Nelayan tradisional mengeluhkan pendangkalan di muara Sungai Cenang, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal, Jateng. Pendangkalan yang terjadi sejak 2014 tersebut membuat lalu lintas kapal menuju dermaga terhambat.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Nelayan tradisional mengeluhkan terjadinya pendangkalan di muara Sungai Cenang, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pendangkalan yang terjadi sejak 2014 tersebut membuat lalu lintas kapal menuju dermaga Tempat Pelelangan Ikan Suradadi terganggu. Pada Rabu (6/11/2019), beberapa nelayan memilih untuk membawa ikan hasil tangkapan mereka ke tempat pelelangan ikan dengan cara berjalan kaki.
Rabu siang, sejumlah kapal tampak berjajar di ujung muara Sungai Cenang dan di bibir Pantai Suradadi. Kapal-kapal tersebut tidak bisa masuk dan bersandar di dermaga tempat pelelangan ikan (TPI) karena terjebak oleh endapan lumpur. Ketinggian air yang idealnya 2,5 meter, saat ini hanya sekitar 50 sentimeter.
Biasanya kami harus menunggu air pasang untuk membawa kapal merapat ke dermaga. Kalau memaksakan kapal merapat saat air sedang surut akan berisiko merusak baling-baling dan lambung kapal.
Untuk membawa ikan hasil tangkapannya ke daratan, sebagian nelayan harus menunggu air pasang hingga berjam-jam. Air pasang dengan ketinggian lebih dari 1 meter dapat membuat kapal nelayan terdorong hingga dermaga TPI. Sementara itu, beberapa nelayan memilih untuk membawa ikan hasil tangkapannya ke TPI dengan cara berjalan kaki. Jarak antara ujung muara dan TPI sekitar 350 meter.
”Biasanya kami harus menunggu air pasang untuk membawa kapal merapat ke dermaga. Kalau memaksakan kapal merapat saat air sedang surut akan berisiko merusak baling-baling dan lambung kapal,” ucap Supriyadi (50), salah seorang nelayan di Suradadi.
Menurut Supriyadi, pendangkalan membuat dirinya mengalami kerugian waktu dan tenaga. Supriyadi yang biasanya bisa pulang ke rumah sekitar pukul 11.00 harus menunda kepulangan hingga pukul 15.00.
Sebab, ia belum bisa meninggalkan kapalnya yang belum bersandar di dermaga. Waktu dan tenaga yang biasanya dipakai Supriyadi untuk melakukan pekerjaan lain, seperti mengojek, menjadi terbuang.
Nelayan lain, Kusnuri (43), mengatakan, sejak kemarau kondisi pendangkalan semakin parah. Sebab, debit air di sungai menyusut. Saat air sungai menyusut, kapal milik Kusnuri tidak bisa keluar untuk melaut. Kusnuri, yang biasanya bisa melaut setiap hari, pernah tidak melaut hingga tiga hari pada musim kemarau ini.
Setiap hari, Kusnuri bisa membawa pulang uang hingga Rp 500.000 dari hasil melaut. Jika tak melaut selama tiga hari, Kusnuri bisa merugi hingga Rp 1,5 juta.
Menurut Kusnuri, pendangkalan di daerah tersebut sudah terjadi sejak sebelum 2014. Para nelayan sudah berkali-kali melaporkan adanya pendangkalan ini. Namun, hingga saat ini, menurut Kusnuri, belum ada solusi yang diberikan. Nelayan berharap ada pengerukan sedimentasi atau pemanjangan dermaga hingga ke ujung muara.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Tegal Toto Subandriyo mengatakan, kewenangan untuk melakukan pengerukan sedimentasi berada pada pemerintah provinsi. Menurut dia, DKPP Kabupaten Tegal sudah berulang kali menyampaikan permintaan para nelayan untuk pengerukan Sungai Cenang kepada pemerintah provinsi.
”Bulan lalu, kami sudah mengusulkan kembali pengerukan sedimentasi di Suradadi dalam rapat di provinsi. Detail Engineering Design atau Proyek Perencanaan Fisik untuk normalisasi Sungai Cenang juga sudah kami buat,” tutur Toto.
Menurut Toto, pengerukan sedimentasi di Suradadi kemungkinan baru akan dilakukan pada tahun 2020.