Sebagian besar wilayah di Provinsi Aceh sejak Oktober hingga Desember 2019 mengalami curah hujan yang tinggi. Kewaspadaan untuk meminimalisasi dampak bencana pun ditingkatkan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Sebagian besar wilayah di Provinsi Aceh sejak Oktober hingga Desember 2019 mengalami curah hujan yang tinggi. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, pada musim hujan, intensitas bencana alam seperti banjir luapan, bandang, dan longsor kerap terjadi. Kewaspadaan untuk meminimalisasi dampak bencana pun ditingkatkan.
Pada Jumat (8/11/2019), Desa Jawa Belakang dan Seulalah, Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa, dilanda banjir genangan. Ketinggian air di permukiman warga 20-50 sentimeter (cm). Banjir terjadi karena sungai di desa itu meluap.
Warga diimbau untuk tetap waspada dan mempersiapkan diri untuk mengungsi apabila debit air terus meningkat.
Kepala Bidang Kesiapan Badan Penanggulangan Bencana Aceh Bobby Syahputra mengatakan, sebanyak lima keluarga kini mengungsi. Aktivitas warga di dua desa itu terganggu. “Warga diimbau untuk tetap waspada dan mempersiapkan diri untuk mengungsi apabila debit air terus meningkat,” kata Bobby.
Selama sepekan terakhir, terjadi tiga kali banjir luapan, yakni di Aceh Utara, Aceh Barat, dan Langsa. Banjir terjadi setelah daerah itu dilanda hujan dalam intensitas tinggi selama beberapa hari. Permukiman warga terencam banjir disebabkan sungai meluap.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh Zakaria Ahmad mengatakan, saat ini hingga Desember 2019, Aceh memasuki puncak musim hujan sehingga potensi terjadinya bencana hidrologi kian besar.
Pada November, peluang terjadi curah hujan mencapai 400 milimeter (mm). Padahal, di luar musim hujan, potensi curah hujan sekitar 150 mm. Curah hujan yang tinggi akan membuat debit air sungai naik.
Daerah-daerah dataran rendah seperti Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Aceh Utara rawan terjadi banjir luapan. Sedang daerah dengan topografi berbukit-bukit seperti Pidie, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara rawan banjir bandang. “Kami mengimbau warga untuk waspadai banjir di sejumlah daerah,” kata Zakaria.
Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, pekan lalu, mengintruksikan tim penanggulangan bencana di 23 kabupaten/kota di Aceh agar meningkatkan kewaspadaan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, penyebab banjir di Aceh bukan karena curah hujan yang tinggi. Namun, hal itu disebabkan daya dukung tanah dalam menampung air kian lemah disebabkan tutupan hutan berkurang.
Perusakan hutan di hulu menyebabkan air hujan tidak tertampung sehingga air tersebut langsung mengalir ke sungai. Pada saat yang sama, kondisi daerah aliran sungai rusak karena pendangkalan. Akibatnya, sungai meluap dan menggenangi permukiman warga.
Menurut Nur, pembenahan infrastruktur saja tidak cukup jika akar pesoalan tidak diselesaikan, yakni menghentikan perusakan hutan dan mengembalikan fungsi hutan yang telah hancur.