Pemerintah berencana memanggil pihak PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Sriwijaya Air Group. Pemanggilan itu untuk meminta kejelasan kerja sama di antara dua maskapai penerbangan tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana memanggil pihak PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Sriwijaya Air Group. Pemanggilan itu untuk meminta kejelasan kerja sama di antara dua maskapai penerbangan tersebut.
Kendati hubungan dua korporasi itu sedang tidak harmonis, hak calon penumpang tetap harus dipenuhi.
”Imbauan kami, (persoalan) itu segera diselesaikan agar tidak merugikan publik. Urusan internal mereka mesti diselesaikan karena ini kepentingannya dengan publik,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Sipil Nasional Indonesia (Inaca) Denon B Prawiraatmadja di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Menurut Denon, jika terjadi persoalan terkait bisnis, penyelesaiannya mesti dilakukan pihak korporasi itu. Jangan sampai hal terkait bisnis merugikan masyarakat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku sudah mendapat laporan perihal beberapa pesawat Sriwijaya Air yang tidak terbang. Terkait persoalan antara Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia, Budi Karya menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait.
”Saya akan panggil mereka, jangan sampai pecah kongsi,” kata Budi Karya.
Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan melalui siaran pers, Kamis, menyebutkan, relasi Sriwijaya Air dan Garuda kini sebatas bisnis dengan bisnis. Dengan demikian, Sriwijaya Air bertanggung jawab secara penuh dan mandiri kepada pihak perusahaan penyewaan pesawat atau lessor.
”Saat ini kami sedang berdiskusi dan bernegosiasi dengan pemegang saham Sriwijaya perihal penyelesaian kewajiban dan utang-utang Sriwijaya kepada institusi negara, seperti BNI, Pertamina, GMF, dan Gapura Angkasa,” kata Ikhsan.
Secara terpisah, anggota Ombudsman RI Bidang Transportasi, Infrastruktur, Infokom, dan Lingkungan Hidup, Alvin Lie, menekankan, hak calon penumpang yang sudah membeli tiket harus tetap dipenuhi. Mereka dapat dialihkan ke maskapai lain atau uang pembelian tiket dikembalikan penuh.
”Yang utama terkait keamanan. Jika maskapai kesulitan mendapatkan layanan, seperti perawatan pesawat, lebih baik stop operasi dulu,” kata Alvin.
Kerja sama Sriwijaya Air dengan Garuda Indonesia ditandatangani pada 14 Januari 2019. Belakangan muncul persoalan di antara kedua maskapai ini. Namun, kedua belah pihak pada 1 Oktober 2019 menyepakati pembentukan jajaran direksi transisi di Sriwijaya Air.
”Sebagai informasi, direksi transisi Sriwijaya yang disepakati bersama telah habis masa tugasnya pada 31 Oktober,” kata Ikhsan.