Pemerintah RI bekerja sama dengan Pemerintah Belanda mendatangkan alat pencegat sampah plastik berbentuk perahu bernama Interceptor 001. Keandalan Interceptor 001 bakal diuji pada musim hujan hingga akhir tahun.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah RI bekerja sama dengan Pemerintah Belanda mendatangkan alat pencegat sampah plastik berbentuk perahu bernama Interceptor 001 dan ditempatkan di muara Cengkareng Drain, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Program uji coba ini dalam rangka riset pengurangan sampah plastik dari sungai ke laut dan efektivitas alat masih terus diukur. Keandalan Interceptor 001 bakal diuji pada musim hujan hingga akhir tahun.
Selain dengan kerja sama pemerintah dua negara yang dikoordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, riset pengurangan sampah plastik ini berjalan juga karena keterlibatan pihak swasta, yaitu Danone-Aqua (Aqua) dan The Ocean Cleanup—organisasi nirlaba yang mengembangkan teknologi pengurangan sampah plastik, termasuk Interceptor. Alat yang ditempatkan di Indonesia merupakan prototipe pertama Interceptor.
”Alat ini akan diuji coba sampai Desember pada musim hujan untuk dilihat juga daya tahannya,” kata Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin di atas Interceptor 001 di Jakarta Utara, Rabu (6/11/2019). Alat tersebut sudah ada di Indonesia sejak awal 2019, tetapi mulai beroperasi penuh mengumpulkan sampah di Cengkareng Drain pada Mei silam.
Menurut Arif, Interceptor sejauh ini bekerja dengan efektif. Dalam sehari, alat mengumpulkan 2-3 ton sampah mengapung. Meski sasaran utama merupakan sampah plastik, seperti bungkus plastik serta gelas dan botol plastik, ada juga sampah berupa daun dan ranting. Bahkan, sepatu terlihat masuk ke mulut Interceptor 001 pada Selasa sore.
Interceptor sejauh ini bekerja dengan efektif. Dalam sehari, alat mengumpulkan 2-3 ton sampah mengapung.
Interceptor 001 berbentuk seperti rakit yang mampu mengapung karena adanya ponton di bagian dasar. Panjangnya 13 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 5 meter. Peranti untuk mengumpulkan sampah berupa conveyor untuk menyalurkan sampah dari air menuju kantong penampung sampah. Sampah dari laut masuk lewat mulut selebar 1 meter.
Cara kerjanya, Interceptor 001 ditempatkan secara statis pada satu titik, kemudian sekatan dipasang menghubungkan alat ini dengan pinggir sungai. Sekatan berfungsi mencegat dan mengarahkan sampah masuk ke mulut Interceptor. Tidak ada mesin penyedot pada alat tersebut sehingga Interceptor mengandalkan arus sungai guna menghimpun sampah.
Interceptor 001 disebut ramah lingkungan karena mengandalkan tenaga surya untuk menjalankan mesin pengumpul sampah. Panel-panel surya dipasang pada atap Interceptor. Energi yang tersimpan di baterai diklaim cukup untuk membuat Interceptor bekerja 24 jam setiap hari, tujuh hari seminggu.
Meski canggih, keterlibatan tenaga manusia masih amat besar pada Interceptor. Pemantau sampah di Kecamatan Penjaringan pada Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Nicolas Bouk, mengatakan, para pekerja UPK Badan Air ditugaskan untuk mendukung pengoperasian Interceptor 001.
Tiga orang dibutuhkan untuk menjadi operator alat. Sebab, kadang sampah menyangkut di sekatan dan tidak mau mengalir ke mulut conveyor. Sementara itu, sekatan tidak kuat dipijak sehingga petugas mesti menggunakan rakit untuk mengambil sampah pada sekatan. Selain itu, sampah-sampah berukuran besar, seperti batang pohon, juga tidak bisa masuk ke alat sehingga mesti ditarik manual.
Untuk pengangkutan sampah dari Interceptor ke darat, jumlah petugas yang dibutuhkan lebih banyak lagi, sekitar sepuluh orang. Mereka memindahkan kantong-kantong berisi sampah ke perahu, kemudian sesampainya di pinggir sungai mengangkat sampah ke darat.
Sekilas, cara kerja seperti ini tidak terlalu berbeda dengan rutinitas petugas UPK Badan Air sebelum adanya Interceptor. Perbedaannya antara lain, jika biasanya petugas menggunakan serok untuk mengumpulkan sampah di sungai dan diangkat ke atas rakit, kali ini sampah dikumpulkan dengan mesin conveyor Interceptor. ”Soal efektivitas, kami tidak bisa berbicara, tetapi realitasnya di lapangan tetap butuh banyak tenaga manusia,” ujar Nicolas.
Sekilas, cara kerja seperti ini tidak terlalu berbeda dengan rutinitas petugas UPK Badan Air sebelum adanya Interceptor. Perbedaannya antara lain, jika biasanya petugas menggunakan serok untuk mengumpulkan sampah di sungai dan diangkat ke atas rakit, kali ini sampah dikumpulkan dengan mesin conveyor Interceptor.
Namun, Arif menekankan, penggunaan Interceptor 001 tidak diarahkan menjadi solusi tunggal mencegat sampah dari sungai mencapai laut. Kolaborasi antarpihak yang saling melengkapi tetap merupakan kunci kesuksesan.
Ia mencontohkan, Pemerintah Provinsi DKI lewat UPK Badan Air sudah mencegat dan mengangkat sampah pada badan air di mana-mana. Namun, dari pengamatan pada lokasi Interceptor 001 yang notabene sudah dekat laut, masih ada sampah yang lolos dari pencegatan sehingga perlu penanggulangan lebih lanjut.
Melalui keterangan pers, pendiri dan Chief Executive Officer The Ocean Cleanup Boyan Slat mengatakan, untuk benar-benar menghilangkan sampah dari laut, semua pihak harus membersihkan sampah plastik yang sudah ada di laut sekaligus menutup ”keran” sampah plastik, yakni sungai.
”Kerja sama dengan Danone digabung dengan pendekatan yang sistematis dari The Ocean Cleanup serta program pembersihan sungai yang sudah dilakukan oleh pemerintah akan sangat membantu menciptakan laut Indonesia yang lebih bersih,” ujarnya.