sebelummya di atas Rp 20.000 per kilogram kini turun hingga Rp 9.000 per kilogram. "Ini pilihan yang sangat sulit. Bertahun-tahun kami bermitra dengan nelayan lokal namun kondisi itu memaksa kami tak bisa banyak membantu mereka," ujarnya.
Kun memulai usaha perikanan di Maluku sejak tahun 1993. Dia bermitra dengan ratusan nelayan di Maluku. Ikan yang dikirim ke luar Maluku sebagian besar berasal dari hasil tangkapan nelayan lokal. Ikan dari Maluku itu diolah di Surabaya kemudian diekspor ke sejumlah negara. Kualitas ikan dari Maluku menjadi rebutan para importir.
Ini pilihan yang sangat sulit. Bertahun-tahun kami bermitra dengan nelayan lokal namun kondisi itu memaksa kami tak bisa banyak membantu mereka, ujar Kun
Menurut catatan Kompas, kenaikan ongkos juga berlaku untuk ikan segar yang dikirim melalui pesawat udara. Adapun tarif kargo pesawat dari Bandara Pattimura Ambon ke Jakarta Rp 31.000 per kilogram ikan segar, melonjak sekitar 181,8 persen dari sebelumnya yang hanya Rp 11.000 per kilogram. Kondisi itu menyebabkan ekspor ikan segar dari Maluku anjlok.
Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Ambon mencatat, frekuensi pengiriman ikan dari Maluku melalui pesawat pada Februari 2019 hanya 211 kali senilai Rp 2,2 miliar. Jumlah itu menurun 87 persen dibanding tahun sebelumnya, yakni 544 kali pengiriman senilai Rp 16,5 miliar. Pengiriman ikan dari Maluku kembali lemas setelah sempat bergairah dalam lima tahun terakhir.
Sebelumnya, pengiriman ikan dari Maluku melalui Bandara Pattimura pada 2018 naik hingga 600 persen dibanding dua tahun sebelumnya. Pada 2016, pengiriman ikan hanya 15.000 ton, meningkat menjadi 110.602 ton pada 2018. Perusahaan yang mengirim ikan segar juga naik hampir 100 persen dalam periode yang sama menjadi 15 orang. Negara tujuan pengiriman di antaranya Amerika Serikat, China, dan Jepang.
Data Bank Indonesia Kantor Perwakilan Maluku menunjukkan, perikanan berperan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Maluku. Pada triwulan IV-2018, ekonomi Maluku tumbuh 6,41 persen, lebih tinggi dari capaian nasional 5,1 persen. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berkontribusi 23 persen.
Nelayan lokal terpukul
Nelayan lokal di Maluku sudah merasakan dampak dari rendahnya harga jual ikan. Mereka terpaksa harus menjual dengan harga murah. "Tuntutan ekonomi membuat nelayan lokal terpaksa harus jual. Kenapa dari waktu ke waktu kondisi ekonomi semakin tidak menentu?," ujar Gusti B Rolobessy, nelayan asal Desa Tial, Kabupaten Maluku Tengah.
Harga jual yang rendah sering kali membawa kerugian bagi nelayan. Mereka yang menggunakan perahu motor berukuran di bawah 10 gross ton misalnya, harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 300.000 untuk satu kali melaut. "Padahal banyak nelayan yang utang untuk beli perahu dan alat tangkap. Kalau kondisi ini terus berlanjut, nelayan lokal akan semakin miskin," ujar Gusti.