Polisi turun tangan terkait masalah pemaksaan pengelolaan parkir di area minimarket. Salah satu fakta penting yang sedang ditelusuri adalah adanya surat tugas juru parkir yang dikeluarkan Badan Pendapatan Daerah.
Oleh
Stefanus ato
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota menyelidiki surat tugas yang dikeluarkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi. Dalam surat itu, ada mandat dari pejabat Bapenda yang menugaskan orang per orang mengelola parkir di minimarket yang tersebar di Kota Bekasi.
”Yang kami selidiki lebih dalam yaitu dengan surat tugas yang kemungkinan besar terkait dengan pidana lain atau lex specialis lainnya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Arman, di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/11/2019).
Arman menambahkan, penyelidikan saat ini sedang berjalan. Dalam surat itu ada tanda tangan pejabat berwenang yang memberikan tugas-tugas kepada pihak di luar Bapenda atau pihak dari organisasi kemasyarakatan. ”Itu yang akan kami kaitkan dengan tugas dan fungsi kewenangannya (Bapenda),” ujarnya.
Di tempat terpisah, Kepala Bapenda Kota Bekasi Aan Suhanda mengakui surat tugas itu dikeluarkan Bapenda dan hanya berlaku satu bulan. ”Satu surat tugas, satu orang, satu orang satu titik. Dan, saya tidak berikan kepada ormas,” kata Aan.
Surat itu dikeluarkan Bapenda sekitar Februari 2019 dan masa berlakunya sudah habis pada September 2019. Surat itu bersifat uji coba untuk melihat potensi pendapatan dari pengelolaan parkir minimarket di Kota Bekasi.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menambahkan, pihaknya melibatkan masyarakat dengan tujuan ada pemberdayaan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja bagi masyarakat melalui sektor nonformal. Pemberdayaan itu berlaku untuk semua orang. ”Itu namanya fungsi pemerintah untuk memanfaatkan komponen yang ada di Bekasi,” kata Rahmat.
Rahmat menjelaskan, surat tugas biasanya berupa mandat yang diberikan kepada orang per orang atau lembaga dalam periodesasi satu bulan. Jangka waktu satu bulan dipilih dengan tujuan memudahkan evaluasi jika tidak berjalan baik.
”Kalau kemarin surat tugas pengelolaan parkir di minimarket (Narogong) masih berlaku tidak, kalau tidak lagi berarti itu hanya kertas yang tidak ada manfaatnya,” ujar Rahmat.
Ketua Ormas Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (GIBAS) Kota Bekasi Deni M Ali, dihubungi terpisah, mengatakan, surat tugas itu diberikan oleh orang per orang, tetapi atas pengajuan ormas. Tujuannya, mereka ingin membantu pemerintah memberdayakan masyarakat yang tidak mempunyai penghasilan. ”Nah, kami memberikan kesempatan kepada mereka daripada mereka hanya nongkrong-nongkrong. Paling tidak bisa jadi juru parkir,” kata Deni.
Ia menambahkan, pihaknya juga sama sekali tidak mendapatkan sedikit pun jatah parkir dari pemerintah. Hasil dari penarikan biaya parkir diserahkan sendiri oleh tukang parkir kepada Bapenda.
”Jadi, kami niatnya untuk bantu pemerintah. Kedua, Kota Bekasi bukan kota preman. Ormas itu sah secara hukum karena kami punya SK pembentukan yang dikeluarkan langsung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ujarnya.
Seperti diketahui, kasus ini mencuat setelah ada sejumlah video yang viral di media sosial. Dalam video itu tampak sejumlah ormas diduga mengintimidasi pengelola minimarket dalam hal pengelolaan parkir. Kejadian itu terjadi pada 23 Oktober 2019.
Harus transparan
Pengamat kebijakan publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, mengatakan, pengelolaan parkir dari sisi kebijakan memungkinkan untuk dikelola oleh masyarakat. Namun, dalam pengelolaannya harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
”Substansinya sekarang itu trennya seperti itu. Jadi, pemerintah berkolaborasi dengan masyarakat dan pihak swasta,” kata Adi, saat dihubungi terpisah, Selasa, di Bekasi.
Adi menambahkan, yang perlu diperhatikan saat ada kolaborasi yakni teknis pelaksanaan. Sebab, dalam pelaksanaannya, sering kali muncul peluang terjadinya penyimpangan. Jika pelaksanaannya buruk, dikhawatirkan uang dari pengelolaan parkir minimarket tidak sampai ke kas daerah.
”Jadi, sistemnya harus diperbaiki dulu supaya tidak bocor. Ini harus dikelola secara good governance atau tata kelola pemerintah yang baik. Misalnya, dengan sistem pelelangan,” katanya.
Sistem pelelangan itu, kata Adi, dilakukan pemerintah dengan dibuka secara luas agar diketahui masyarakat. ”Jadi, masyarakat bisa mengajukan diri dengan melengkapi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Tidak bisa tiba-tiba menunjuk satu kelompok karena itu bisa masuk kategori KKN,” ucap Adi.