Menjelajah Aberdeen, Kota Perak di Tepi Laut Utara
Kota yang pernah berjaya karena minyak itu dengan cepat mengubah diri menjadi pusat energi terbarukan seiring dengan menipisnya cadangan minyak. Andalan mereka adalah tenaga ombak dan angin dari Laut Utara (North Sea).
Berkunjung ke Skotlandia sempatkan untuk pergi ke Aberdeen. Kota ini sebenarnya lebih dikenal sebagai kota minyak, capital oil of Europe, sejak ditemukannya sumber minyak di Laut Utara (North Sea) pada 1970-an. Namun, beberapa bagian kotanya ternyata menarik untuk dieksplorasi.
Kota ini hanya berjarak 2,5 jam naik kereta atau 4,5 jam dengan bus dari Edinburgh, ibu kota Skotlandia. Dari London, tujuh jam perjalanan dengan kereta atau 13,5 jam dengan naik bus.
Dengan penduduk hanya 200.000 jiwa, kota ini nyaman ditinggali. Kota yang pernah berjaya karena minyaknya itu kini dengan cepat mengubah diri menjadi pusat energi terbarukan seiring dengan menipisnya cadangan minyak yang tinggal 40 tahunan lagi.
Andalan mereka adalah tenaga ombak dan tenaga angin yang berasal dari Laut Utara. Dari kejauhan tampak kincir-kincir angin besar di tengah lautan. Kota ini juga menjadi rujukan bagi upaya rehabilitasi laut yang terkena dampak eksplorasi minyak dan pengembalian rig yang selesai masa pakainya (decommisioning).
Untuk menikmati alam, orang setempat biasanya pergi ke Torry Battery di tepi Laut Utara. Dengan lokasi sedikit berbukit, kita bisa berkemah atau duduk-duduk menikmati pemandangan Laut Utara dengan burung gannet, guillemot, dan razorbill melayang-layang di kejauhan.
Jika beruntung, kita juga bisa melihat kawanan lumba-lumba hidung botol. Sayang, saya datang menjelang musim dingin sehingga tampaknya mereka sudah bergeser mencari perairan yang lebih hangat.
”Ayo, rasakan air lautnya,” kata Graham dan Farida Foss, suami istri warga setempat yang menemani saya menjelajahi Torry Battery. Ada secuil pantai di bagian bawah Torry Battery.
Saya bergidik membayangkan dinginnya. Cukup kedua tangan saja yang akhirnya mendulang air Laut Utara dan merasakan pasirnya, malas membuka sepatu pada udara 11 derajat celsius pada akhir September lalu.
Torry Battery sebenarnya merupakan area pertahanan yang ditandai dengan keberadaan benteng untuk menjaga kota Aberdeen sejak 1860. Benteng ini masih dipakai hingga masa Perang Dunia I dan II. Dari sini kita bisa melihat Pelabuhan Aberdeen yang menjadi salah satu pelabuhan tersibuk karena menghubungkan wilayah utara dengan Laut Utara.
Di dekat pelabuhan terdapat kampung nelayan Footdee dengan rumah-rumah mungil yang sudah ada sejak 1300-an. Kawasan ini kemudian direnovasi pada 1809 oleh John Smith, arsitek kenamaan yang juga membangun Balmoral Castle. Rumah-rumah berdinding granit ini tetap beratap rendah agar cukup hangat pada musim dingin mengingat membuat sistem pemanas khusus sangat mahal.
Meskipun kecil, dinding granitnya telah diperhitungkan agar rumah mampu menahan terpaan angin Laut Utara yang kencang. Kadang-kadang, kampung ini terkena banjir busa laut yang terbentuk dari ombak, angin, dan komponen ganggang laut. Dalam jumlah kecil, busa-busa semacam ini akan terlihat di Pantai Aberdeen saat musim angin kencang.
Berjalan-jalan di kawasan ini sangat menyenangkan dengan jalan dan gang-gang kecilnya. Tidak seperti kampung nelayan di Tanah Air yang kebanyakan kumuh, kampung nelayan ini, meskipun sama-sama sederhana, tetap rapi, bersih, dan cantik dengan hiasan bunga-bunga di bagian depan rumah.
Jangan membayangkan deretan perahu-perahu kecil di dekat perkampungan karena nelayan-nelayan di sini menggunakan kapal-kapal besar yang bersandar di pelabuhan untuk melaut.
Selain di sini, sebagian besar rumah-rumah di Aberdeen juga dibangun dari batu-batu granit yang berwarna abu-abu. Itu sebabnya, kota ini disebut
Silver City sehingga tampilan kota ini berbeda dari kota-kota lain di Inggris.
Dulu terdapat tambang granit terbesar di Rubislaw Quarry. Pada zaman Victoria, batu-batu granit dari tempat inilah yang dipakai sebagai material untuk membangun berbagai kastil. Rubislaw Quarry tidak lagi ditambang dan kini menjadi danau yang dikelilingi apartemen dan perkantoran.
Di bagian utara pusat kota terdapat Old Aberdeen yang bangunan-bangunannya sebagian berasal dari abad pertengahan. Saya mencapai kota tua Aberdeen setelah menyeberangi Brig O’ Balgownie alias jembatan Balgownie yang kuno dan cantik.
Jembatan ”nganggur”
Jembatan yang selesai dibangun tahun 1320 ini juga dikenal sebagai Jembatan Don dan dipercaya dibangun atas perintah Robert the Bruce, Raja Skotlandia. Jembatan ini tidak lagi dilewati lalu lintas kendaraan karena sudah ada sebuah jembatan penggantinya. Dari jembatan ini sempat terlihat seekor rusa dan anjing laut tengah berada di ”pulau” kecil yang terbentuk di tengah sungai.
Setelah melewati jembatan, tampaklah hutan kecil dan lapangan hijau nan luas yang berakhir di Seaton Park, taman besar dengan bunga berwarna-warni yang indah. Taman ini berada di tepi Sungai Don. Aberdeen dibelah dua sungai besar, Don dan Dee.
Dari Seaton Park, jalanan menanjak dan sampailah di kawasan kota tua Aberdeen yang diawali dengan St Machar Cathedral. Tempat peribadatan ini dibangun oleh St Machar, tokoh suci Celtic, yang kemudian dalam perkembangannya berubah menjadi katedral.
Di area kota tua ini juga terdapat permukiman old town house, kawasan kampus King’s College dan Old Aberdeen Campus yang menjadi bagian dari Universitas Aberdeen, dan beberapa museum, seperti Museum Zoologi dan King’s Museum. Kawasan kota tua ini kecil saja sehingga bisa dijelajahi dalam waktu singkat jika kita tidak punya banyak waktu.
Jangan lupa, cicipi makanan khas Skotlandia, yakni haggis. Dalam bentuk aslinya, haggis adalah usus domba yang berisi jeroan, seperti hati, jantung, paru, serta daging cincang babi yang dicampur domba. Bahan-bahan ini dicampur dengan rempah, lemak domba (suet), dan oat. Haggis dimakan bersama kentang tumbuk (tattie) dan turnip (semacam bit).
Namun, haggis yang kami cicipi adalah versi vegetarian yang berisi kacang-kacangan serta biji-bijian dan tinggal beli di supermarket. Saya mencicipinya di rumah Farida dan Graham Foss, pasangan Skotlandia-Indonesia, bersama tiga anak mereka yang lucu-lucu. Agar tidak kering, Farida menambahkannya dengan sayuran rebus dan gravy, kaldu yang dikentalkan dengan tepung maizena.
”Haggis biasanya dimakan pada saat-saat tertentu. Biasanya saat perayaan ulang tahun Robert Burns setiap tanggal 25 Januari,” kata Farida.
Burns adalah penulis Skotlandia yang popularitasnya di sana tidak kalah dari William Shakespeare. Biasanya sebelum menyantap haggis, para pria akan membacakan puisi Burns sambil mengenakan rok kilt (tartan) dan membawa alat musik bag pipes.
Meski tanpa rok tartan dan bab pipes, Graham menyempatkan membaca puisi Address to a Haggis. Berikut bait pertamanya: Fair fa’ your honest, sonsie face. Great chieftain o’ the pudding-race! Aboon them a’ ye tak your place. Painch, tripe, or thairm: Weel are ye wordy o’a grace. As lang’s my arm. (Good luck to you and your honest, plump face. Great chieftain of the sausage race! Above them all you take your place. Stomach, tripe, or intestines: Well are you worthy of a grace. As long as my arm).