JAKARTA, KOMPAS— Opsi yang ditawarkan beberapa fraksi di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat untuk meninjau bagian penjelasan dari pasal-pasal kontroversial di Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinilai tidak menjawab persoalan. DPR dan pemerintah diminta meluangkan waktu lebih untuk mengkaji ulang lagi substansi pasal-pasal problematik dari awal.
Sebelumnya, beberapa fraksi di Komisi III DPR bersedia meninjau ulang pasal-pasal kontroversial dalam RKUHP, tetapi terbatas pada bagian penjelasan. Komisi III tidak ingin membahas ulang aspek politik hukum dan substansi pengaturan dari pasal-pasal di RKUHP karena tidak ingin pembahasan memakan waktu lama.
Namun, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara, yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP, menilai, opsi itu tidak menjawab persoalan. Sebab, dalam penerapannya, kedudukan penjelasan pasal tidak mengikat bagi penegak hukum.
Menurut dia, penegak hukum umumnya melihat substansi pasal sebagai elemen tindak pidana atau element of crime yang mengikat. Sementara, sifat kedudukan penjelasan pasal tidak berbeda jauh dari penafsiran oleh para ahli hukum.
”Meski mau mengubah di bagian penjelasan pasal pun, itu tidak mengikat. Solusi yang ditawarkan DPR tidak menjawab persoalan,” ujarnya.
Solusi yang ditawarkan DPRtidak menjawab persoalan. Anggara
Dalam lampiran Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur, penjelasan dalam undang-undang berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk undang-undang atas norma tertentu dalam batang tubuh. Penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat, atau padanan kata dalam norma yang bisa juga disertai contoh. Penjelasan tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut serta tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, DPR bersedia membuka lagi ruang pembahasan RKUHP. Namun, perubahan tidak bisa dilakukan di aspek politik hukum yang prinsipiil atau substansi pengaturan pasal-pasal di RUU tersebut, tetapi cukup di bagian penjelasan saja. Menurut Arsul, bagian penjelasan dapat menjadi pegangan bagi penegak hukum dalam menindak suatu pidana. ”Dengan formulasi penjelasan yang lebih tegas, pasal yang berlaku bisa dipastikan tidak menjadi pasal karet,” katanya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P, Ichsan Soelistyo, khawatir, membongkar pasal RKUHP dari awal akan memakan perdebatan yang panjang. ”Satu pasal saja dibuka, pasal-pasal lain harus ikut dibuka,” katanya.
Sebelum kembali membahas RKUHP, Komisi III berencana menyosialisasikan substansi pasal-pasal yang kontroversial. DPR memetakan, ada 14 pasal yang masih problematik.