Kolera Mewabah, Lebih dari 4.600 Babi Mati di Sumut
›
Kolera Mewabah, Lebih dari...
Iklan
Kolera Mewabah, Lebih dari 4.600 Babi Mati di Sumut
Penyakit kolera babi mewabah di sejumlah sentra ternak di Sumatera Utara. Dalam sebulan ini, diperkirakan lebih dari 4.600 ekor babi mati akibat kolera.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Penyakit kolera babi mewabah di sejumlah sentra ternak di Sumatera Utara. Dalam sebulan ini, diperkirakan lebih dari 4.600 ekor babi mati akibat kolera. Peternak diminta mengubur bangkai ternak dan tidak membuangnya di sungai. Lebih dari 100 bangkai babi yang ditemukan di Sungai Bedera, Kota Medan, mengganggu kesehatan lingkungan.
“Kami telah melakukan uji laboratorium dan menyimpulkan bahwa kematian ribuan ternak babi di Sumut diakibatkan penyakit kolera babi atau hog cholera. Kami pastikan kematian babi tidak disebabkan demam babi Afrika (african swine fever/ASF),” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut M Azhar Harahap, di Medan, Rabu (6/11/2019).
Penyakit kolera babi yang disebabkan virus demam babi klasik itu, kata Azhar, awalnya mewabah di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat. Wabah tersebut lalu menyebar ke kabupaten lain seperti Deli Serdang, Simalungun, Karo, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, dan Samosir.
Azhar mengatakan, penyakit kolera menyerang peternakan rakyat yang umumnya tidak menerapkan program vaksin dan biosecurity (keamanan biologi). Sementara, peternakan skala menengah atau perusahaan telah menerapkan program vaksin hog cholera dengan baik sehingga tidak terserang meskipun berdekatan dengan peternak lainnya.
Penyakit kolera menyerang peternakan rakyat yang umumnya tidak menerapkan program vaksin dan biosecurity. (Azhar Harahap)
“Hal ini juga semakin menguatkan bahwa wabah ini memang penyakit kolera babi karena ternak yang diberi vaksin jenis tersebut ternyata bisa kebal,” katanya.
Azhar mengatakan, virus demam babi klasik yang merupakan penyebab kolera babi tidak bisa menjangkit ke manusia.
Pantauan Kompas, penyakit kolera babi antara lain menyebar di ratusan peternakan rakyat di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. “Dalam seminggu ini, sudah 20 ekor ternak babi saya mati. Saya merugi Rp 50 juta,” kata Marni Sitohang (45), peternak babi.
Marni mengatakan, awalnya ternaknya tidak mau makan. Setelah itu, darah keluar dari hidung dan dubur ternak. Dalam lima hari setelah gejala awal, ternaknya pun mati. Harga ternak babi pun anjlok dari Rp 28.000 menjadi Rp 10.000 per kilogram. Itu pun banyak yang tidak laku.
Peternak lalu membuang bangkai babi ke Sungai Bedera. Ratusan bangkai tampak menumpuk dan menimbulkan bau busuk. Peternak tidak mengubur ternak karena jumlahnya yang banyak.
Marni mengatakan, para peternak di desa itu tidak memvaksin ternaknya. Mereka umumnya memberi makan ternak dengan ampas tahu, ampas ubi, serta limbah makanan dari restoran dan hotel di Medan.
Manajer Wilayah Senior PT Cargill Indonesia Deden Raldos Togatorop, perusahaan bidang pakan ternak, mengatakan, penyakit kolera babi menyebar begitu cepat di Sumut karena peternakan rakyat rata-rata belum menerapkan program vaksin dan biosecurity yang ketat. “Padahal, sebagian besar peternakan babi di Sumut merupakan ternak rakyat,” katanya.
Deden mengatakan, peternakan rakyat di Sumut sangat penting untuk mendapat edukasi tentang program vaksin. Saat ini, populasi ternak babi di Sumut mencapai 1,2 juta ekor, tertinggi kedua di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur.
Vaksin hog cholera seharusnya diberikan saat lepas sapih di umur satu bulan dan dilakukan pengulangan setiap dua bulan. Harga vaksin ini pun tergolong murah yakni Rp 4.500 untuk sekali vaksin per ekor.
“Peternakan yang sudah menerapkan program vaksin ini tidak ada yang terserang penyakit kolera babi. Ini juga semakin menguatkan bahwa wabah ini memang bukan ASF,” kata Deden.
Adapun penyakit ASF sebelumnya dilaporkan telah menyebar di China, Pulau Timor, Laos, Filipina, dan Vietnam. Sejumlah kajian memprediksi pada akhir 2019, China bisa kehilangan 350 juta dari 700 juta ekor babi di negara itu. Hingga kini, belum ada vaksin dan pengobatan terhadap ASF.