JAKARTA, KOMPAS--Arus modal asing yang masuk dalam bentuk portofolio ke Indonesia dipengaruhi kebijakan moneter Bank Indonesia dalam bentuk suku bunga acuan. Meski demikian, ada jeda atau selisih waktu antara kebijakan BI dengan langkah investor ke pasar portofolio.
Jeda waktu tersebut berkisar satu hingga dua triwulan atau 3-6 bulan sejak BI menetapkan besaran suku bunga acuan atau BI Rate. Hal ini, antara lain, terlihat dari lonjakan portofolio asing pada triwulan IV-2018, sebaliknya anjlok pada triwulan IV-2017. BI, mulai Mei 2018, menaikkan suku bunga acuan.
"Di tengah ketidakpastian ekonomi global, neraca pembayaran Indonesia juga masih jauh dari kondisi pasti. Bank Indonesia mesti hati-hati sebelum memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan lagi," kata ekonom Bahana, Satria Sambijantoro, Minggu (10/11/2019), di Jakarta.
BI dalam empat bulan berturut-turut, sejak Juni 2019, menurunkan suku bunga acuan. Per Oktober, suku bunga acuan sebesar 5 persen.
Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia yang dirilis BI, transaksi berjalan triwulan III-2019 defisit 7,655 miliar dollar AS atau 2,66 persen produk domestik bruto (PDB). Defisit ini lebih baik dibandingkan dengan triwulan II-2019 yang sebesar 8,151 miliar dollar AS atau 2,93 persen PDB.
Transaksi finansial yang surplus 7,628 miliar dollar AS belum dapat menutup defisit transaksi berjalan. Akibatnya, neraca pembayaran Indonesia defisit 46 juta dollar AS. Namun, neraca pembayaran Indonesia ini jauh lebih baik daripada triwulan II-2019 yang defisit 1,977 miliar dollar AS.
Pada periode Juli-September 2019, neraca investasi langsung sebesar 4,801 miliar dollar AS dan portofolio 4,807 miliar dollar AS.
Lebih lanjut Satria menyebutkan, proyeksi Bahana, transaksi finansial yang dibukukan pada 2019 sebesar 32 miliar dollar AS. "Surplus transaksi finansial ini kami proyeksikan akan menutup defisit transaksi berjalan yang sebesar 30 miliar dollar AS tahun ini," kata Satria.
Secara terpisah, Kepala ekonom BCA David Sumual menyebutkan, penurunan defisit neraca minyak berperan dalam perbaikan defisit transaksi berjalan. Neraca minyak yang defisit 4,028 miliar dollar AS pada triwulan II-2019 membaik menjadi defisit 3,318 miliar dollar AS pada triwulan III-2019.
Namun, defisit jasa transportasi justru meningkat 1,787 miliar dollar AS pada triwulan II-2019 menjadi 1,995 miliar dollar AS pada triwulan III-2019.
"Impor di sektor jasa akan meningkat pada triwulan IV seiring musim liburan," ujar David.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengungkapkan, BI berkeyakinan kinerja neraca pembayaran Indonesia di waktu mendatang tetap baik. Dengan demikian, bisa terus menopang ketahanan sektor eksternal. (IDR)