Teknologi Finansial Tumbuh Pesat, Risikonya Juga Tinggi
›
Teknologi Finansial Tumbuh...
Iklan
Teknologi Finansial Tumbuh Pesat, Risikonya Juga Tinggi
Pertumbuhan teknologi finansial, seperti pembayaran dan pendanaan secara digital, tumbuh pesat di Indonesia. Namun, risiko pencurian data pribadi hingga penipuan terhadap penggunanya juga tinggi.
Oleh
abdullah fikri ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Pertumbuhan teknologi finansial, seperti pembayaran dan pendanaan secara digital, tumbuh pesat di Indonesia. Namun, risiko pencurian data pribadi hingga penipuan terhadap penggunanya juga tinggi. Literasi keuangan digital dan regulasi diperlukan untuk melindungi konsumen serta mendorong perekonomian nasional.
Demikian benang merah dalam diskusi “Digital Economy and Financial Technology (Fintech)” pada rangkaian Cirebon Financial Technology di CSB Mall, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (9/11/2019). Turut berbicara Managing Director Asosiasi Fintech (Aftech) Indonesia Mercy Simorangkir, Muhammad Edhie Purnawan dari Badan Supervisi Bank Indonesia, serta Chief Communications Officer DANA, Chrisma Albandjar.
Menurut Mercy, indikasi pertumbuhan teknologi finansial (tekfin), yang menggabungkan jasa keuangan dengan teknologi semakin pesat, tampak pada jumlah anggota Aftech. Saat ini, katanya, terdapat 280 anggota perusahaan tekfin yang tergabung dalam Aftech Indonesia. Jumlah ini meningkat dibandingkan April 2018, yakni 139 anggota.
“Pertumbuhannya cepat sekali. Saat pertama dibentuk 2016, hanya ada enam inisiator,” ucapnya. Aftech Indonesia juga mencatat, total nilai transaksi uang elektronik oleh 66 perusahaan tekfin hingga 2018 mencapai Rp 47,1 triliun. Selama Maret 2018 – Februari 2019, laju pertumbuhan nilai transaksi uang elektronik mencapai 73 persen. Adapun volume transaksinya mencapai 2,9 miliar.
Nilai penyaluran pinjaman daring sejak 2016 hingga Januari 2019 mencapai Rp 25,9 triliun. Selama Maret 2018 hingga Januari tahun ini tercatat peningkatan 251 persen jumlah pinjaman yang disalurkan oleh 99 perusahaan yang melayani pinjam-meminjam antarpihak berbasis teknologi informasi. Saat ini, tercatat 267.496 entitas pemberi pinjaman, sebanyak 77 persen di antaranya berada di Jawa. Sementara peminjamnya mencapai 5,1 juta entitas.
“Orang tidak hanya memandang tekfin sebagai cara pembayaran, tetapi juga untuk meminjam uang dan investasi. Itu sebabnya, pertumbuhannya pesat,” kata Mercy.
Chrisma menambahkan, pertumbuhan tekfin terjadi karena memudahkan konsumen. Dengan tekfin, transaksi pembayaran tidak lagi membutuhkan uang kas. “Sebagai contoh, diperlukan kendaraan di darat hingga pesawat terbang dengan pengamanan untuk membawa uang kas ke sebuah daerah. Uang kas itu mahal,” katanya.
Edhie mengatakan, perbankan juga melakukan investasi besar-besaran demi masuk ke dalam tekfin. “Sebuah bank sampai mengeluarkan Rp 5 triliun untuk membuat sistem keuangan dan informasi digital. Jika tidak begini, (bank) bisa mati karena orang akan meminjam uang ke tekfin,” katanya.
Sebuah bank sampai mengeluarkan Rp 5 triliun untuk membuat sistem keuangan dan informasi digital. Jika tidak begini, (bank) bisa mati karena orang akan meminjam uang ke tekfin
Meski demikian, pesatnya pertumbuhan tekfin tidak diiringi dengan keamanan siber di Indonesia. Akibatnya, terjadi pencurian data konsumen hingga penipuan dalam pinjaman daring.
“Pertumbuhan tekfin luar biasa, tetapi risikonya juga tinggi. Ada kasus, orang enggak bisa bayar utang pinjaman online, fotonya disebarkan ke mana-mana. Bahkan, saya juga dapat karena kontak saya ada di orang itu,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Edhie, diperlukan literasi keuangan digital agar konsumen paham tentang tekfin, termasuk perusahaan yang menawarkan pinjaman daring secara ilegal, tidak terdaftar dalam Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Di sisi lain, Undang-Undang Bank Indonesia dan UU Perbankan perlu direvisi untuk mengikuti perkembangan zaman. “Seharusnya, yang bisa menyebarkan uang kan perbankan, bukan perusahaan tekfin,” katanya.
Kepala Perwakilan BI Cirebon Fadil Nugroho mengatakan, pihaknya terus berupaya memberikan literasi keuangan digital kepada masyarakat, seperti melalui Cirebon Fintech Festival. BI juga telah meluncurkan QR Code Indonesia Standar (QRIS) untuk mendorong efisiensi transaksi nontunai, mempercepat inklusi keuangan, dan memajukan usaha mikro kecil menengah.
“Jadi, nanti hanya ada satu pemindai yang bisa digunakan untuk berbagai sistem pembayaran, seperti OVO atau DANA,” katanya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Cirebon Muhammad Lutfi mengatakan, pengawasan terhadap perusahaan yang melayani pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi terus dilakukan. Dari sekitar 1.000 perusahaan, hanya 99 yang baru diizinkan OJK. “Pengawasannya cukup sulit, karena mereka beroperasi di ‘langit’ (secara daring),” katanya.