Katakan dengan Bunga
Bunga-bunga potong segar seperti lili, melati, sedap malam, amarilis, anturium, kamboja, serta mawar kuning dan putih memenuhi rumah Donna Latief (44) di Jakarta. Setiap hari, bunga-bunga itu ”bertaburan”, mulai dari ruang keluarga, kamar tidur, hingga ruang tamu di lantai bawah rumahnya.
”I feel happy. Saya suka bau taman pada pagi hari,” ujar Donna, Jumat (8/11/2019), di Jakarta, tentang kesukaannya pada bunga-bunga itu. Warna dan bentuk bunga-bunga itu sudah jelas memikat hati Donna. Tapi, Donna jauh lebih terpikat dengan wanginya yang, kata Donna, membuatnya selalu merasa bahagia.
Tak heran, setiap bulan Donna ”rela” mengeluarkan dana Rp 5 juta-Rp 10 juta untuk membeli bunga-bunga kecintaannya itu. Kadang dia membeli bunga-bunga itu di pasar yang ada di dekat kediamannya. Kadang, Donna yang juga kerap mengirim bunga untuk kerabat dan sahabatnya itu memesan pada divisi purchasing hotel di perusahaan keluarga.
”Bunga pisang bisa dijadikan dekorasi, bunga anggrek dan bunga-bunga liar pun dapat dirangkai,” kata Donna.
Bila sedang tak ada bunga, biasanya Donna menggunakan alternatif daun sebagai dekorasi. Sesekali, Ia iseng menyemprot bunga-bunga di rumah dengan cat semprot agar terlihat lebih berwarna-warni.
Di Jakarta, aneka rupa bunga bisa ditemukan salah satunya di Pasar Bunga Rawabelong. Begitu menginjakkan kaki di sana, harum semerbak bunga hingga keindahan aneka warna bunga, seperti yang dikatakan Donna, seketika menerbitkan rasa bahagia.
Pasar khusus bunga yang disebut-sebut sebagai pasar bunga terbesar di Asia ini memang selalu disesaki aneka ragam bunga. Bunga-bunga lokal, seperti mawar, krisan, dan lili, juga bunga-bunga impor, seperti tulip, pompom, anyelir, hingga snap, dengan mudah dijumpai di sana.
Tulip dari Belanda, misalnya, dijual Rp 220.000 per 10 tangkai. Sementara anggrek dari Thailand dijual Rp 170.000 per 10 tangkai. Bunga-bunga impor ini lebih banyak ”tersembunyi’ di dalam kotak-kotak pendingin. Sementara bunga-bunga lokal lebih banyak bertebaran di hampir setiap sudut pasar.
Bunga-bunga lokal dijual para pelapak kecil yang berjualan di tengah hamparan pasar dengan jumlah rata-rata lima ember penuh bunga atau di kios- kios berpenyejuk ruangan. Bunga-bunga itu diperoleh dari petani bunga di Bogor, Bandung, dan Malang.
Andi, pemilik Kios Bunga Gendis di Pasar Bunga Rawabelong, menunjukkan lima ember penuh bunga mawar putih yang dipesan pelanggan buat pernikahan di Duren Sawit. Setiap ember besar terdiri atas 20 ikatan bunga mawar dengan 10 tangkai per ikat. Tiap ikat bunga mawar ini dihargai Rp 40.000 untuk mawar Malang dan Rp 80.000 per ikat untuk mawar Bandung.
Primadona
Saat ini, bunga mawar dari Bandung menjadi primadona karena warnanya yang lebih terang sehingga tampak cerah menyala. Ukuran kuntum bunga mawar Bandung pun lebih besar jika dibandingkan dengan mawar Malang. ”Jenis bunga yang pasti selalu ada, yaitu mawar dan aster. Mengenalkan bunga jenis baru agak susah,” katanya.
Salah satu bunga lokal jenis baru yang berhasil diperkenalkan ke pasar adalah bunga casablanka alias si cantik lili. Popularitas lili mulai terdongkrak dua tahun terakhir. Kini, lili mulai identik dengan pesta-pesta mewah dengan harga Rp 135.000 per ikat, terdiri atas lima tangkai bunga lili. ”Tadinya susah, ke sini mulai disukai,” ujar Andi.
Saking sempurna kecantikannya, sekilas lili yang sedang mekar tampak seperti bunga artifisial. Jika dibeli dalam keadaan masih kuncup, lili merah atau putih bisa bertahan selama dua pekan. Begitu mekar, ia akan tetap awet selama empat hari. Sebagai primadona baru, lili disukai buat rangkaian dekorasi atau bunga meja.
Hasil penjualan mawar dan lili menyuplai keuntungan terbesar bagi pedagang. Omzet harian pedagang, seperti di Kios Gendis, berkisar Rp 24 juta-Rp 30 juta per hari. Mayoritas pelanggannya adalah pedagang bunga. Andi antara lain mengirim bunga untuk pelanggannya di Sumatera dan Kalimantan.
Selain digunakan untuk dekorasi dalam wujud rangkaian bunga, bunga-bunga dari Pasar Bunga Rawabelong banyak digunakan sebagai hiasan bunga papan untuk ucapan, mulai dari kelahiran hingga kematian. Bunga primadona untuk hiasan papan ini adalah bunga krisan, aster, dan peacock.
Pemilik lapak bunga di Pasar Bunga Rawabelong, Ino, menyebut harga bunga peacock berkisar Rp 10.000-Rp 30.000 per ikat, terdiri dari 10 batang. Bunga yang baru datang dari petani dihargai lebih mahal ”Kalau sudah seminggu, ada pemborong yang tetap mau beli dengan harga lebih murah.”
Fantastis
Dekorator dan perangkai bunga Dina Touwani yang telah berkarier selama 20 tahun di dunia rangkai bunga mengatakan, saat ini serapan terbesar bunga potong adalah industri pernikahan, khususnya di Jakarta, juga Bali. Indonesia, tuturnya, merupakan negara keempat dengan konsumsi bunga terbesar untuk kebutuhan pesta pernikahan.
Dina pernah menggarap sebuah permintaan yang sangat fantastis dari seorang klien, yaitu membuatkan pintu masuk menuju lokasi wedding berukuran besar menggunakan 30.000 tangkai bunga aster yang untuk mendapatkannya harus mengumpulkan selama 3 bulan dengan waktu pemasangan 5 hari. Angkanya kala itu kira-kira Rp 90 juta.
Secara umum, belanja bunga untuk dekorasi khusus pernikahan setidaknya membutuhkan dana mulai dari Rp 35 juta hingga tak terhingga.
Perhelatan lain yang juga membutuhkan bunga adalah ulang tahun, pembukaan hotel, butik, juga peragaan busana. ”Dari semua aspek kehidupan manusia, dari lahir sampai meninggal, bahkan sampai wisuda, semuanya, enggak ada yang enggak ada bunga,” ujar Dina.
Yohanes Wempy, perangkai bunga dan pemilik florist di Jakarta membenarkan hal itu. Menurut dia, untuk jalur komersial, pasar bunga memang sangat bergairah.
”Orang dari lahir sampai mati pakai bunga. Bayi lahir, orang kirim bunga. Valentine, kirim bunga. Putus cinta, kirim bunga; minta maaf, misalnya. Christmas, Idul Fitri, pakai bunga. Sampai mati, yang enggak berpunya pun, pakai walaupun sederhana. Bunga dibutuhkan di seluruh siklus hidup manusia. Makanya, ada ungkapan say it with flower, kan?” kata Yohanes.
Dia berharap, ke depan, bunga-bunga lokal bisa menjadi andalan karena potensi bunga yang dimiliki Indonesia luar biasa. ”Apa pun bisa ditanam di Indonesia. Calla lily, lalu juga sandersonia, misalnya. Sayangnya, masih banyak yang lebih bangga pakai bunga impor,” kata Yohanes.
Di Bali, perangkai bunga Made Putra juga selalu mendapat pesanan yang membeludak, khususnya untuk pesta pernikahan. Oleh karena itu, Made sengaja membatasi permintaan menangani acara pernikahan hanya 60 kali dalam satu tahun.
Dalam pertemuan di Bali beberapa tahun lalu, maestro dekorator acara, Preston Bailey (70) dari California, Amerika Serikat, menyebut pasar bunga Indonesia sebagai pasar yang menakjubkan. Desainer bunga yang karyanya antara lain menjadi langganan kerajaan- kerajaan di Timur Tengah, India, hingga pesohor, seperti Oprah Winfrey, Bill Cosby, Michael Douglas, dan Ivanka Trump, ini pun mengakui betapa cantik bunga-bunga asal Indonesia.
Tidak hanya pesohor dunia, Preston menyebut beberapa nama orang kaya Indonesia yang tidak segan mengeluarkan dana besar untuk menciptakan pesta dengan hiasan karya desain bunganya. Ia mulai menggarap pesta pernikahan di Indonesia selama belasan tahun terakhir. Tak heran jika Preston yang mendirikan perusahaan Preston Bailey Designs ini lantas menjadikan Indonesia sebagai salah satu pintu gerbang menuju pasar Asia.
Menurut dia, tren bunga cenderung kembali ke bunga yang romantis, seperti mawar dan anggrek. Semakin klasik semakin disukai. Indonesia kaya akan kecantikan bunga-bunga klasik ini sehingga sangat potensial. Bunga-bunga tropis dari Indonesia juga cenderung lebih cantik, romantis, dengan kekhasan bau yang harum.
”Saya sangat terpesona dengan bunga melati. Ini pasar yang sangat menakjubkan. Pesta pernikahan di Indonesia sangat menarik dalam keberagamannya. Kalian benar-benar mengerti bagaimana menciptakan suatu pesta yang menarik,” kata Preston.
Ayo, katakan dengan bunga.