Totalitas
“Kalau dulu era menenggelamkan kapal, maka sekarang ini era menaikkan kolam ikan," kata sosiolog Universitas Indonesia Jakarta Imam Prasodjo dalam sebuah diskusi bedah buku perikanan, di Jakarta, pekan ini.
Kalimat itu dilontarkan bukan tanpa alasan. Perhatian pemerintah kini tertuju pada pengembangan perikanan budidaya.
Konsep total akuakultur kini digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Konsep itu mengusung penerapan teknologi dalam proses produksi, kesiapan sarana dan prasarana produksi, serta infrastruktur kawasan budidaya. Dengan pola budidaya terintegrasi, produksi perikanan nasional ditargetkan meningkat.
Kenyataannya, pengembangan perikanan budidaya masih sangat rendah dibandingkan dengan potensinya. Berdasarkan data KKP, lahan perikanan budidaya yang termanfaatkan baru 1,2 juta hektar. Luas itu setara dengan 6,7 persen dari total potensi lahan yang seluas 17,92 juta hektar.
Untuk perikanan air tawar, lahan budidaya yang digarap 214.252 hektar (7,6 persen), lahan air payau baru dikelola 757.936 hektar (25,6 persen), sedangkan luas lahan budidaya air laut hanya 438 hektar (3,6 persen).
Pengembangan yang masih terbatas juga terjadi pada komoditas unggulan, seperti udang. Kendati kontribusi udang terhadap nilai ekspor perikanan hampir 50 persen, namun pemanfaatan lahannya masih minim. Dari potensi tambak udang seluas 3 juta hektar, luas tambak yang beroperasi baru 660.000 hektar. Dari jumlah tambak yang beroperasi, sekitar 80 persennya merupakan tambak rakyat.
Komitmen pemerintah menerapkan total akuakultur kini dinanti. Sekadar catatan, penerapannya memerlukan perbaikan sistem manajemen budidaya serta jaminan bahwa sarana dan prasarana mudah didapat. Semua itu mesti berkualitas unggul, mulai dari indukan, benih, pakan, dan probiotik. Indukan yang masih bergantung impor, harga pakan yang mahal, dan benih yang belum memadai merupakan persoalan yang mendesak untuk dituntaskan.
Di sisi lain, sudah saatnya mengarahkan kesiapan teknologi produksi ke teknologi berbasis digital yang mendorong produksi lebih efisien.
Infrastruktur kawasan yang menerapkan sistem bioflok untuk pengelolaan limbah dan instalasi pengelolaan air limbah harus menjadi landasan dalam mengembangkan budidaya skala kecil hingga besar. Sebab, cara ini bisa menjaga budidaya keberlanjutan. Penerapan budidaya terintegrasi sekaligus dapat mengantisipasi maraknya penyakit.
Dengan berbagai komoditas perikanan budidaya yang berpotensi dikembangkan, sudah saatnya pemerintah fokus menggarap komoditas unggulan di budidaya air tawar, air payau, dan air laut. Pemerintah perlu fokus menggarap komoditas unggulan sehingga hasilnya optimal.
Totalitas pengembangan perikanan budidaya membutuhkan dukungan dan sinergi lintas kementerian. Hal ini untuk memastikan akuakultur terintegrasi dapat diterapkan, mulai dari penyediaan infrastruktur, akses pasar, hingga dukungan permodalan.
Peran Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan perlu ditingkatkan. Dengan suku bunga kredit 3 persen per tahun atau lebih rendah dari suku bunga kredit usaha rakyat yang sebesar 7 persen, BLU-LPMUKP dapat menjadi salah satu penyangga permodalan bagi pelaku usaha perikanan skala kecil.
Pengembangan total akuakultur membutuhkan totalitas. Inilah saatnya untuk membuktikan.