Penyelesaian negosiasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) menunjukkan komitmen perdagangan Asia Timur, Australia, dan Selandia Baru. Kemitraan menjadi penegas penentuan diri.
Dalam pernyataan bersama di Bangkok, Thailand, Senin (4/11/2019), para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam RCEP menggarisbawahi latar belakang adanya perubahan lingkungan global yang cepat. Meski tidak disebutkan, hal itu terutama adalah perang dagang Amerika Serikat-China yang berkepanjangan. Publik pun menangkap urgensi dari negara-negara di Asia dan Pasifik itu atas sebuah komitmen kerja sama multilateral di bidang perdagangan dan investasi.
Di saat Kemitraan Trans-Pasifik Progresif Menyeluruh (CPTPP) belum beranjak dari putaran negosiasi—setelah mundurnya AS di bawah pemerintahan Donald Trump—negosiasi RCEP secara optimistis berlangsung progresif. Total digelar 28 putaran negosiasi dan 18 pertemuan tingkat menteri sejak 2012. Sebanyak 15 negara, minus India, mengunci 20 bab pokok-pokok pengaturan RCEP. Perundingan mengenai beberapa isu yang masih jadi masalah dengan India akan dilanjutkan secara paralel sampai penandatanganan RCEP yang ditargetkan pada November 2020.
Para pemimpin negara-negara RCEP menegosiasikan perjanjian yang bertujuan memperluas dan memperdalam rantai nilai regional. Hal itu diharapkan memberi keuntungan pada negara yang tergabung dalam kemitraan itu, termasuk usaha kecil dan menengah, pekerja, produsen, dan konsumen. ”RCEP secara signifikan akan meningkatkan prospek pertumbuhan masa depan kawasan dan berkontribusi positif pada ekonomi global, sekaligus berfungsi sebagai pilar pendukung sistem perdagangan multilateral yang kuat dan promosi pembangunan ekonomi di wilayah itu,” kata para pemimpin negara RCEP.
Sebagai kawasan yang paling terdampak perang dagang AS-China, negara-negara Asia tidak ingin hanya berharap pemulihan iklim perdagangan via kesepakatan dua negara itu. Negara-negara anggota RCEP proaktif dan tampil sebagai insiator menghadapi tantangan dan memulihkan iklim perdagangan global. Dengan kekuatan ekonomi yang meliputi sekitar 30 persen perdagangan dan produk domestik bruto plus setengah populasi dunia, negara-negara RCEP percaya diri untuk menentukan sendiri arah perdagangan global ke depan.
Negosiasi RCEP sendiri meliputi hal-hal seperti perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, kerja sama ekonomi dan teknis, kekayaan intelektual, persaingan, penyelesaian sengketa, e-dagang, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kemitraan RCEP mengakui pentingnya menjadi inklusif, terutama untuk memungkinkan UMKM memanfaatkan perjanjian dan mengatasi tantangan yang timbul dari globalisasi dan liberalisasi perdagangan.
Sektor UMKM mencakup lebih dari 90 persen perusahaan di semua negara peserta RCEP. Pada saat yang sama, RCEP berkomitmen untuk memberikan kebijakan ekonomi regional yang adil yang saling menguntungkan, baik ASEAN maupun mitra perdagangan bebasnya.
Ketua Komite Perundingan RCEP Iman Pambagyo menyatakan, perundingan 225 pasangan akses pasar akan terus didorong. Sejauh ini, setidaknya 82 persen perundingan akses pasar sudah rampung. ”Ini diapresiasi para kepala negara sebagai kemajuan yang signifikan dan semua berterima kasih kepada Indonesia yang adalah koordinator perundingan dan Ketua Komite Perundingan RCEP,” kata Iman yang juga Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia.
Takut dibanjiri
Beberapa hal diakui membuat perundingan lambat. Terungkap antara lain karena ada negara yang belum memiliki perjanjian area perdagangan bebas (FTA). RCEP pun menjadi perjanjian FTA pertama mereka. Dua di antara negara itu adalah China dan India. India pun sangat berhati-hati dalam bernegosiasi, apalagi defisit neraca perdagangan mereka dengan China besar.
Iman menegaskan, pernyataan bersama para pemimpin negara-negara RCEP jangan dibaca sebagai kesepakatan 15 negara dan meminggirkan India. Sebab, dalam perundingan kelompok kerja, India selalu hadir dan dilibatkan. Dalam perundingan mengenai akses pasar pun, India tetap akan menjadi bagian. Salah satu pemimpin negara, ujarnya, mengatakan, perundingan RCEP dimulai dengan 16 negara dan karena itu diharapkan bisa diakhiri dengan 16 negara juga.
Para petani dan pelaku bisnis India dilaporkan memuji keputusan Perdana Menteri Narendra Modi untuk memilih belum sepakat masuk ke dalam RCEP. Produsen susu terbesar India, Amul, berterima kasih kepada Modi atas pilihannya. Amul menilai keputusan Modi adalah bentuk kepedulian terhadap petani dan peternak.
Praveen Khandelwal, Sekretaris Jenderal Konfederasi Semua Pedagang India (CAIT), merilis pernyataan yang memperingatkan, kesepakatan RCEP akan memungkinkan produsen China membanjiri pasar India dengan produk-produk buatan China yang berharga sangat rendah. Itu rawan menciptakan ketidakseimbangan harga. (AFP/INA/BEN)