Kunci Kekuatan Karakter
Empat dasawarsa berlalu sejak Lomba Perancang Mode digelar pertama kali tahun 1979. Dari ajang ini lahir ratusan desainer yang mewarnai khazanah mode Indonesia. Hingga kini, Lomba Perancang Mode terus memburu bakat-bakat baru dan terbaik dalam dunia mode Tanah Air.
Lomba Perancang Mode (LPM) digagas Pia Alisjahbana untuk mengisi halaman mode majalah Femina. Ajang ini sempat terhenti tahun 1996 saat krisis moneter melanda Indonesia. LPM hadir kembali tahun 2003 dengan penyelenggaraan dua tahun sekali.
Sepanjang penyelenggaraannya, LPM telah melahirkan 260 alumni. Merekalah yang berkontribusi menjalankan roda mode di Tanah Air hingga bergulir ke kancah global.
Pemenang pertama LPM adalah desainer Samuel Wattimena. ”Pada era saya dulu, sekolah mode hampir enggak ada. Berbeda dengan sekarang, rata-rata peserta memiliki pengetahuan teknis bagus karena mayoritas tamatan sekolah mode,” ujarnya.
Generasi awal LPM benar-benar mengandalkan daya imajinasi dan kreativitas untuk menciptakan rancangannya. Tak sedikit di antara mereka yang belajar merancang busana secara otodidak.
Para desainer pada era sekarang terpapar informasi dan referensi yang jauh lebih banyak. Mereka pun berhadapan dengan mode global yang sedikit banyak memengaruhi karakter rancangan mereka.
”Tantangannya sekarang adalah menciptakan koleksi dengan karakter yang kuat. Mereka juga harus mampu memahami mode dari segala aspeknya, bukan sekadar perancangan busana, melainkan juga pemasaran,” ucap Samuel.
Samuel menjadi salah satu juri LPM tahun ini yang mengangkat tema ”Chic Traveler”. Dari 302 peserta, terjaring 10 finalis yang karyanya ditampilkan dalam Jakarta Fashion Week 2020, akhir Oktober 2019. Selain LPM, Jakarta Fashion Week 2020 juga menggelar satu segmen khusus LPM Menswear 2019 yang bertemakan ”Universal Gentlemen”.
Tema ”Chic Traveler” dipilih mengingat pelesir atau traveling kini tengah digandrungi hampir semua orang. Dengan tema ini, diharapkan mereka yang sibuk mengatur rencana perjalanan tidak melupakan penampilan saat liburan.
Penampilan liburan tidak sekadar celana pendek, kaus, dan sandal jepit, tetapi banyak alternatif yang ditawarkan para finalis LPM agar para pencinta pelesiran bisa tampil trendi. Juara pertama LPM 2019, Frederika Cynthia Dewi, misalnya, menawarkan gaun dan rok bernuansa santai untuk rancangannya yang bertajuk ”Aroha”. Rancangan itu terinspirasi perjalanannya ke Selandia Baru yang memesona dengan keindahan alamnya.
Rok putih longgar dipadu atasan bikini biru dengan luaran lengan panjang bermotif bunga memunculkan nuansa kasual. Terusan tanpa lengan yang lembut dan nyaman dipakai membuat pelancong tampak anggun meskipun tetap santai. Motif bunga pada luaran merupakan bunga endemik di Selandia Baru.
Hampir semua finalis yang masing-masing menampilkan enam tampilan merancang padu padan busana yang ringan dan nyaman. Mereka lebih banyak bermain dalam palet warna lembut dan natural dengan potongan simpel dan longgar.
Perpaduan celana panjang dan celana pendek dengan atasan dan luaran serta detail yang mempercantik busana menghasilkan banyak sekali gaya yang bisa menjadi alternatif berbusana saat liburan di segala suasana: pantai, gunung, perkotaan, bahkan di bandara atau airport style.
Maskulin
Para finalis LPM Menswear berupaya membumikan konsep maskulinitas dalam versi masing-masing. Kendati konsep maskulin ini sejatinya membingungkan, standar maskulinitas telah bergeser seiring perjalanan waktu. Maskulinitas tidak lagi sekaku otot bisep dan trisep. Laki-laki yang berdandan dengan gaya hypebeast, bohemian, classy, hingga seperti idola K-Pop kini punya ruang untuk mewujudkan keragaman definisi jantan.
Juara pertama LPM Menswear 2019, Bima Wijaksana, mengatakan, laki-laki selalu butuh sentuhan feminin dari ibunya. Kenangan demi kenangan bersama almarhum ibu dirajut Bima menjadi busana bersulam cinta. Perasaannya ia tuangkan dalam enam busana bertema ”Matriarch Memories”.
Salah satu aksen yang melekat di semua busana rancangan Bima adalah simpul tali. Ia mengibaratkan simpul tersebut sebagai kumpulan memori yang dijalin menjadi satu. Simpul itu pula yang mengikat baju berpotongan slit.
Mayoritas busana rancangan Bima cenderung longgar. Ini agar penggunanya bebas bergerak sesuai dengan konsep busana resor. Kesan gombrong ini ia tampilkan dengan sederhana, tetapi tetap mencuri perhatian.
Misalnya, kemeja abu-abu polos berlengan pendek dipadukan dengan luaran longgar putih polos. Luaran itu berlengan panjang di sebelah kanan dan pendek di sebelah kiri. Kekosongan di tubuh bagian kiri ia manfaatkan untuk menonjolkan detail simpul tali. Pakaian itu dilengkapi dengan celana abu-abu gombrong.
Detail simpul itu Bima tampilkan pula ke busana yang lebih formal. Jas berwarna coklat diberi potongan slit di bagian depan dan diikat dengan tali. Ada pula yang diterapkan ke celana pendek abu-abu. ”Menurut aku, detail simpul atau ikatan itu bisa dipakai siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan,” kata Bima seusai peragaan busana Jakarta Fashion Week 2020.
Adapun juara kedua LPM Menswear 2019, Henri Winata, menjabarkan pakaian lelaki dalam cara lain. Mengikuti tren, ia membalut tubuh para model dalam busana bergaya streetwear. Gaya ini tengah digandrungi para lelaki muda.
Membuat gaya jalanan (streetwear) sekilas tampak mudah. Namun, memberi identitas pada gaya itulah yang cukup menantang. Salah satu yang dominan di enam koleksi busana Henri adalah aksen tambalan pada celana di bagian lutut. Ia memberi menutup bagian sobek di lutut dengan beragam kain. Ada yang dengan kain polos putih, hitam, jins, dan kain bermotif hitam-putih sederhana.
Samuel mengungkapkan, meski bukan satu-satunya, LPM masih diperlukan untuk melahirkan desainer mumpuni. Di tengah banyaknya peminat, hanya mereka yang memiliki identitas kuatlah yang akan menjadi juaranya.