Zulfadhli Aldiansyah Memperjuangkan Hak Disabilitas
Zulfadhli Aldiansyah (32) yang akrab disapa Aldi merupakan penyandang disabilitas yang mengalami cerebral palsy atau gangguan saraf dan otot, sejak lahir. Dalam kesehariannya, dia tidak mau dikasihani, selalu ingin mandiri, serta giat memperjuangkan kesetaraan bagi para penyandang disabilitas.
Pada sebuah malam di awal Oktober, Aldi berjalan terseok-seok menerobos pengunjung warung kopi, di Kota Banda Aceh. Dengan penuh percaya diri Aldi meraih mikrofon. Lalu, dengan suara tergagap-gagap, dia mulai melawak di acara stand up comedy. "Saya ngomong enggak jelas, orang kira saya sedang curhat, pahadal saya sedang melucu tahu," kata Aldi.
Para pengunjung merekam aksi Aldi melawak. "Tahun lalu saya ditolak sama cewek, saya mau bunuh diri dengan berdiri di jalan raya. Ada mobil menghampiri dibilang, dik, kalau mengemis jangan di sini. Saya bilang, saya mau bunuh diri, tahu!," kata Aldi yang disambut tawa pengunjung.
Saya ngomong enggak jelas, orang kira saya sedang curhat, pahadal saya sedang melucu tahu.
Sebagai penderita cerebral palsy Aldi tidak bisa bicara dengan lancar dan tidak bisa berjalan normal. Bicaranya pelan dan vokalnya kurang jelas. Saat berjalan satu kaki tidak bisa menapak dengan sempurna. Begitu juga dengan kedua tangan tidak berfungsi dengan baik.
Meski demikian Aldi pribadi yang ceria. Dia terlihat sangat percaya diri saat tampil di publik, kadang bernyanyi, melawak, dan berpuisi di banyak kegiatan. Saat orang-orang memandang iba, Aldi justru menertawakan diri sendiri.
“Stand up comedy (melawak) harus berani menertawakan diri sendiri. Harus kreatif,” ujar Aldi kepada Kompas, Jumat (22/10/2019) di temui di kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh.
Siang itu di teras kantor Kontras Aceh, menggenakan kaos kegiatan pagelaran seni, Aldi terlihat bersemangat bercerita tentang perjalanan hidupnya. Sesekali dia memperbaiki tempatnya duduk. Dia juga minta proses wawancara direkam memakai gawainya. “Nanti saya posting ke Instagram, ya,” ucapnya.
Aldi bergaul dengan siapa saja. Belajar banyak hal dari komunitas-komunitas di Banda Aceh. Setiap ada kegiatan, seperti penanaman pohon, simulasi bencana, dan kegiatan sosial lain, Aldi kerap hadir.
Kehadiran Aldi di ruang publik untuk menunjukkan bahwa difabel dapat bergaul dan bisa berkontribusi bagi orang lain. “Sebenarnya kita sama dengan orang lain, hanya kebutuhan saja yang berbeda,” ujar Aldi.
Teman-teman disabilitas jangan minder dan jangan putus asa.
Aldi juga kerap menjadi pembicara dalam diskusi tentang disabilitas. Ada misi besar yang diusung oleh dirinya yakni memperjuangkan pemenuhan hak para disabilitas.
“Teman-teman disabilitas jangan minder dan jangan putus asa. Ayo kita berjuang bersama untuk pemenuhan hak disabilitas,” kata Aldi.
Menurut Aldi hak disalibitas belum sepenuhnya terpenuhi. Banyak disabilitas kesulitan memperoleh pekerjaan sebab jarang ada perusahaan yang membuka lowongan khusus disabilitas. Akibatnya banyak disabilitas menjadi peminta-minta.
“Saya sedih melihat disabilitas jadi pengemis, seharusnya kita bisa mandiri dan kreatif,” kata Aldi. Atas kegigihan Aldi mengkampanyekan isu pemenuhan hak disabilitas, pada 2017, dia dinobatkan sebagai duta disabilitas Kota Banda Aceh.
Sejak lahir
Aldi lahir di Banda Aceh, pada 6 Juli 1987. Ayahnya anggota TNI, kini telah pensiun dan ibu mengurus rumah tangga, telah meninggal dunia. Aldi anak kedua dari empat bersaudara.
Cerebral palsy dialaminya sejak lahir. Aldi lahir dalam posisi sungsang, keluar dengan posisi kaki duluan. Cerita itu dia dengar dari mendiang ibunya. Saat setengah badan telah keluar, kepala bayi tersangkut di pintu. Sang bayi sempat tertelan air ketuban.
Bayi mungil itu sempat koma empat jam. Ibundanya pasrah dan mengira Aldi tidak bisa bertahan hidup. Tuhan memberikan Aldi kesempatan untuk hidup, meski dengan risiko dia mengalami gangguan saraf di otak dan gangguan fungsi otot.
Rasanya tidak ada yang mau lahir seperti ini. Walaupun di-bully saya sabar.
Aldi mengalami tumbuh kembang lambat. Saat anak-anak seusianya sudah berlari, Aldi belum bisa berdiri. Sampai usia delapan tahun, dia bergerak dengan cara mengesot. Kalau keluar rumah digendong oleh ibunya.
Bertahun-tahun menjalani terapis, baru pada usia sembilan tahun Aldi mulai bisa berjalan, meski masih tertatih-tatih. Dia kerap terjatuh sehingga lututnya terluka. Namun, dia punya kemauan keras agar bisa berjalan.
“Usia 15 tahun, saya baru bisa berjalan lancar. Kalau bicara umur 19 tahun baru lancar,” kata Aldi terbata-bata.
Masa remaja bukan masa yang menyenangkan bagi Aldi. Dia merasa tersisih dari teman sebaya. Padahal Aldi juga ingin bermain bola dengan teman-temannya. Akan tetapi Aldi sering jadi bahan perundungan. Teman-temannya sering mengoloknya dengan cara berjalan sambil menyeret satu kaki.
“Apa yang salah dengan kondisi saya, rasanya tidak ada yang mau lahir seperti ini. Walaupun di-bully saya sabar,” kata Aldi.
Pada 25 tahun, Aldi mulai bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bukesra Banda Aceh. Empat tahun sekolah di sana, Aldi kian percaya diri. Dia sudah bisa membaca dan pengetahuan kian berkembang.
Media sosial
Setelah menyelesaikan sekolah, Aldi bergabung bersama sebuah LSM perempuan. Dia sering turun ke kampung-kampung bertemua dengan warga. Aldi menemukan banyak orang normal namun hidup dalam serba kesulitan seperti miskin, kesehatan yang buruk, dan menjadi korban kekerasan. Aldi masih merasa hidupnya tidak lebih buruk dari mereka.
Semakin bertambah usia, Aldi mulai berpikir untuk mencari pendapatan sendiri. Awalnya sempat bingung dengan kondisi seperti itu siapa yang mau memperkerjakan dirinya.
Akhirnya ada kenalan yang mempercayakan mengelola akun media sosial warung kopi kepada Aldi. Dari pekerjaan itu dia mendapatkan sedikit penghasilan.
Aldi berharap suatu saat mendapatkan pekerjaan tetap dengan penghasilan yang lebih layak.
Aldi juga mulai mengelola akun media sosial pribadi. Foto dan video yang diunggah banyak mendapat respon baik dari pengikut. Tidak butuh waktu lama, pengikut akun intagramnya meningkat tajam. Kini jumlah pengikut akun intagram pribadi @ aldi_dj87 mencapai 14.600 akun.
Atas saran teman-temannya Aldi menyediakan jasa promosi atau endorse produk melalui media sosial. Produk yang pernah dipromosi antara lain kuliner, tempat fitnes, parfum, pakaian, dan sosialisasi kegiatan.
Harga sekali endorse dipatok antara Rp 40.000 sampai Rp 100.000. Sebulan Aldi mendapatkan penghasilan dari sana antara Rp 700.000 sampai Rp 1 juta. Uang itu digunakan untuk biaya operasional menghadiri kegiatan sosial. Sebagai sarana transportasi dia mengandalkan ojek daring.
Meski demikian, Aldi berharap suatu saat mendapatkan pekerjaan tetap dengan penghasilan yang lebih layak. Mudah-mudahan harapan Aldi terwujud.
Zulfadhli Aldiansyah
Lahir : Banda Aceh, 6 Juli 1987
Pendidikan terakhir : Sekolah Luar Biasa Bukesra Banda Aceh
Aktivitas : Duta Disabilitas Banda Aceh
Alamat : Banda Aceh
Penghargaan : - Piagam Madai Award (2017)
- Piagam Lingkungan Hidup WWF (2018)
https://youtu.be/yDOTbOG0Edk
https://youtu.be/DFSeXcijFSk