Belajar di Luar Kelas Lebih Aplikatif dan Menyenangkan
›
Belajar di Luar Kelas Lebih...
Iklan
Belajar di Luar Kelas Lebih Aplikatif dan Menyenangkan
Kegiatan belajar di luar kelas selain mempererat komunikasi dan sosialisasi antar siswa, juga menghidupkan kembali berbagai aktivitas fisik seperti permainan tradisional yang menyehatkan siswa sekaligus menyenangkan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memperingati Hari Ramah Anak Sedunia, sebanyak 4.000 sekolah melaksanakan kegiatan belajar di luar kelas, Kamis (7/11/2019). Selain mempererat komunikasi dan sosialisasi antar siswa, acara ini juga menghidupkan kembali berbagai aktivitas fisik seperti permainan-permainan tradisional yang menyehatkan siswa sekaligus menyenangkan.
Salah satu sekolah yang melaksanakan kegiatan ini adalah SMAN 7 Jakarta. Sudah tiga tahun mereka melaksanakan belajar di luar kelas setiap tanggal 7 November. Semua siswa mengenakan seragam olahraga dan tidak seorang pun berada di dalam kelas. Bahkan, semua gawai seperti telepon pintar dan tablet elektronik harus disimpan di dalam tas sejak pukul 07.00 hingga pukul 14.00.
“Belajar di luar kelas berbeda dengan hari-hari biasa yang belajar konvensional. Hari ini mereka tidak dibagi-bagi jam pelajarannya, misalnya jam pertama belajar Bahasa Indonesia, setelah itu Matematika, dan seterusnya. Hari ini mereka mempraktikkan berbagai pengetahuan yang sudah dipelajari di kelas,” kata Ketua Panitia Belajar di Luar Kelas SMAN 7 Jakarta Lubna Gatmir.
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang diberi tugas-tugas berbeda. Ada kelompok membuat kompos, memasak, membuat prakarya, vlog, majalah dinding, berkebun, dan bermacam kreativitas lainnya. Tema tahun ini adalah “Membudayakan Cinta Lingkungan”. Setelah selesai mengerjakan tugas para siswa berkumpul di lapangan sekolah maupun selasar untuk bermain permainan tradisional.
Para guru menjelaskan, permainan tradisional dipilih karena memiliki banyak manfaat, yaitu menyenangkan dan mengharuskan siswa bergerak. Selain itu, dalam permainan tradisional siswa belajar mengatur diri sendiri, bekerja sama dalam tim, membuat strategi, dan tidak berbuat curang. Apalagi, siswa sekarang umumnya sudah jarang bergerak selain ketika pelajaran olahraga. Selama kegiatan, para guru memantau aspek-aspek karakter tersebut untuk melihat perkembangan siswa.
Permainan tradisional dipilih karena memiliki banyak manfaat, yaitu menyenangkan dan mengharuskan siswa bergerak.
“Berbeda sekali dengan lima tahun lalu. Dulu, jam istirahat lapangan dipenuhi siswa yang bermain bola basket maupun sepakbola. Selasar penuh siswa lalu-lalang dan mengobrol. Sekarang hanya segelintir siswa yang beraktivitas fisik ketika istirahat. Sisanya lebih banyak duduk dan asyik menggunakan telepon,” kata Emi Saragih, guru Bahasa Inggris.
Ia mengatakan, dari segi komunikasi juga banyak perubahan. Penggunaan aplikasi pesanan singkat membuat siswa terbiasa menulis kalimat-kalimat pendek. Akibatnya, jumlah kosakata yang mereka kuasai tidak bertambah. Ketika berbicara maupun menulis esai mereka kesulitan mengungkapkan gagasan dengan tertib dan jelas. Hari belajar di luar kelas ini “memaksa” siswa untuk menggunakan kemampuan komunikasi langsung mereka dengan maksimal.
Bebas di luar
Ketika kegiatan ini pertama kali diluncurkan pada tahun 2017, SMAN 7 Jakarta merupakan sekolah percontohan yang dipilih oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Para guru awalnya sangsi para siswa bisa berpisah dari gawai mereka sehari saja. Salah satu panitia acara, Uswatun Hasanah mengungkapkan keterkejutannya melihat siswa ternyata mudah sekali melepaskan gawai mereka selama memiliki kegiatan yang menyibukkan dan menarik.
Siswa ternyata mudah sekali melepaskan gawai mereka selama memiliki kegiatan yang menyibukkan dan menarik.
“Semestinya kegiatan kayak begini bisa lebih sering. Bosan kan di kelas melulu,” kata Hana Riesya, siswa kelas XI.
Kepala Sekolah SMAN 7 Jakarta Satya Budi Aprianto menuturkan, ia tidak keberatan jika setiap hari siswa belajar di luar kelas karena proses belajar sejatinya bisa di berbagai tempat selama tujuannya jelas. Sekolah memiliki selasar yang luas, lapangan, kebun, dan panggung dengan kapasitas penonton 200 orang yang bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Komunikasi guru-siswa
Praktisi dan pakar pendidikan Weilin Han mengatakan, pemelajaran yang menarik sesungguhnya tidak bergantung pada lokasi seperti di dalam atau di luar ruangan, tetapi pada komunikasi yang dibangun antara guru dan siswa.
"Belajar jangan hanya diartikan sebagai ‘studying’, tetapi adalah ‘learning’ yang berarti proses terus-menerus seumur hidup. Lokasi belajar bisa di berbagai tempat dan sepanjang waktu,” ujarnya.
Hal terpenting ialah kejelasan tujuan belajar, yakni untuk kepentingan siswa berkembang sesuai dengan potensi masing-masing. Guru dalam hal ini membangun relasi positif yang membuat siswa mampu melihat makna hidup dan makna pemelajaran bagi kehidupan mereka sekarang dan kelak. Guru seperti ini dipastikan turut belajar bersama siswanya.
Cara asesmen siswa harus dipikirkan serius dan tidak berdasarkan ujian tertulis saja. Pemelajaran yang mewadahi keragaman siswa di kelas, alat-alat penunjang yang dibutuhkan, bentuk diskusi, jenis tugas, dan materi tambahan perlu dipikirkan sebelum membuat rencana pemelajaran.