Kematangan mental bertanding akibat kerap mengikuti kompetisi membuat tim putri Jawa Timur dan tim putra Jawa Barat menjadi yang terbaik pada Kejuaraan Nasional Bola Voli Yunior 2019.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Geliat kompetisi bola voli di Jawa Timur dan Jawa Barat terbukti mampu menghasilkan atlet muda potensial yang bisa bersaing di tingkat nasional. Mental bertanding yang terasah karaena kerap mengikuti kompetisi membawa tim putri Jawa Timur dan tim putra Jawa Barat menjadi juara Kejuraan Nasional Bola Voli Yunior 2019.
Pada laga final yang berlangsung di GOR Bulungan, Jakarta, Kamis (7/11/2019), tim putri Jatim mempertahankan gelar yang mereka raih tahun lalu setelah mengalahkan tuan rumah DKI Jakarta, 3-2 (18-25, 25-19, 26-24, 20-25, 15-7). Posisi ketiga diraih tim putri Jawa Barat setelah menundukan DI Yogyakarta, 3-1 (13-25, 25-16, 29-27, 25-19).
Pelatih tim putri Jatim Markoji mengatakan, sebenarnya tim mereka baru terbentuk dua hari sebelum kejuaraan dimulai. Namun, tak sulit untuk menyatukan para pemain karena mereka telah memiliki skill individu yang baik dan kaya pengalaman bertanding di berbagai kejuaraan. ”Ikut ajang yang singkat seperti Kejurnas Voli Yunior ini, kuncinya adalah mental bertanding. Anak-anak sudah punya modal itu sebab mereka sering ikut kejuaraan di Jawa Timur,” ujarnya.
Hal itu membuat tim cepat bangkit ketika kehilangan set pertama. Mereka juga bisa segera lepas dari tekanan setelah lawan menyamakan pada set keempat. Terbukti pada set kelima mereka mampu unggul cukup jauh, 15-7, dan menjadi juara.
”Andai para pemain minim jam terbang, mereka akan sulit lepas dari tekanan ketika lawan bisa bangkit di set keempat. Ini semua karena manfaat kompetisi. Mereka tak kaget lagi mengalami tekanan dan tahu bagaimana cara untuk mengatasinya. Kami tim pelatih tinggal mengarahkan dan memberikan suntikan motivasi,” katanya.
Manajer tim putri Jatim H Sutomo menuturkan, sedikitnya ada 20 kompetisi dari tingkat kampung sampai provinsi di Jawa Timur setiap tahunnya. Dari setiap kompetisi, tim peserta minimal menjalani lima pertandingan. Karena kompetisi yang sangat aktif itu, tim Jatim ataupun klub asal Jatim kerap mendominasi kejuaraan bola voli nasional mulai dari Kejurnas Voli Yunior, Livoli, hingga Proliga
”Bola voli memang olahraga yang sangat populer di Jawa Timur. Populeritasnya hanya kalah dari sepak bola. Tapi, pencinta voli di sana sangat royal dan mandiri. Meski tidak ada sponsor yang mendukung, mereka tetap berinisiatif untuk membuat klub menggelar kejuaraan. Berbeda dengan sepak bola, mereka sangat didukung oleh sponsor,” tutur Sutomo yang mendirikan dan membiayai klub Lamongan Sadang MHS untuk berlaga di Proliga 2020.
Berkah kompetisi
Hal serupa dirasakan tim putra Jabar. Mereka menjadi juara setelah mengalahkan DKI Jakarta, 3-2 (20-25, 22-25, 25-20, 25-20, 15-12). Juara bertahan Jawa Tengah harus puas menempati posisi ketiga dengan mengungguli Jatim, 3-0 (25-20, 25-23, 25-21).
Pelatih tim putra Jawa Barat Roy Makpal mengatakan, seluruh pemainnya adalah putra daerah Jabar yang lahir dari pembinaan klub-klub di Jabar. Mereka aktif mengikuti sejumlah kejuaraan yang ada di Jawa Barat.”Keberadaan klub dan kejuaraan itu sangat membantu untuk mencari atlet voli terbaik. Kami tinggal mengumpulkan dan menyeleksi yang layak untuk ikut kejuaraan tingkat nasional. Kalau tidak ada klub maupun kejuaraan itu, mungkin kami tidak bisa membentuk tim yang solid. Apalagi tidak ada cabang voli di PPLP Jawa Barat,” tuturnya.
Jabar meraih gelar juara dengan cukup dramatis. Mereka tertinggal dulu 0-2 karena kalah di set pertama dan kedua. Salah satu kunci kebangkitan mereka adalah memenangi set keempat. Saat itu, Roy berani menurunkan pemain bertahan Andri Reza. Pemain itu bisa melakukan servis sempurna yang bisa meraih sedikitnya poin 5 poin berturut.
Andri juga bertahan dengan cukup baik sehingga membuat frustrasi lawan. ”Strategi ini tidak bisa berjalan dengan baik kalau pemain yang menjadi senjata rahasia ini tidak punya pengalaman bertanding yang cukup. Secara tidak langsung, ini juga manfaat dari kompetisi yang aktif di Jawa Barat,” ujar Roy.
Minim kompetisi
Sebaliknya, kejuaraan justru minim di DKI Jakarta. Pelatih tim putri DKI Jakarta Eko Waluyo mengatakan, karena minim kejuaraan, tim pelatih maupun manajer nyaris kesulitan mencari atlet bola voli muda di DKI Jakarta. Mereka pun harus merekrut atlet voli muda dari pinggiran DKI Jakarta, seperti asal Tangerang, Depok, Bekasi, dan Bogor.
”Walau jumlah penduduknya cukup banyak, tidak mudah mencari atlet voli muda di DKI Jakarta. Kebanyakan anak muda menggeluti olahraga ruangan, seperti basket, futsal, atau bulu tangkis. Apalagi sekarang, sulit mencari lapangan terbuka untuk main voli di kampung-kampung di Jakarta,” kata Eko.
Ketua III Bidang Kompetisi PBVSI Reginald Nelwan menuturkan, sejauh ini kompetisi bola voli memang hanya menggeliat di Jabar, Jateng, dan Jatim. Tak heran, tim ataupun klub asal ketiga daerah itu yang sering mendominasi kejurnas, Livoli, maupun Proliga. Sejumlah pemain voli asal daerah itu juga mendominasi tim nasional putra maupun putri.
”Walaupun populer di masyarakat, bola voli ini belum terlalu memikat untuk pihak sponsor. Untuk itu, tidak mudah untuk menjual kejuaraan voli ke sponsor, terutama untuk tingkat yunior. Tanpa dukungan daerah, sulit untuk kejuaraan itu berkembang. Sejauh ini, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur punya perhatian lebih untuk voli sehingga mereka sangat berkembang di cabang olahraga ini,” katanya.